I Want Hear Your Voice Chapter 1

4.3K 201 37
                                    

I Want Hear Your Voice
Author: Luksa Gyueren Kyuzizi.

__
Impian Sunggyu adalah menjadi seorang penyanyi.
Bernyanyi di hadapan orang-orang.
Akan tetapi, jangankan menyanyi.
Dia bahkan tidak bisa berbicara...
___
Sma Sunwha rutin mengadakan festival musik setiap tahunnya karena sekolah ini memang menitikberatkan pada industri hiburan musik. Hari ini pun lebih ramai dari biasanya karena ada lomba musik pasca penerimaan murid baru.
'Dia menang lomba lagi?'
'Siapa?'
'Sudah jelas kan?'
'Nam Woo Hyun'
'Suaranya keren, orangnya juga keren'
'Tapi kadang dia membuatku illfeel'
Nam Woo Hyun menjadi bahan perbincangan lagi, dia adalah siswa kelas 3F yang dikenal memiliki suara emas. Setiap tahunnya Woohyun selalu memborong piala di acara musik sekolah, anaknya ramah, ceria, lady killer dan kadang memang sifatnya berlebihan karena sering beraegyo. Walaupun terkenal tapi Woohyun tidak sombong, ia hanya sombong kalau sedang kebanyakan uang; traktir ini-itu ke teman-temannya.
"Ayo kita makan-makan." ajak Woohyun. "Enam orang kan? gampang, aku yang traktir."
Anggap saja ini acara makan-makan pesta kemenangan Woohyun yang kesekian kalinya di acara pensi sekolah. Ia dan keenam temannya memilih restauran sushi yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sebagai anak tunggal dari keluarga elit, Woohyun memang terbiasa hidup enak, tapi kadang ia tak sadar bahwa ada beberapa dari temannya yang bergaul dengan ia karena keuntungan semata.
"Kau bernyanyi untuk siapa?' tanya Lau sambil mencabik-cabik kepiting rebus yang ia pesan.
"Untuk para wanita." balas Woohyun.
"Dasar playboy." timpa Henry.
"Aku bukan playboy." Woohyun langsung menyela.
"Dia baik ke semua perempuan." Lau menebak-nebak. "Kenapa tidak cari pacar saja sana."
"Belum menemukan yang tepat." Woohyun menyeruput tehnya.
"Tipemu seperti apa?" Chen ikut penasaran.
Woohyun berfikir sejenak, "Yang cantik, seksi, manis dan manja."
"Masa sih?" tanya Henry dan Chen secara bersamaan.
Ketujuh namja itu asyik mengobrol masalah perempuan sambil makan-makan, sampai obrolan mereka terhenti saat mendengar ada tamu yang marah-marah pada seorang pelayan restauran.
"DIA MENJATUHKAN MINUMAN KE KEMEJA PUTIHKU, TAPI DIA HANYA MENUNDUKAN KEPALA TANPA MENGATAKAN MAAF!" bentak seorang bapak-bapak tua pada seorang pelayan bermata sipit yang membawa nampan, pelayan itu tampak bingung dan ketakutan.
Sang pemilik restoran sampai turun tangan dan minta maaf berulang kali;
"Maafkan kami pak, pelayan kami yang ini memang tidak bisa bicara. Sebagai permintaan maaf, semua yang anda pesan gratis."
Awalnya bapak itu tetap marah-marah, tapi setelah mendengar alasan logis bahwa si pelayan tak minta maaf karena bisu, akhirnya ia mencoba memaklumi.Keramaian ini pun tak berlangsung lama, si pemilik restoran hanya menghela nafas panjang.
"Sunggyu, sebaiknya kau lebih hati-hati." kata si pemilik restoran.
Woohyun dan keenam temannya memperhatikan kejadian itu,
"Kenapa mempekerjakan orang bisu sih." kata Henry.
"Dia kan hanya sedang cari uang." balas Jaeha.
Woohyun sepertinya tidak terlalu mempedulikan hal itu, ia kembali sibuk memainkan gadgetnya dan membalas pesan dari para fansnya.
__
Tak pernah ada kata kebetulan, semua yang terjadi adalah takdir, takdir yang menuntun kita untuk bertemu dengan seseorang maupun dihadapkan dengan sebuah situasi.
Sekitar jam sembilan malam, saat sedang asyik santai di kamarnya sambil bermain gitar, senar gitarnya putus dan nyaris mengenai matanya.
"Phew... nyariss..." Woohyun menatap gitarnya yang ompong tanpa satu senar. Ia melihat jam di atas meja, lalu bergegas pergi keluar, atau lebih tepatnya; ke toko musik.
-Saxo Music Shop- Dari nama tokonya, mungkin sebagian orang mengira bahwa di toko ini hanya menjual saxophon, tapi ternyata toko ini menjual banyak perlengkapan alat musik. Woohyun asyik memilih beberapa senar untuk gitarnya, saat itulah ia melihat seorang pria yang tak asing, pelayan yang tadi siang kena marah.
"Lho? kau kerja disini juga?" tanya Woohyun.
Si pelayan restauran yang kini menjadi pelayan toko itu hanya diam memperhatikan Woohyun, kemudian ia menaruh barang-barang di etalase dan mengabaikan Woohyun.
"Kau mau beli apa?" tanya bibi yang menjadi kasir toko.
"Senar gitar akustik." Woohyun lalu mendekatkan kepalanya ke si bibi dan bicara pelan, "Bi, memang lelaki itu bisu ya?" ia menunjuk Woohyun.
"Kenapa? kau tertarik?" si bibi malah mengejek.
"Aku kan hanya tanya." balas Woohyun, ia kesulitan mengambil dompetnya di saku karena terhalang Ipodnya.
"Setahuku, dia tak pernah bicara sepatah kata pun. Dia kerja di tiga tempat dalam sehari. Restauran, agen distributor majalah, lalu disini."
"Memangnya dia tidak sekolah?" Woohyun masih belum puas bertanya.
"Dia berhenti sekolah. Lagipula, bukankah harus ke sekolah khusus untuk orang yang seperti dia yang bahkan tidak bicara."
"Siapa namanya?"
"Kim Sung Kyu, panggil saja dia Gyu."
Woohyun yang selama ini hidup serba kecukupan dan senang, baru kali ini berhadapan langsung dengan orang seperti Gyu.
Tidak ada teman berbicara... apa Gyu tidak kesepian ya?
Woohyun lalu memberanikan diri untuk menyapa Gyu.
"Hai, kau kerja disini? tadi siang aku melihatmu di restauran." sapa Woohyun.
Gyu diam sambil mengangkat sebelah alis, seolah mengatakan 'lalu?'.
"Aku Nam Woo Hyun." Woohyun mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, tapi Gyu mengabaikannya lagi dan sibuk memasukan packing harmonika ke dus.
"Gyu, dia tertarik denganmu." kata si bibi dengan suara lantang dari arah meja kasir.
Gyu mengeluarkan ponsel dari sakunya, ia terlihat cepat mengetik sesuatu lalu menunjukan layar ponselnya, di layar itu Gyu mengetik teks 'Kau mau apa?'
Ah... Woohyun baru mengerti, mungkin begitulah cara Gyu berkomunikasi.
"Aku hanya penasaran."balas Woohyun.
Kali ini Gyu tak merespon dengan ekspresi maupun dengan balasan lewat ketikan, hal ini membuat Woohyun sedikit kesal.
"Kau tinggal dimana? Aku baru melihatmu." kata Woohyun. "Sepertinya kita juga seumuran."
Kali ini Gyu menjawab dengan ketikan, tapi yang ia ketik adalah;
'Bukan urusanmu'.
Well... mungkin Gyu kesal karena ada orang asing yang tiba-tiba serba ingin tahu tentangnya.
"Kenapa kau seperti itu?" Woohyun ikut kesal. "Orang bisu sepertimu seharusnya berterima kasih saat ada orang yang mau berteman denganmu."
Ups...Woohyun keceplosan, ia menutup mulut dengan kedua tangannya, tapi ia sudah terlanjur mengucapkan kalimat menyakitkan.
Ingin minta maaf tapi bingung, akhirnya Woohyun memilih untuk segera pergi dari toko.
///Dasar aku bodoh, Gyu pasti marah karena ucapan kasarku tadi///
Sesampainya di rumah, Woohyun kembali mengoprek gitarnya, ia tiba-tiba teringat sesuatu, ia merogoh sakunya, hanya ada dompet.
"Sial... Ipod ketinggalan di toko."
Ah yasudahlah... beli lagi saja Ipod baru.
_
Sementara itu di lain tempat, di kamarnya Gyu, ia pulang dari toko jam sepuluh, Gyu tidur santai di atas kasurnya sambil memegang sebuah Ipod berwarna biru milik Woohyun yang ketinggalan di toko. Gyu kelihatannya asyik mendengarkan apa yang ada di dalam Ipod, karena ternyata Ipod itu berisi lagu yang dinyanyikan langsung oleh Woohyun.
"SUNGGYU!" terdengar suara pria dari luar kamar. "BELIKAN AKU BIR! CEPAT!"
Gyu buru-buru menyembunyikan Ipod dalam laci, ia lalu membuka pintu dan di hadapannya ada pria berpakaian lusuh yang mulutnya bau alkohol, Gyu saja sampai menutup hidung.
Pria itu adalah ayahnya Gyu, ayah tiri. Orangtua kandung Gyu sudah lama bercerai, ibunya pergi merantau sementara Gyu tinggal berdua dengan ayah tirinya yang tak berguna karena terus-terusan menghabiskan waktu dengan berjudi dan mabuk menggunakan uang hasil keringat Gyu.
"JANGAN LAMBAN!" Pria itu mendorong Gyu sampai hampir terjatuh.
Cuaca di luar sangat dingin, Gyu meraih mantelnya lalu pergi ke store terdekat sebelum ayah tirinya itu mengamuk. Kehidupan Woohyun dan Gyu sangat bertolak belakang bukan? Woohyun punya keluarga baik yang hidup berkecukupan, ia juga punya banyak teman. Sementara Gyu, ia tinggal berdua dengan ayah tirinya yang tak jarang menghantamkan pukulan demi sebotol minuman keras, lelaki sipit itu juga menghabiskan harinya dengan bekerja tanpa teman mengobrol. Tapi Gyu juga menyimpan sebuah rahasia....
___
Woohyun kesal saat tahu bahwa toko Saxo Music tutup karena pemiliknya sedang keluar kota, padahal ia mau mengambil IPodnya. Tapi ada hal yang membuat Woohyun lebih kaget, ia melihat Gyu berdiri menunggu seseorang di gerbang tempat Woohyun bersekolah.
"Sunggyu?" Woohyun berjalan menghampiri. "Kenapa kesini?"
Gyu lalu mengeluarkan Ipod biru dari tasnya, lalu menyerahkannya pada Woohyun.
"Kau sengaja kesini untuk mengembalikan ini?" Woohyun seolah tak percaya tapi ia sangat senang. "Bagaimana kau tahu aku bersekolah disini?"
Gyu mengalihkan perhatiannya ke sisi lain, sepertinya ia tak mau menjawab pertanyaan itu.
"Maaf soal kemarin." kata Woohyun. "Aku sungguh sangat menyesal. Aku tak bermaksud bicara begitu."
Gyu lalu menggerakan tangannya dan membuat sebuah isyarat tangan yang sama sekali tak dimengerti Woohyun, Gyu hanya tersenyum.
"Apa kau mencoba mengatakan 'Tak apa-apa' ?" Woohyun menebak, Gyu menganggukan kepala.
"Eh Sungguh? padahal aku hanya asal tebak. Woah... mungkin lebih baik aku mulai belajar bahasa isyarat dengan tangan."
Pasti akan makan waktu yang lama bagi Woohyun untuk mempelajari bahasa isyarat, karena itulah Gyu mulai menulis sesuatu di ponselnya.
*Suaramu bagus*
"Kau mendengarkan isi Ipod ini ya?" Woohyun kaget.
*Apa kau membuat lagumu sendiri?*
"Tidak semuanya buatanku sih. Kau suka menyanyi?" Urgh... lagi-lagi Woohyun salah bicara, bagaimana mungkin Gyu menyanyi, bicara saja ia tidak bisa.
*Aku bermain piano*
"Benarkah!? Ayo kapan-kapan kita bermain musik. Hmm... Jam tujuh di rumahku, okay? Jangan menolak, toko musik tempatmu bekerja kan tutup. Nanti kita janjian di depan toko musik yang kemarin."
Di sekolah, Woohyun lebih bersemangat dari biasanya karena ia punya teman berbagi dalam hobinya bermusik, Gyu juga menjalankan pekerjaan pertamanya di restauran dengan semangat karena tak sabar menunggu nanti malam.
__
Waktu yang ditunggu pun tiba, Woohyun sampai di depan toko telat lima belas menit, ia melihat Gyu yang mengenakan mantel coklat muda dan syal biru tebal menutupi sebagian dari wajahnya.
"Maaf telat." Woohyun terengah-engah, ia tampaknya baru saja berlari. "Hei, kenapa menutupi sebagian muka dengan syal? aneh deh."
Gyu tak menjawab dan menggenggam syal yang dipakainya lebih erat. Perhatian Woohyun langsung tertuju pada tangan Gyu yang memar.
"Eh? kau kenapa?" Woohyun menarik lengan Gyu yang lecet-lecet, Woohyun juga menarik sebagian syal biru yang ternyata menutupi luka lebam di dagu dan leher Gyu.
"Astaga Gyu, siapa yang melakukan ini?!"
Gyu mengetik jawaban lewat ponselnya; *Ini bukan masalah penting*.
"Ini masalah penting!" bentak Woohyun. "Siapa yang melakukannya!?"
*Ayah tiriku*
"Dia keterlaluan, ayo temui dia."
Gyu memegang tangan Woohyun untuk mencegahnya.
"Malam ini kau menginap di tempatku saja." kata Woohyun, ia tidak tega jika lelaki di hadapannya ini harus menerima lagi banyak pukulan dari ayah tiri jahatnya.
Di rumah Woohyun, Gyu diperlakukan sangat hangat oleh orang tua Woohyun yang bahkan tak mempermasalahkan Gyu yang tak bicara. Ibunya Woohyun memasangkan perban dan plester di setiap lukanya Gyu.
Di kamarnya Woohyun ada banyak alat musik, seperti gitar, piano dan drum.
"Kau bisa main piano kan?" Woohyun minta Gyu agar memainkan sebuah lagu untuknya.
Benar saja, jari lentiknya Gyu sangat lihai dalam menekan tuts piano, ia membawakan sebuah lagu yang dinamainya One Tears.
"Ajari aku lagu itu." pinta Woohyun yang langsung duduk di samping Gyu yang masih asyik bermain piano.
Keduanya begitu akrab saat bicara tentang musik, Woohyun bahkan menyanyikan lagu berjudul Everyday untuk Gyu.
Meskipun Gyu tidak bicara sepatah kata pun... namun lewat permainan musiknya, Woohyun sudah langsung mengerti, keduanya asyik menghabiskan waktu dengan alat-alat musik dan juga nyanyian Woohyun.
Gyu menatap Woohyun yang sedang bernyanyi, bagi Gyu... bertemu orang seperti Woohyun adalah sebuah keberuntungan.
Woohyun tersenyum lebar melihat ekspresi Gyu memejamkan mata saat mendengarkan nyanyian Woohyun, Woohyun merasa sangat dihargai.
"Ternyata kau orang yang sangat menyenangkan." kata Woohyun sambil melirik Gyu.
Gyu lebih banyak tersenyum daripada sebelumnya, ia memang manis kalau tersenyum.
"Bagaimana dengan besok? apa kau akan bertemu lagi dengan ayah tirimu?"
Gyu terdiam, mungkin ia pun bingung. Woohyun ingin Gyu tinggal disini saja bersamanya, tapi ia tak bisa mengekang Gyu karena tahu bahwa lelaki di hadapannya ini punya kehidupan juga.
Untuk malam ini sebaiknya tidur dulu saja, lagipula sudah jam sebelas malam. Kasurnya Woohyun besar jadi muat untuk dua orang.
"Kau mau mengajarkanku bahasa isyarat?" tanya Woohyun.
Gyu menggerakan tangannya dengan cepat, ia menjawab dengan isyarat.
"Aku tidak mengerti~!" Woohyun tak sabaran. Lagi-lagi Gyu harus bicara lewat teks di ponselnya.
*Kenapa tiba-tiba kau ingin belajar bahasa isyarat?*
"Kenapa?" Woohyun balik bertanya "Tentu saja agar bisa mengobrol lancar denganmu."
Gyu cukup kaget mendengar respon dari Woohyun, ia menenggelamkan wajahnya dalam selimut dan merasakan kehangatan selimut tebal abu-abu yang memiliki aroma wangi khas Woohyun. Tak hanya badan yang hangat berbalut kain tebal, perasaan Gyu pun menjadi hangat karena kebaikan Woohyun dan juga keluarganya.
"Gyu?" Woohyun melirik ke sebelah, ternyata Gyu sudah tertidur. "Wah... padahal aku masih ingin ngobrol."
___
Malam itu Gyu bermimpi... ia berdiri di sebuah panggung besar, di hadapan jutaan penonton, ia memegang mix, musik pun sudah mengalun.
Gyu kebingungan harus bagaimana, sampai akhirnya penonton dari barisan depan marah karena Gyu tak kunjung menyanyi. Ia memegang mixnya semakin kencang sampai tangannya berkeringat, kemudian muncul ayah tirinya Gyu di sisi panggung.
"Kau? Menyanyi? jangan buat aku tertawa, bicara saja tidak bisa."
Suasana panggung yang seharusnya menyenangkan justru berubah menjadi hawa yang menakutkan, Gyu ingin berteriak tapi dia tak bisa.
Dada Gyu semakin sesak... saat ia membuka mata, di hadapannya ada Woohyun yang sedang tidur sambil memeluknya.
"Dia memang begitu." kata ibunya Woohyun yang berdiri di pintu kamar. "Woohyun! bangun! Sunggyu bisa sesak nafas kalau kau peluk seperti itu."
Woohyun tak juga bangun, ia masih pulas tertidur. Gyu pelan-pelan keluar dari cengkraman Woohyun yang kuat.
"Dia tidak bisa diam kalau sedang tidur." kata ibu Woohyun. Ia lalu membuka gorden jendela sampai sinar matahari jatuh tepat mengenai kasur.
"Eomma... aku masih ngantuk." Woohyun menutup kepalanya dengan bantal.
"Nanti kau telat."
Butuh waktu lama sampai akhirnya Woohyun membuka kedua mata. Ibu dan ayahnya Woohyun tidak mengizinkan Gyu pulang sebelum sarapan.
"Pagi ini kau kerja di distribusi majalah kan?" tanya Woohyun, dijawab dengan anggukan Gyu. "Aku juga mau berangkat sekolah, kita berangkat bareng."
Jong Tae, sopir keluarga Nam, bertugas untuk mengantarkan Woohyun ke sekolah, kali ini ia juga mengantarkan Gyu sampai ke tempat kerja.
"Kapan-kapan kita main lagi, okay." pinta Woohyun saat Gyu turun dari mobil.
Gyu membentuk huruf V dengan jarinya, Woohyun menganggapkan sebagai jawaban 'Iya'.
Beberapa dari teman Woohyun mulai merasa aneh dengan Woohyun yang mulai rajin mempelajari bahasa isyarat dari youtube dan internet. Biasanya Woohyun paling malas belajar, tapi sekarang ia mendadak rajin ke perpustakaan.
Jika benar-benar serius ternyata bisa, ada banyak kosakata baru yang sudah Woohyun kuasai seharian ini, ia ingin mengejutkan Gyu dengan kepiawaiannya berkomunikasi via tangan. Sepulang sekolah, Woohyun mengajak teman-temannya ke restauran tempat Gyu bekerja. --aku ingin memberinya kejutan-- itulah yang ada dalam pikiran Woohyun.
Tapi Gyu tak kunjung muncul, apa dia libur? Woohyun juga lupa minta nomor telepon Gyu.
Satu hari berlalu... dua hari... tiga hari... Gyu sama sekali tidak muncul di tempatnya bekerja. Distribusi majalah, restauran, saxo musik, apa mungkin Woohyun salah jadwal?
empat hari... lima hari... Woohyun semakin pandai menggunakan bahasa isyarat, tapi orang yang ingin ia temui justru tak muncul.
Di hari keenam akhirnya Woohyun bertanya langsung pada manajer restauran tempat Gyu bekerja.
"Sunggyu sudah tidak masuk kerja selama enam hari, katanya sedang tidak enak badan."
"Boleh saya minta alamat rumahnya?" pinta Woohyun.
"Aku tulis di note ya. Sampaikan salamku untuknya."
Berbekal alamat di kertas dan buah-buahan, Woohyun berkeliling mencari rumahnya Gyu yang ternyata cukup jauh.
"Rumah nomor 314?" Woohyun melihat nomor rumah yang sebagian catnya sudah mengelupas. Rumahnya Gyu tergolong sederhana dengan tembok berwarna hijau pastel, pagar cokelat dan pintu cokelat tua.
"Permisi..." Woohyun mengetuk-ngetuk pintu. "Permisi~"
Baru juga menunggu dua menit, Woohyun sudah kesal, ia langsung menggedor-gedor pintu.
"Sunggyu! Ini aku Woohyun! Buka pintunya!"
Bibi tetangga sebelah melirik Woohyun dari balik pagar rumahnya yang bersampingan dengan rumah Gyu.
"Kau masuk saja ke dalam." kata si bibi. "Kuncinya ada di bawah pot bunga di depanmu itu."
Woohyun menoleh ke sisi kanan, ia melihat pot bunga kecil lalu mengambil kunci yang disembunyikan di bawahnya.
"Thanks bi!"
Serasa rumah milik sendiri, Woohyun langsung membuka pintu rumah, di dalam sangat gelap karena lampunya tak dinyalakan.
"Gyu?" Woohyun menelusuri ruangan. Ia berhenti di kamar sempit yang pintunya terbuka, ia bisa melihat Gyu sedang tiduran di kasur.
Ada yang aneh, isi kamar Gyu sangat berantakan. Vas bunga pecah, buku-buku berjatuhan dari rak, seperti habis terjadi sebuah perkelahian.
"Kau baik-baik saja?" Woohyun menghampiri Gyu yang....
Oh, ini sudah keterlaluan... Woohyun sangat marah.
Wajah Gyu lebam, bibirnya berdarah seperti bekas dipukul. Tangan mulusnya Gyu juga lecet terkena serpihan kaca vas bunga.
"Perbuatan ayah tirimu!?"
Dengan cepat Woohyun bicara lewat isyarat tangan, Gyu kelihatan kaget melihatnya.
Woohyun mengatakan *Jangan khawatir*.
Gyu menolak, ia menangkis tangan Woohyun yang berusaha mengulurkan bantuan.
"Jangan keras kepala!" bentak Woohyun. "Kau tahu... baru kali ini aku benar-benar merasa khawatir dan peduli dengan seseorang."
Woohyun berkeliling ruangan mencari kotak P3K, sementara Gyu terdiam dalam bingung karena ada tamu tak diundang yang baru saja membentaknya dan kini berseliweran di rumahnya.
"Tapi ini sudah keterlaluan." kata Woohyun sambil memasangkan plester disisi mulut Gyu.
"Mulai sekarang kalau ada sesuatu, jangan ragu untuk menghubungiku, nanti aku simpan nomorku di ponselmu. Mengerti?"
Gyu tak menjawab dengan anggukan ataupun isyarat, ia hanya cemberut.
*Kenapa?* Gyu bertanya dengan bahasa isyarat.
Woohyun tahu bahwa Gyu adalah orang yang keras kepala dan harus berulang kali bicara dengan Gyu agar namja sipit itu percaya.
Bicara panjang lebar pun sepertinya percuma...
Woohyun memegang kedua lengan Gyu, menatap lurus, dan perlahan ia memajukan wajahnya dan memberikan ciuman tepat di bibir Gyu.
"Sepertinya aku sudah benar-benar tertarik denganmu." kata Woohyun. "Karena itu, tolong jangan buat aku khawatir."
Gyu tentu saja sangat terkejut dengan serangan dadakan dari Woohyun, tapi orang yang baru saja menciumnya itu justru sibuk memperhatikan empat piala yang ada di atas meja.
Di piala itu tertulis;
'Kontes menyanyi juara I Sungkyu', semua pialanya adalah piala penghargaan yang membuktikan bahwa Gyu memiliki suara bagus.
"Kau? menyanyi? tapi... bukannya kau... bisu?" tanya Woohyun.
Gyu diam sejenak lalu menjawab dengan isyarat;
*Aku berhenti bicara lima tahun lalu*
"Kenapa?"
*Aku tak bisa menceritakannya*
"Apa sesuatu yang buruk terjadi di masa lalu sampai kau memutuskan untuk tidak lagi bicara?"
Gyu mengangguk dengan yakin.
Lagi-lagi tanpa peringatan Woohyun memeluk Gyu.
Selama lima tahun kau hidup seperti ini?
Menahan diri untuk bicara meski dalam keadaan sulit seperti apapun.
Selama lima tahun pula tak ada seorang pun yang mendengar suaramu.
Kenapa? Kenapa kau berbuat sejauh ini? Apa yang membuatmu seperti ini?
"Aku tak tahu apa yang terjadi denganmu di masa lalu sampai kau memutuskan untuk tak bicara, kau menanggung semua kesulitan ini sendirian. Aku ingin kau tahu, kali ini kau tak sendiri karena ada aku. Semua yang terjadi padamu, bagaimana kau ke depannya nanti..." Woohyun memeluk Gyu semakin erat. "Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya untukmu."
Seseorang yang begitu tulus menyayanginya....
"Karena itu..." Woohyun menatap Gyu. "Kau tidaklah bisu. Aku akan menjadi orang pertama yang mendengarkan suaramu. Semua hal buruk yang terjadi padamu, ceritakanlah padaku. Walaupun hanya satu patah kata, bisakah aku mendengarkan suaramu?"
Gyu masih menutup mulutnya rapat-rapat, tak mudah baginya untuk bicara setelah bertahun-tahun berperan sebagai orang bisu.
Kali ini Woohyun membelai lembut wajah Gyu, seolah menghapus segala kekhawatiran Gyu. Untuk kedua kalinya, Woohyun kembali mengecup kening Gyu sambil memejamkan mata, kedua tangannya memeluk lembut wajah Gyu.
Gyu menatap lelaki di hadapannya ini. Lelaki itu mungkin lebih muda darinya, tapi umur tidaklah masalah. Gyu masih bisa merasakan sakit di sekujur tubuhnya karena perlakuan ayah tirinya yang kadang membantingnya ke lantai dan memukulnya tanpa ampun, namun pelukan Woohyun perlahan mengobati rasa sakitnya.
Apa benar... ini sudah saatnya bagi Gyu untuk membuka diri dan menyudahi penyiksaan yang ia alami selama lima tahun terakhir? Dadanya begitu sesak, karena bagaimanapun juga ia sudah menutup diri selama lima tahun, menderita seorang diri tanpa ada yang tahu.
Gyu tidak mungkin bisa sembuh dari traumanya, tapi pelan-pelan Woohyun akan menuntunnya.
Untuk pertama kalinya... suara yang tertahan selama lima tahun...
Gyu membuka pelan mulutnya, kata pertama yang ia ucapkan setelah membisu selama bertahun-tahun adalah...
"Woohyun." kata Gyu, pelan.
Woohyun kaget bercampur bahagia. Ini adalah awal... ia akan membuat Gyu bicara lebih banyak lagi, menariknya dari masa lalu kelam. Gyu memang enggan menceritakan masa lalunya yang membuat ia terpaksa berhenti bicara, tapi Woohyun yakin suatu saat nanti Gyu pasti mau berbagi cerita dengannya.
Kau memiliki suara yang merdu dan lembut.
Aku ingin orang-orang tahu bahwa kau bisa bicara.
Sebuah suara bisa mewakilkan segalanya.
Aku juga ingin kau menyanyi untukku.
Sungguh sangat disayangkan jika suara indahmu harus disembunyikan karena hal buruk yang selama ini kau hadapi sendirian.
Aku akan selalu bersamamu, menemanimu untuk menemukan kembali suaramu yang hilang.
Sunggyu, kembalilah berbicara.
Aku ingin mendengar suaramu...

To be continued

Chapter selanjutnya di Private dan hanya bisa dibaca oleh Follower saja.

I Want Hear Your Voice (IWHYV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang