"Kau tahu, kau sangat berharga bagiku,"
"Oh benarkah?"
"Kenapa? Kau ragu? Kau ragu padaku?"
"Tidak, aku tidak ragu aku hanya takut-"
"Maddiee... bisa tolong berhenti membacanya?"Madeline melirik dari bukunya, melihat Alfred yang sedang bertopang dagu. Madeline baru saja selesai memesan kacamata dan membeli novel romance baru.
"Kalau kamu mau ngebiarin aku bersandar di pohon ya, aku bakal diam," Dia kembali membacakan bukunya lagi dan Alfred mencebil.
"Maddie..." Alfred memberikan puppy-eyes nya pada Madeline. Awalnya dia tidak menyadarinya sampai dia melirik kearah Alfred, dan menyerah begitu saja ketika melihatnya.
Akhirnya, Madeline berhenti membaca dan Alfred bersenandung senang.
Mereka masih ragu-ragu untuk masuk rumah karena kejadian sebelumnya. Sudah berulang kali mereka berusaha menghubungi Francis agar datang secepatnya, tapi telepon tidak diangkat dan pesan tidak dibaca.
"Hei Maddie, kamu gak coba telepon orang lain gitu?" Tanya Alfred sambil berbaring diatas rumput yang lembut dibawah lampu taman di taman belakang rumah mereka.
"Siapa?"
"Ya, siapa aja, pacar kamu atau siapa kek,"
Wajahnya seakan bersinar kembali mendengar usul Alfred. Dia segera membuka telepon genggamnya dan menghubungi pacarnya.
Setelah satu dering, telepon terangkat. "Halo, sayang?" Tanya Madeline.
Alfred meringis mendengar kata 'sayang' dari Madeline. Entah kenapa, dia hanya merasa Madeline tidak cocok menyebut pacarnya 'sayang'.
"Kamu mau datang kesini? ... bukan! Bukan kaya gitu maksudnya! Jadi... iya-iya, aku butuh bantuan kamu. ... Bisa dengerin aku sebentar?"
Alfred menahan tawanya sendiri. Sebenarnya ia tertawa kepada pacarnya Madeline yang dimarahi olehnya. Setelahnya, Madeline menutup teleponnya.
"Jadi, gimana?"
Madeline membuang nafas, memasukkan hpnya kembali kedalam saku. "Dia nggak bisa datang,"
Alfred terlihat terkejut diluar tetapi menyeringai didalam. "Hah? Pacar macam apa itu?"
"Iya, dia gitu," Kata Madeline lirih.
"Bilang 'dia aneh, aku benci dia'," Alfred menunjukkan telunjuk didepan Madeline, tersenyum jahat.
Madeline terdiam, "hm hm,"
"Maddie! Bilang! Bilang!" Dia melompat-lompat seperti anak kecil yang baru diberi hadiah.
"Iya, dia..." Mata Alfred berkilau menunggu pengakuan Madeline. Alisnya tersungut kebawah dengan senyum yang lebar. "Dia aneh,"
"Yeay!!" Alfred mengacungkan kedua tangan.
"Tapi aku gak benci dia,"
"Yah..." Dia menurunkan tangannya. "Tapi Maddie, masa pacar kaya gitu—"
"Alfred," potong Madeline serius. Ujung bibir Alfred terlekuk kebawah. "Apa yang kamu sembunyikan?"
"Sembunyikan apa, Maddie?" Tanya Alfred balik.
Madeline menegakkan badannya sebelum menunduk kembali dan menatap Alfred dengan lemas.
"Cerita hidupmu dan kakakmu, Al,"
Alfred merinding dan tegang. Dia kaget Madeline menanyakan tentang cerita hidupnya dulu. Dia tidak mau mengingatnya lagi. Empat tahun lalu adalah kebebasannya dan dia tidak ingin terkait lagi dengan kakaknya sebagai 'adik'. Tidak, dia bukan kakaknya sekarang. Dia hanya orang tak dikenal. Madeline membuatnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubble Zones
FanficWalaupun sudah 4 tahun lamanya sejak penculikan itu, Francis masih terbayang-bayang. Seseorang dari dalam cermin datang padanya mencari seorang anak yang dulu diculiknya. Dia menyebut dirinya 'Arthur'. Sama seperti dulu, Francis tidak punya pilihan...