T R E S / / T I G A: BEFORE

85 11 0
                                    

T R E S / / T I G A: BEFORE

Sepuluh hari sebelum Prom terakhir, aku baru ingat bahwa aku belum punya pasangan untuk Prom dan aku lupa kalau itu lumayan penting. Aku mengirimi Luke pesan, bertanya apakah dia sudah mengajak Lindsay menjadi pasangan prom nya, dan dia membalas : 'I need your help. I'll come in 15 minutes' Dan 15 menit ku gunakan untuk sarapan di depan TV, klasik.

Luke datang ketika aku sedang mencuci mangkuk kotor, ibu ku membukakan pintu untuk nya dan aku bisa dengar ibu ku sudah bertanya-tanya tentang prom. Dia tau aku belum mempersiapkan dengan serius untuk acara itu dan dia memastikan kalau Luke bisa jadi bahan perbandingan yang bertolak belakang dengan ku.

Senyuman Luke pudar setelah ibuku berhenti bicara dengan nya. Luke punya mata biru yang indah sayang nya mata panda nya terus-terusan merusak apa yang seharusnya ia bangga kan. "Aku akan pergi bersama Lindsay," kata nya pada ku, "Masalah nya aku tidak tau kalau Lindsay punya pacar."

"Hah?"

"I never knew that she has a boyfriend and she didn't tell me when I prompose her."

"You don't think it's okay?"

"Yeah," Balas Luke yang duduk di lantai, "Bagaimana kalau—kau tau, aku hanya takut dia sebenarnya tidak memberi tau pacar nya terlebih dahulu."

"Kalau dia bilang setuju, dan kau tidak tau dia punya pacar, itu bukan salah mu."

"Kau tau siapa pacar nya?"

Aku menggeleng pelan, "Tidak."

Luke memejamkan mata menenangkan diri, aku berkata, "Ku kira kau tau."

"Bagaimana kalau pacar nya juga anak di sekolah kita?"

Aku tertawa sarkastik, "Itu sangat tidak mungkin, kalau pacar nya juga anak dari sekolah kita, dia pasti tau tentang prom dan sudah mengajak Lindsay bahkan sebelum prom di umumkan. Sudahlah, tenang saja."

Aku kira itu akhir percakapan kami, aku bergegas berdiri dari sofa dan hendak mengajak Luke ke kamar ku agar aku bisa menunjukan nya setelan yang ibu ku sewa-kan untuk prom, dan menunjukan padanya betapa aku terlihat aneh di pakaian itu. Tapi pantat Luke tidak juga bergerak, ia masih punya sesuatu untuk di tanyakan jika dilihat dari raut wajah nya, "How about you?" ia bertanya.

Aku duduk kembali, "I.. don't know."

"What? Your mom has rent an outfit for you and you haven't even get a date?"

"Aku benar-benar tidak tau siapa yang harus ku ajak, semua orang pasti sudah punya pasangan masing-masing."

"Ruth?"

Aku menatap Luke malas, "Ruth? You think me and her will work together? Really?"

"Ruth belum dapat pasangan."

"Luke." Aku memasang wajah yang aku dan Ethan selalu tunjukan ketika Luke tengah bicara sok tau.

"Serius, aku tau dari Wilson, karena Ruth bertanya pada nya apakah dia punya pasangan untuk prom atau tidak."

"Dari mana kau tau itu, hah?"

"Pesta kemarin," Jawab nya menegakkan tubuh, "Aku sedang bersama Wilson dan dia muncul. Kau tau, Cal? Aku rasa dia sengaja bertanya begitu di depan ku, agar aku mengatakan nya pada mu kalau dia belum punya pasangan, barangkali kau mengajak nya. Aku yakin dia merindukan hubungan kalian yang dulu."

Perkataan Luke benar-benar membuat ku stres, dan terpojok. Tapi aku ingat tampang Ruth di pesta kemarin, dia bahkan tidak menoleh ke arah ku, seperti dia melihat orang yang tidak ia kenal. Membandingkan kedua hal itu membuat ku tidak sependapat dengan Luke.

"if i were you, i will definetly ask Ruth out," ungkap Luke, "Mungkin ia baru sadar kalau menjauhi mu bukan hal yang tepat. Aku rasa dia menyesal mengabaikan mu, Cal. Dan dia malu untuk memulai segala nya duluan. Ruth itu selain pintar, dia sangat jual mahal."

Aku mulai gelisah, "Luke, seriously, i don't know what to do,"

"Kau takut dia menjauihi mu lagi?" Luke bilang, "Ini kan hanya prom, setelah prom selesai, yasudah kalian boleh masing-masing lagi, ya 'kan?"

"Yah, ya sudahlah," Aku menyetujui, "Sekarang kita harus urusi kau dan Lindsay. Kurasa masalah mu lebih besar."

***

    Rumah menawan, gadis menawan. Aku tidak pernah bicara dengan Lindsay dengan durasi yang lama dan aku belum pernah mendengar suara nya dengan jelas, suara nya yang sebenarnya. Luke mengobrol dengan gadis berambut panjang itu, aku ingat warna rambut nya tidak secoklat mata nya sebelum libur mulai, dia dulunya pirang.

Aku hanya berdiri di belakang Luke sambil senyum-senyum ramah setiap kali Lindsay melirik ku, lalu mengecek ponsel ku lagi. "Yah, sebenarnya aku sudah memesan gaun merah muda, tapi aku tau kau akan keberatan menggunakan dasi merah muda, ya 'kan?" Lindsay bilang, aku menatap ponsel ku, membuka pesan.

"Kalau kau suka, aku tidak akan keberatan, sih." Balas Luke tanpa nada menggoda sedikit pun. Aku mencari sesuatu dari kumpulan pesan itu.

"I think we both can rock a blue, since your eyes.. You know--" Lindsay berkata. Aku berhenti ketika melihat nama Ruth di bagian bawah tumpukan pesan.

"Everyone always be like that, if you don't mind blue then it's totally fine." Luke menambahkan. Aku membuka pesan Ruth, Januari 19, itu terakhir kami bicara.

"Blue. Without feeling blue." Lindsay tertawa. Aku membaca ulang percakapan ku dengan Ruth terakhir kali, waktu itu pukul 7 malam, aku bertanya buku apa yang dia cari di perpus karena waktu itu aku melihat nya kebingungan di dalam perpustakaan sekolah, aku tidak pernah ke perpus sekolah kalau memang di butuhkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di lapangan atau ruang musik. Tapi waktu itu aku hendak pulang sehabis latihan sepak bola, lalu aku lihat dia di dalam perpus. Maka aku bertanya demikian, lalu ia membalas; 'Bukan hal penting, hahaha.' Dan aku membalas; 'Kau tidak akan terlihat sepanik tadi kalau begitu, lol.' Dan selesai, sampai hari ini tidak ada percakapan lagi. Ruth mulai menjauh keesokan nya.

"Calum, let's go!" Aku mendongak, Luke sudah menyentuh gagang pintu mobil ku, aku bahkan tidak sadar Lindsay sudah masuk ke dalam rumah nya.

[ ]

a/n

Dig for a Reason (c.h)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang