05. Black Glasses

282 37 7
                                    

Dari dulu aku memanglah korban pem-bully-an orang lain. Tempat orang lain memberikan tekanan kejiwaan yang berlebihan. Hingga membuatku seperti ini, bertambah kuat setiap harinya. Luka yang sakit sudah kuanggap biasa. Suatu hari, aku bertemu seorang swot yang sedang membaca buku di sebuah taman bermain. Sepertinya dia adalah seorang kutu buku yang pintar. Dia sangat terkenal dan menyabet juara 1 pada kompetisi sains. Dia dapat membuat alat-alat aneh dan obat-obatan yang mengerikan. Dia memberiku tahu tentang dunia yang tidak kuketahui.

"Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano CN, dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Senyawa ini sangat beracun. Namun dujual bebas untuk racun tikus. Padahal manusia pun bisa mati karena racun ini.", jelasnya.

"Mati karena sel-sel darahnya rusak dan tak bisa menyerap oksigen.", tambahku.

"Benar. Kau tahu? Belakangan ini sianida digunakan untuk membunuh orang."

"Ironis sekali."

"Kau tahu? Kau itu orang yang cerdas. Kau bisa menang melawan preman sialan itu dengan taktik dan strategi.", ujarnya dengan penuh percaya diri.

"Benarkah?"

Dia memberiku pengetahuan tentang betapa singkatnya hidup ini dengan kutipan favoritnya, "Seorang kutu buku hidup 1000 kali sebelum dia wafat. Sedangkan manusia biasa hanya hidup 1 kali sebelum mereka meninggal". Itu benar. Aku merasakan jalan hidup yang berbeda saat aku membaca buku. Seperti telah mengalami kisah itu sendiri dan berada di dalamnya sebagai seorang pengamat atau tokoh utamanya. Sejak saat itu aku mulai membaca buku dan menjadi kutu buku sepertinya. Hidupku sangat bermakna karenanya. Kebahagiaan hidup yang tak berlangsung lama.

Suatu saat dia menyelamatkanku dari preman sekolahan yang akan mem-bully-ku. Dia melawan preman itu dengan semua ilmu yang dimilikinya, mengerjainya dengan racun yang melumpuhkan, bukan mematikan. Dia membuat gas beracun yang dapat melumpuhkan syaraf gajah sekalipun. Saat preman itu hendak mendekatiku, dia membocorkan gasnya tepat di depan preman sekolahan itu dengan berani. "Beraninya kau menyakiti temanku!", geramnya saat preman itu sudah lumpuh kemudian menginjaknya berkali kali. Kemudian hidup kami bahagia tapi tidak selamanya.

Banyak pengetahuan yang kudapat dari kutu buku ini. Dia merupakan murid pindahan yang sangat pendiam. Dengan begitu, aku berteman dengannya dan mempunyai hidup baru yang tidak menyiksaku. Namun setelah itu kejadian naas menimpanya. Saat dia siksa habis-habisan aku hanya bisa memandangnya walaupun aku berada di dekatnya. Tubuhku diinjak preman sekolahan dengan kuat sampai aku hanya bisa terdiam sampai semuanya usai.

Suara 'bip bip bip' memenuhi kamar rumah sakitnya. Sangat nyaring. 3 hari setelah kejadian itu dia belum juga sadar apa yang akan terjadi nantinya? Semua ini karena aku. "Dasar tak tahu malu! Setelah kau melibatkan anakku, kau masih berani datang kemari?! Dasar bocah sialan!", bentak orang tuanya padaku. Aku hanya bisa merunduk sambil meminta maaf. Sekarang aku sedang menunggu kesadarannya pulih dan dia benar-benar pulih.

"Yuuki...", gumamnya saat melihatku.

"Yokatta! Kau masih mengingatku.", ujarku dengan senyuman.

"Tentu saja. Tak mungkin aku melupakanmu.", dia membalas senyumku. Betapa baiknya dia bahkan setelah preman itu membuatnya kritis karenaku dia masih bisa tersenyum. "Oh, orang tuaku sudah kembali. Bye..."

"Jaa ne..."

Dan keesokan harinya datang berita duka yang benar-benar membuatku terpukul. Temanku telah meninggal karena luka dalam yang dideritanya. Saat itu aku benar-benar terpuruk di kamarku. Aku sungguh terlihat menyedihkan saat itu. "Pergilah ke sekolah!", Papa memukulku dan memaksaku pergi ke sekolah. Aku tak tahu harus menunjukkan wajah bagaimana saat pergi ke sekolah. Aku malu pada diriku sendiri karena telah membunuh temanku yang paling berharga. Satu-satunya orang yang peduli padaku. Gigiku gemeretak karena malu saat preman sekolahan itu berdiri di hadapanku, mengejek dan menertawakan betapa lemahnya aku. Aku tak lebih dari seekor babi yang lemah.

Semua orang berbisik-bisik dan membicarakanku. Aku tahu apa yang dibicarakannya. Tentang peristiwa itu, pasti. Aku melihat fotoku penuh coretan merah karena dikira bekerja sama dengan preman sekolah untuk membunuhnya. Apalagi alasannya kalau tidak karena rangkingku di sekolah selalu naik turun dengannya. Aku diduga merencanakan pendekatan padanya kemudian ketika aku dipercaya olehnya, aku menghubungi preman sekolahan dan menyuruh mereka menghabisinya. Kau pikir aku ini manusia macam apa? Menghabisi teman dan sekutu? Bodohnya. Aku tetap sendiri sampai orang itu datang.

Metamorphosis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang