Bayaran yang setimpal

58 4 0
                                    

Dia pun terjatuh dengan luka tusuk di jantungnya, tubuhnya bergetar-getar dan mulutnya mengeluarkan darah, pandangan matanya selalu mengarah ke atas.

Beberapa menit kemudian, dia pun meninggal di hadapanku, darah segar yang mengalir keluar melingkari dirinya.

"Bagaimana indah bukan??" Suara bergema dalam kepalaku.

Akupun terjatuh seketika dengan posisi terduduk, suara yang menggema di kepala ku tadi, membuat sebagian tubuhku sakit.

Aku kembali mendengar suara itu setelah jeda beberapa detik, suara bergema di kepalaku tertawa bahagia.

Setengah dari bagian tubuhku mati rasa dan setengahnya lagi merasakan sakit yang luar biasa, ini pertama kalinya aku merasakan sakit separah ini.

Aku berusaha merangkak keluar dari atap sekolah ini, "memang kau ingin kemana??"

"Hentikan, a-aku tidak tahan lagi"

"Kalau begitu, biar aku yang melanjutkannya"

Suara tetesan air terdengar di telingaku, aku berada di tempat yang tidak asing, tempat yang penuh dengan air tenang dan udara yang sejuk.

Aku berdiri melangkahkan kaki menuju pohon yang berada di depanku, aku bersandar di bawahnya.

"Apa hanya ada aku disini" tanya ku terheran

Cahaya matahari yang hangat menyinari kakiku, terbangnya daun terbawa hembusan angin melintas di mataku.

Buah dari pohon yang berwarna merah pekat jatuh di sampingku, aku memegangnya dan berusaha menebak buah apakah ini ?.

Kalaupun apel terasa mustahil, buah ini lebih berbentuk seperti air yang turun dari tembok.

"Jangan di makan, atau kau akan menyesal"

Aku melihat seseorang yang berjubah hitam, dia tepat berdiri di hadapanku. Ucapannya tadi menghentikan niatku untuk mencicipi buah yang kupegang.

"Kau siapa?" Tanyaku

"Kau tidak bisa selalu kesini" jawab cepatnya

"Kenapa!?"

"Selalu ada bayaran ketika kau disini"

"Bayaran, apakah nyawaku??" Tanya panik diriku

"Bukan, ingatanmu hari ini adalah bayarannya"

Aku kembali masuk kedalam air secara tiba-tiba, tarikan ini sangat kuat, meskipun aku mencoba melawan terasa mustahil.

Ketikaku membuka mata, aku berada di apartemen milikku, pandangan mataku sedikit kabur.

Tapi aku merasakan kalau saat ini hiori memeluk tubuhku, perlahan mataku mulai dapat melihat dengan jelas.

"Apa-apaan ini!!!" ucap hatiku

"Aku mohon, hentikan" suara rintihan hiori

Ruangan apartemenku sangat kacau, televisi hancur terbelah dua, pecahan piring dan gelas berserakan dimana-mana.

Apartemenku lebih tepat di bilang seperti kapal pecah, hiori menitihkan air matanya di bajuku.

Akupun mengelus kepalanya, hiori tersadar dan menatapku dengan pandangan yang berlinang air mata.

* * * * *

"Jadi ini kelakuan kamu yah, rio!!" Bentak ibu.

Setelah kekacauan kemarin, ibu di panggil menghadap pemilik apartemen dan diminta untuk menanggung semua beban kerusakan yang aku perbuat.

Aku di marahi habis-habisan, aku tidak diizinkan untuk sekolah hari ini. Sebagai gantinya ibu akan menceramahiku.

Hari ini ibu tidak hanya sendiri, ia bersama psikolog di sampingnya, dari tadi memperhatikan gerak tubuh dan perkataanku.

"Aku tidak tau apa yang terjadi" jawabku

Aku menghentikan ocehan ibu, ibu terdiam dan menatapku penuh heran, aku menganggkat kepala dan melihat reaksi dari psikolog.

Dia tampak terkejut mendengar perkataanku tadi, ibu kembali duduk dan berusaha menenangkan diri.

"Maaf aku bertanya padamu, apakah kau merasakan sesuatu yang aneh di tubuhmu??" tanya psikolog tersebut

"Tidak ada, memang ada apa?" jawabku dengan wajah datar

Mata psikolog ini melotot kearah lain, dia langsung membisikan sesuatu kepada ibu.

"Rio, hari ini kau istirahat, maaf ibu memarahimu secara berlebihan" nada lembut ibu

"Ada apa ini, aneh ibu bisa mengendalikan emosinya secepat ini??" ucap hatiku

"Baiklah"

* * * * *

Di malam hari yang gelap, aku berjalan di bawah sinar rembulan yang terang, lampu jalan yang menerangi di sisi kanan dan kiri mengiringi langkahku.

Aku terus berjalan, mengikuti setiap arah fikiranku berkata, sampai akhirnya langkahku berhenti pada toko kecil.

"Yo, apa kau ingin masuk" sapa seseorang dari belakang

Aku berbalik dan melihatnya, keadaan yang gelap dan sedikit cahaya memudarkan wajahnya.

"Tidak, aku tidak ingin"

Aku langsung melangkah meninggalkannya, di balakangku.

"Apa kau yakin" mempertanyakan lagi

Aku menganggukan kepala sambil terus berjalan, aku ingin pulang apartemen ku, namun aku lupa dimana letaknya.

"Kalau begitu masuklah, aku yang bayar semuanya"

Dia pun menarikku masuk ke toko kecil yang berada di lantai dua, suara lonceng ketika aku masuk, membuat pelayan tersenyum kearah kami

"Tuan baju anda, maaf ada noda" menyerahkan tisu kepada ku

"Tunggu darah sejak kapan"

Bajuku berlumuran dengan darah yang sangat segar, aku tidak menyadari akan hal ini.


Romance AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang