Tiga

48 5 1
                                    


16:59.

Hannah tersenyum ketika meyadari bahwa dirinya hanya harus menghitung sampai 60 untuk memulai langkah pertama dari rencana hidup versi dewasanya: bekerja untuk menghasilkan uang sendiri.

Dia sudah menunggu di depan bakery kecil berdinding bata itu sejak pukul empat sore tadi dan semangatnya belum luntur sedikit pun 59 menit setelahnya. Karena telah memutuskan untuk bekerja di sebuah bakery, Hannah merayu ibunya agar setuju membelikannya sebotol shower gel beraroma cotton candy. Ibunya bertanya, kenapa?

"Kau tahu, bakery selalu beraroma menyenangkan dan manis setiap waktu. Dan kau tahu, aku akan berada di dalam sana sampai pukul 10 malam nanti. Memang akan menyenangkan, sih, memiliki aroma tubuh seperti roti-roti hangat yang baru dikeluarkan dari panggangan, berbau seperti ragi, tepung dan gula. Kemudian kemarin malam aku memikirkan bahwa aroma cotton candy juga akan cocok dipadupadankan dengan itu semua. Bukankah menurutmu juga begitu?"

Menurut ibunya tidak.

Jadi, Hannah kembali berdiri untuk sebotol shower gel cotton candy-nya dengan berkata penuh percaya diri, "Aku berjanji kalau ini adalah terakhir kalinya kau mengeluarkan uang untukku. Kalau kau mau, aku akan mengembalikannya saat gaji pertamaku?"

17:00

Hannah hampir saja melompat di tempatnya berdiri saat alarm ponselnya berbunyi. Tertera tulisan, WAKTUNYA UNTUK KELUAR DARI ZONA NYAMAN, BUNG!, pada layarnya.

"OKE!!!!" Dia berteriak, tapi suaranya tertahan di dalam paru-paru. Pipinya terasa sakit karena tersenyum begitu lebar, tapi itu lah yang membuatnya lebih bersemangat: karena mengetahui dirinya tengah tersenyum begitu lebar.

Sudah lama dirinya tidak tersenyum seperti itu. Terakhir kali adalah saat Hannah berhasil melawan rasa takut untuk mengadu pada guru mengejanya di kelas satu bahwa teman duduknya memaksa untuk bertukar pakaian karena teman duduknya itu mengompol di celana. Hannah tersenyum karena berhasil melawan rasa takutnya, lalu saat akhirnya dia terbebas dari pakaian basah nan berbau pesing itu, senyumnya tambah melebar sampai-sampai terasa sakit. Mungkin itu adalah jenis rasa sakit yang sangat dirinya rindukan sampai saat ini.

Ketika mendorong pintu bakery, ada getaran suara lonceng yang merambat ke seluruh ruangan persegi itu untuk menyambut kedatangannya.

Bugh...dug...dug. 

Yang kemudian diikuti oleh suara orang terjatuh.

Tak...tak. 

Dan sepertinya suara tongkat-tongkat kayu yang dilempar ke suatu permukaan ubin yang keras itu adalah akhir dari penyambutan yang diterima Hannah di hari pertamanya bekerja.

"Harry, what have you done?! Are you alright, darling?"

Namun kemudian, keheningan dipecahkan oleh suara parau, bergetar, yang sangat khawatir. 

"What happened to him??"

Suara ini terdengar bahkan lebih khawatir dan terburu-buru.

"He slipped, I believe."

Suaranya tegas, mirip suara nenek Hannah yang merupakan mantan tentara.

Suara-suara yang lain sepertinya akan menyusul, jadi Hannah semakin merapatkan diri pada konter kasir, di sebelah rak-rak kaca yang dipenuhi roti berwarna-warni. Jemarinya digantungkan pada sisi konter kayu yang teramplas dan tampak mengilap itu. Hannah bisa mendengar banyak sekali gesekan mondar-mandir dari ruangan di seberangnya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wind Drawings Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang