1. Morning

156 16 8
                                    


"Kamu sadar ga si kalo kamu sama dia itu kaya kopi sama susu!"

"Hah, terus apa filosofi kopi sama susu menurut mu?"

"Ya kamu putih dan dia hitam."

"Ya elah ga kreatif banget si, yang lebih panjang dikit ga ada apa? Lagian dari sudut mana kamu bilang dia item, dia itu putih tau."

"Kamu cerewet dia pendiam, kamu suka pelajaran Bahasa Inggris dia suka matematika, dia tinggi kamu pendek, kamu Kpop dia barat, kamu suka kongko-kongko di caffe dia sukanya di depan leptop, nama kamu barat banget dia indonesia banget, dan kamu ga suka olahraga dia suka, kamu sukanya Barcelona dia Real Madrid."

Perbedaan aku rasa selalu ada di setiap hubungan. Hubungan? Yaelah hubungan apa coba, kita cuma sebatas temen, ya temen curhat. Apalah daya ku saat dia menjadikan ku tepat curhat tentang mantannya itu. Bahkan kalau kita papasan di jalan dia cuman senyum, ga pernah coba nyapa duluan.

"Makannya itu kita ga jadian karena kita berbeda, kalau kita banyak persamaan bukan Rahma yang jadi pacarnya tapi aku."

"Ye ngarep."

"Enggak ko kata siapa, kalau aku pacaran sama dia terus Sehun Oppa gimana. Aku kan ga mau jadi tukang selingkuh, karena aku ga mau di selingkuhin."

"Mulai deh hayalnya."

*****

Pagi yang cerah, aku rasa hari ini akan panas. Hari ini intens pelajaran pertama matematika, siapa ya yang ngajar. Moga moga jangan Bu Yuni, bagi kami Bu Yuni itu seperti malaikat maut yang akan mencabut nyawa bahkan saat dia baru memasuki pintu kelas.

Dan ya, dalam bulan-bulan ini kami disibukkan dengan pelajaran tambahan untuk menghadapi Ujian Nasional yang akan segera di laksanakan. Semua perjuangkan ku selamat 3 tahun di sekolah ini, akan berpuncak pada 4 hari kami mengikuti Ujian kelulusan. Sungguh perjuangan yang luar biasa, oleh sebab itu kami benar-benar mempersiapkan untuk 4 hari yang sangat menentukan itu.

Setelah membereskan buku pelajaran, gadis berseragam putih biru itu segera turun menuju lantai bawah tepatnya ruang makan.

"Pagi." sapanya.

"Pagi Non, ayo silahkan sarapan Non sudah jam 6." Bi Minah menyambut kedatangan Lauren dengan senyum di wajah tuanya, ia menarikan kursi untuk Lauren duduki.

"Ya terus kenapa kalau udah jam 6 Bi ?"tanyanya.

"Ya Non harus cepat bergegas, jalanan akan macet bila Non berangkat hanya agak siang saja." jawab Bi Minah sambil menuangkan susu ke dalam gelas yang ada di meja.

"Hahaha, Lauren udah biasa bermacet-macetan ria Bi."

"Tapi tetap saja Non, Non akan telat. Oya, nanti siang Bibi izin keluar ya Non. Cucu Bibi sakit, sekarang lagi di rumah sakit. Bibi mau jenguk dulu."

"Hah, Rio sakit apa Bi ?" Lauren menghentikan tangannya yang memegang sendok berisi nasi goreng yang tadinya akan masuk ke dalam mulutnya.

"Demam, dari tadi malem panasnya belum turun-turun."

"Kasian banget Rio, ya udah nanti Bibi kabarin ya rumah sakit mana, kamarnya ruangan berapa lantai berapa. Abis pulang sekolah Lauren mau ke sana." Lauren menghentikan makannya, dia menatap Bi Minah yang berdiri disampingnya.

"Siap Non, nanti Bibi smsin semuanya."

Lauren memakan cepat nasi goreng buatan Bi Minah, dia berangkat ke sekolah di antar oleh Pak Tomo. Pak Tomo itu suaminya Bi Minah.

Pukul 6.25 Lauren sudah sampai di sekolahnya. Sekolah masih sepi, hanya segelintir orang yang sudah berangkat itu juga kelas 7. Dia berjalan melewati lorong mushola dan kantor TU yang saling berhadapan, dia tidak sengaja melihat seorang yang sedang memasuki bola dengan kesal ke arah ring basket di indor. Udah berangkat rupanya.

DivericationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang