Di tahun berikutnya, pertengahan semester, sebelum aku melihat wajah penyesalan, setelah aku hampir mati kerena 'demam' dan setelah aku kehilangan mata kananku, aku mendengar ada murid pindahan. Yang benar saja? Di pertengahan semester? Tak biasa. Kemudian aku melihat seorang gadis yang cantik bagai tuan putri memasuki kelas dan memperkenalkan dirinya dengan sopan sebagai Kazuka Ranmaru. Dia memilih duduk di sampingku tapi aku yakin dia akan pindah setelah mengetahui suasana menyedihkan duduk di sampingku. Sehari saja dia akan pergi dari pandanganku seperti orang lain.
Dia adalah tipe gadis yang sangat peduli terhadap sesama dan keras kepala. Itu terbukti saat dia menemaniku di ruang kesehatan setelah preman itu datang lagi. Kami berdebat hebat dan sama-sama keras kepala. Aku adalah tipe manusia yang berbeda dengannya. Hidupnya pasti sangat bahagia, berbeda dengan hidupku yang penuh duka dan kelam.
"Apakah rasa peduli tidak diajarkan di sekolah ini? Aku kira sekolah ini sekolah elite. Ternyata banyak sekali keburukan di dalamnya.", jawabnya dengan penuh rasa kecewa. "Buktinya, tak seorangpun mempedulikanmu!"
"Itu pengecualian. Pergilah. Kau akan pulang dengan luka jika terus bersamaku." Aku hanya tak ingin orang lain terlibat lagi dalam duniaku yang busuk.
Dia menghampiriku dengan baskom berisi handuk basah dan air dingin kemudian mengompres lukaku. "Apa salahnya jika aku peduli denganmu?", bantahnya. Aku membuang dan membanting lengannya. Hatiku ingin membentaknya untuk menyuruhnya pergi dengan kasar. Tapi siapa aku? Aku hanyalah orang pesakitan korban bully.
"Aku bisa melakukannya sendiri. Pergilah atau kau akan berakhir menjadi pelacur.", cerocosku dengan keras kepala. Tapi itu memang benar. Aku tak ingin gadis cantik yang baru membangun pamor sepertinya menjadi pelacur karena preman yang membiarkan nafsu binatangnya keluar.
"Siapa yang membuat luka separah itu pada matamu dan lehermu?"
"Bukan urusanmu. Walaupun aku ceritakan, kau takkan pernah mengerti. Kau berbeda dariku." Aku berbeda sekali dengannya. Aku mengalami hal buruk lebih banyak darinya. Hidupku lebih menyakitkan dari hidupnya.
"Berbeda?! Aku sama sepertimu! Apa yang membuatku sangat keras kepala?!", bentaknya. Salah!
"Aku hanya tak ingin orang lain terluka. Lebih lama lagi, kau akan berakhir dengan bunga putih.", gumamku. Dia meninggalkan ruang kesehatan dengan kesal dan sebal.
Ini adalah jalan yang terbaik. Aku harus bisa melawan dengan caraku sendiri. Aku tak ingin dia mati, seperti orang lain. Tapi aku akan menghargainya karena telah tersenyum dan berusaha menolongku. Jadi... aku akan melawan dengan senyum. Tapi hari ini adalah salahku. Aku membawa uang yang sedikit karena membeli sianida. Proses melawan yang baik. Aku akan menggunakan otakku untuk menyerang balik dunia yang menolakku dengan cara ini, aku menggunakan saran dari mendiang teman kutu buku 2 tahun lalu.
Di perjalanan pulang, aku melihat Kazuka Ranmaru duduk terluka di pinggir jalan dengan hidung yang mimisan. Ayolah ini masih hari pertama. Aku meminta maaf dan mengulurkan tanganku padanya. Dengan lirih dia berkata, "Gomenasai..."
"Besok duduklah di tempat lain dan jangan bicara lagi denganku. Hidupmu sudah cukup bahagia dan jangan kau kotori dengan mimpi buruk yang kau dapat dariku.", ujarku kemudian meninggalkannya.
Aku pergi meninggalkannya dan berjalan menuju ke rumah. Itulah yang terjadi setiap kali ada orang yang memperhatikanku. Semuanya akan pergi dengan membawa luka. Dahulu aku punya dua teman, seorang kutu buku yang cerdas dan seorang atlet karate. Keduanya merupakan teman yang pergi dengan membawa luka terdalam sampai akhir hayatnya. Aku membawa penderitaan bagi orang lain. Sebuah kutukan selalu kuberikan pada orang lain yang dekat denganku. Diriku ini tak lebih dari orang biasa yang membawa kutukan seperti penyihir hitam yang membawa penderitaan. Jadi untuk apa aku hidup? Kejadian ini merupakan kejadian kesekian kalinya dalam hidupku. Aku sudah mengutuk puluhan orang dengan kekuatan magis yang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorphosis [END]
Tajemnica / Thriller[BELUM DIREVISI] Di-bully di luar rumah, di siksa di dalam naungan keluarga. Setiap hari, bagai tak ada hidup tanpa luka. Kehidupan yang bahagia hanya angan-angan dalam mimpi yang terlupakan. Hidup ini tak lebih dari sekedar siksaan untuk masokis...