3. Arti Sebuah Nama

16.4K 1.5K 93
                                    

Didedikasikan untuk AlfiNurhasanah

Enjoy this part..

Salam Sayang,

Nana_neeh

***************************************************

26 November 1989

"Tampan sekali, Ma. Kita beri nama siapa?"

"Apa ya? Arum punya ide, Sayang?" tanya Masayu pada putri sulungnya. Terkekeh geli melihat kerutan dalam di wajah polos putrinya yang memikirkan sebuah nama untuk sang adik bayi.

"Bramastha."

"Bramastha?" Arum yang saat itu berusia empat tahun, mengangguk menanggapi pertanyaan mamanya.

"Kenapa Bramastha, Sayang?"

"Arum pernah didongengkan sebuah cerita seorang ksatria bernama Bramastha, Ma sama Bi Irah. Itu nama sebuah raja yang baik hati dan pemberani, Ma," jawab Arum polos.

Masayu melirik suaminya di ujung ranjang. Tanpa ada perkataan yang keluar dari keduanya, Masayu mengerti bahwa sang suami menyetujui nama yang diberikan oleh putri mereka.

Masayu begitu menyayangi Arum. Dia bahkan lupa bahwa Arum bukanlah putri kandungnya. Kehadiran Arum membawa berkah tersendiri bagi Masayu. Bertahun-tahun menikah dengan Wisnu Wijaya tak menunjukkan tanda-tanda kehamilan, dia bahkan sempat putus asa.

Arum bagai jimat mujarab, doa Masayu sekian tahun, dijawab oleh Tuhan. Setahun selang Arum ada di tengah keluarganya, Masayu hamil. Sebab itulah, Masayu dan sang suami begitu menyayangi Arum. Sesuai janjinya yang diucapkan, sebelum meninggalnya kedua orang tua Arum yang juga merupakan sahabat baiknya.

"Baiklah, kita sematkan nama Bramastha pada adikmu," ucap Masayu. Setitik air matanya jatuh membasahi pipinya tatkala melihat Arum melompat kegirangan.

"Semoga, adikku nanti seperti Raja dalam dongeng itu ya, Ma. Pemberani dan baik hati." Ucapan polos dan tulus yang terlontar dari bibir mungil Arum diamini oleh Masayu dan sang suami.

*******

Arum masuk ke toko kuenya lewat pintu pelayan. Pintu belakang. Dia lemparkan kunci pintu ke etalase panjang dari kayu yang terdekat dari pintu, dan ketika melepas mantelnya, dia melihat adonan roti yang dia tinggalkan tergeletak di meja. Sebaiknya dia berkemas, numpung masih pagi.

Arum memang sengaja datang lebih awal dari para pekerjaanya. Arum ingin memberi semangat dan contoh yang positif kepada bawahannya. Sudah sebulan ini toko kue yang dia buka berkembang pesat, dan sudah memiliki pelanggan tetap.

"Oh... maaf, saya terlambat rupanya."

Arum menoleh ke arah sumber suara. Niken. Salah satu dari tiga pegawai tokonya, sekaligus tangan kanan kepercayaannya jika Arum sedang tidak dapat datang ke toko.

"Ah... tidak. Aku yang terlalu pagi. Maaf untuk kekacauannya, akan segera kubereskan." Arum melirik ke arah tumpukan adonan roti dan tepung yang bertebaran.

"Tidak perlu, Bu. Biarkan saja, nanti ada Andre yang membersihkannya."

"Oh Tuhaan. Maafkan aku ya." Arum memelas.

"Ah, Ibu. Pagi-pagi tidak usah drama deh!"

"Tidak apalah, ayo kita bereskan. Siapa tahu dapat bonus tambahan dari Big-Bos," ceteluk Arum.

Our Hope(less)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang