Dua

65 9 2
                                    

Hannah Blue merasa kewalahan sepanjang hari itu. Pria yang berjalan lurus di depannya saat ini benar-benar memiliki postur tubuh yang sangat sempurna. Dia berjalan seolah-olah mengikuti irama musik RnB yang memang kadang, harus diakui, membuat Hannah merasa lebih percaya diri dalam merebut hari untuk menetapkannya menjadi Hari Hannah Sedunia. Khayalan akan Hari Hannah Sedunia terus berlanjut, dan kini gadis itu tersenyum-senyum memikirkan apa yang akan dilakukan oleh orang-orang di seluruh dunia untuk merayakan hari itu?

Rambut Hannah berwarna cokelat, keriting. Apa orang-orang akan mengenakan wig seperti rambutnya? Pasti akan sangat menyenangkan! Lalu jika dilihat dari cara berpakaiannya, Hannah lebih nyaman mengenakan kaus milik ayahnya, yang membuat dia terlihat tenggelam di dalamnya. Hannah kemudian termangu, bagaimana dengan orang-orang berukuran XXXL? Apa mereka masih bisa mendapatkan sesuatu agar bisa terlihat tenggelam juga?

"Hey, Justin?" Pria yang berjalan di depannya tidak menoleh. Padahal pria itu bernama Justin, dan Justin di depannya itu adalah satu-satunya Justin yang sudah ditemaninya sepanjang hari ini. Tapi Hannah terlalu penasaran untuk merasa kesal, jadi dirinya berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Justin.

Dia bertanya, menghadap ke kanan, dan apa yang dilihatnya adalah pemandangan dari sisi samping wajah Justin yang terpahat dengan begitu indah, "Apa ada sesuatu yang berukuran lebih daripada sekedar XXXL?"

"Apa?" Justin malah balik bertanya, namun dengan nada bertanya yang lebih terdengar seperti 'APA?!?!' saat seseorang mendapat suatu berita buruk yang sangat, sangat buruk.

"Kau serius ingin mendengar suaraku lagi? Lima menit yang lalu kau marah padaku dan membuatku malu dan berkata kau benci mendengar suaraku lagi. Tapi aku benar-benar penasaran dengan hal ini: sesuatu yang berukuran lebih besar dari XXXL. Kau malah bertanya balik dan memintaku mengulangi pertanyaannya. Kau memangnya mau mendengar suaraku lagi?"

"Oh—sial. Sial, Hannah. Hentikan lah diri dan omong kosongmu itu. Aku jadi tambah membencimu." Justin tengah depresi. Suatu depresi yang sangat, sangat, sangat, sangat berbahaya. Hannah menarik suatu kesimpulan dari situ: kalau di dunia ini ada sesuatu yang dapat diukur dengan 'sangat, sangat, sangat, sangat', dengan 4 buah kata sangat, pasti ada pula ukuran yang lebih besar daripada XXXL, sesuatu yang mengandung lebih dari 3 huruf x. Hannah berlapang dada dengan menerima jawaban itu.

"Aku bahkan masih tidak mengerti dengan apa yang telah kulakukan sampai-sampai kau tega membuatku malu seperti itu, seperti tadi. Apa kau ini memang benar-benar monster?" Cibir Hannah. Dia tidak benar-benar berniat untuk memulai sesi perdebatan sengit dengan Justin. Sebaliknya, dia langsung mengalah dengan membiarkan Justin berjalan di depan, tapi pria itu malah ikut menghentikan langkahnya.

Justin tidak mengatakan apa-apa, tapi dirinya menatap Hannah lekat-lekat. Hannah sendiri merasa sangat tidak nyaman. Jika digambarkan, ketidaknyamanan yang dirasakannya itu sama seperti ketika kau bermain-main dengan lem karena mencoba menjadi kreatif, namun akhirnya lem itu menempel lekat-lekat pada jemarimu hingga kering.

Semakin Hannah menghindar, semakin drastis pula jarak antara wajah Justin dengan Hannah berkurang. Gadis itu terlihat seperti tikus yang terperangkap, kepalanya menunduk dalam, dan kurang dari lima sentimeter di hadapannya, tatapan Justin tidak membiarkannya lolos kemana pun. Sejak mereka bertemu pertama kali di bangku SMA, Justin memang bisa diibaratkan sebagai dominan, sedangkan hampir sebagian gadis di sekolah menjadi submisifnya. Justin yang membuat aturan, mereka menjalankannya. Hannah sendiri termasuk submisif yang pasif, dia tidak menjalankan peraturan-peraturan Justin secara langsung. Hannah lebih seperti, setuju-setuju saja pada setiap tindakan yang dilakukan oleh pria itu walaupun tak tampak setitik pun kebaikan di dalamnya. 

Justin bisa saja terlibat perkelahian lima puluh kali dalam satu tahun di SMA, tapi diam-diam, di belakang Justin, saat semua orang menggeram kalau Justin merusak nama sekolah mereka, Hannah yang hampir tak terlihat oleh yang lain akan mengangguk-angguk penuh arti. Dia percaya bahwa Justin berkelahi untuk kebaikan. Jadi, jika dijelaskan menggunakan kalimat yang lebih bisa diterima oleh orang lain daripada dengan istilah dominan dan submisif, Hannah hanyalah seorang penggemar rahasia dari Justin Bieber, yang pesonanya dapat membuat para gadis terus mendekatinya. 

"Aku mencium aroma vanilla dan bunga lily dari rambutmu," adalah kalimat yang diucapkan Justin saat dirinya beranjak menjauh. Hannah bisa menghirup udara segar kembali sedalam-dalamnya, jadi dia melakukan itu cepat-cepat sebelum Justin bergerak lagi untuk menangkapnya langsung tanpa belas kasihan. 

Sekarang posisi mereka sudah seperti yang seharusnya. Justin berjalan penuh pesona di depan, Sang Dominan. Hannah di belakangnya, tidak mengharapkan apapun namun tetap mengikutinya begitu saja, sebagaimana sikap seorang submisif terhadap dominannya. 

Tapi tiga tahun setelah masa SMA berakhir, kenapa Justin terbangun pada dini hari dan malah mengirimi submisif pasifnya sebuah pesan? Justin tidak tahu, tapi nama Hannah Blue terdengar seperti rumah baginya. 

Maaf karena ceritanya belum jelasss, tapi aku bakal berusaha merangkai semuanya biar bisa lebih 'keliatan' kok. Hehehe, makasi buat yang udah vomments <3 semoga yang baca bagian ini sampe selesai juga berkenaan ngasi vomments yaa. Makasihh^^

Wind Drawings Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang