Setelah aku mengikat perjanjian, aku tersadar dari pingsanku menitihkan air mata darah. Pupil mata kananku berubah menjadi merah tua, tiada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi selama aku pingsan. Namun satu hal yang pasti, aku tidak mengetahui apa yang terjadi.
Ruang kamar rumah sakit khas berwarna putih bergambar bunga menghiasi di setiap sudutnya, semenjak aku pingsan secara tiba-tiba. Aku langsung di larikan ke ruangan kelas 1 di rumah sakit ini.
Aku sudah banyak merepotkan meisy, secara tidak langsung uang tabungan selama dia bekerja habis karena aku. Perasaan resah menyelimutiku, tak kala mataku melihat seorang yang asing dari luar jendela.
Aku berjalan keluar menyeret kaki kiri, meraih gagang pintu membukanya menggunakan bahuku. Entah mengapa kepalaku mulai terasa berat, langkah demi langkah kian aku rasakan semakin berat kepalaku. Seolah gravitasi bumi menarik kuat kepalaku.
Tangan ku bergetar menahan tubuh yang mulai terjatuh di lantai, aku mengangkat kepala menatap lurus kedepan. jemari tanganku meraih dengkul kaki yang tertekuk menyentuh lantai. Sungguh aneh, hanya aku sendiri yang merasakan gaya tarik bumi sangat kuat.
"Kau baik-baik saja?" tanya seorang suster mencemaskanku
Tubuhku mulai di bopong olehnya, tangan ku melingkar di lehernya membantuku berdiri. Wajah bulat pipi cabi menatap wajahku menahan kesakitan.
"Kau ingin kema-"
Suster itu menyeka pertanyaan, sebelum akhirnya aku mengetahui kalau dirinya telah tertembak dari jauh. Tubuh terjatuh menyentuh tanah berlumuran darah.
"Hooi, jangan bercanda, dia hanya seorang suster yang ingin membantuku, siapa yang tega melakukan hal ini," ucap hatiku melihat suster yang tidak berdaya.Suara gesekan angin terbelah oleh peluru berkecepatan tinggi terdengar olehku, dalam lorong rumah sakit ini seseorang pasti menembaknya dari jarak beberapa meter. Benar saja peluru itu hampir mengenai kepalaku, aku berlari kearah depan menghindari peluru yang berikutnya.
Aku bisa merasakan getaran ini, aura pembunuh terpancar dari lorong rumah sakit. Seperti burung yang terbang di langit, aku merasakan kebebasan, kegembiraan, kesenangan. Teriakan seluruh pasien di rumah sakit ini semakin membuatku bersemangat.
Pelarianku di lanjutkan menuju lobi rumah sakit, terlihat seluruh pasien menundukan kepala membentuk satuan lingkaran, di bawah ancaman pistol berbagai macam aku berdiri di hadapan mereka.
Aku bisa mengenali suaranya, desis nafasnya, gerak tubuhnya, nada suaranya. Khas milik seorang ayahku dulu, yang kini berdiri menodongku dengan sebuah pistol.
"Jongkok, sekarang!! Atau kau akan mati!" menempelkan senjatanya tepat di jantungku
Aku senang mendengar suara itu lagi, rasa syukurku terus menghujani hatiku. Tidak terasa air mataku mulai menuruni wajahku, nada bicara yang seirama dengan ucapannya dulu, sungguh menyegarkan telinga saat mendengarnya.
"Rio awas!!" suara bergema di kepalaku
Spontan tangan kananku memegang ujung pistol dan mengarahkannya ke langit-langit rumah sakit, seseorang yang aku anggap adalah ayah, menjulurkan kakinya kebawah mengayunkannya tepat di atas mengarah kepalaku.
"Dia, dia yang membunuh orang tuaku!!"
Gerak cepat tanpa aku sadari menunduk menghindarinya, melayangkan satu pukulan tepat di wajahnya. Tubuhnya terpental mendarat di tanah, teman satu timnya mengarahkan pistol kepadaku.
Tembakan lepas melintasi udara bergerak lurus kearahku, angin dari tembakan itu menyobek baju di bagian pinggang, aku tidak tinggal diam. Diantara tembakan aku berlari menghindari peluru.
Aku mencoba meraih salah satu pistol dari mereka, kerumunan para sandera di rumah sakit berhamburan keluar mengacaukan pandangan mereka. Tembakan terdengar sekali lagi, mengarah tepat di wajahku.
Keberuntungan masih berpihak kepaku, aku berhasil menghindarinya. Mengorbankan seseorang di belakangku terkena tembakannya, dengan segera aku merebut paksa pistol.
"Hentikan!!" sahut ayah mulai berdiri memegang wajahnya
Todongan pistol mereka sekita menurun kebawah, hanya aku yang mengarah ke wajah ayah, ayah memberi isyarat meminta pistol salah satu rekan timnya.
"Tunggu, apa yang aku lakukan!" menurunkan senjataku
"Ada apa!? kau harus membunuhnya" tanganku mulai kembali mengarah ke ayah
"Dia ayah ku, kalau aku tau orang yang kau maksud adalah ayahku, aku tidak akan membantumu" keluh tangisku
Aku mulai meneteskan air mata di sebelah kiri, hanya mata di bagian kananku yang tidak mengalir air mata, kedua tanganku terus bergetar masih memegang pistol mengarah ke ayah.
"Kau sudah berjanji. Kan!"
"Kau adalah rio, anakku" ucap ayah menunjuk dirinya menjatuhkan pistol
"Ayah tolong, aku tidak bisa menghentikan ini"
Aku terus berusaha melawannya, mencoba menjatuhkan pistol yang ku genggam namun aku tidak bisa, saat aku mengetahui sebagian tubuhku tidak dapat aku kendalikan.
"Mendekatlah, aku akan membunuhmu!!"
Ketika ayah tepat berdiri di hadapanku, aku menekan pelatuknya. Melepaskan peluru dengan jarak yang sangat dekat sekali, sonta peluru itu menembus jantung ayah.
Perasaanku campur aduk, saat aku berbaring di lantai berlumuran darah yang mengelilingi tubuhnya. Aku di dorong menjauh oleh rekan satu tim ayah, mereka membawa ayah pergi menjauh dari ku.
Aku tak mampu bergerak, tubuhku kaku memlihat ayah di gotong yang semakin jauh dari pandanganku, tetesan darahnya masih terlihat jelas olehku.
"Kita berhasil rio" ucap gembira
* * * * * * * * * * * * * * * ** *
Next Romance Assassin akan di lanjutkan di season ke 2 setelah lebaran
Terima kasih yang sudah mau baca lebih dan kurangnya
Saya segenap tim yang membantu mengucapkan
"Terima kasih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance Assassin
RandomSebuah surat hitam yang awalnya di tujukan untuk di Ichirio sama, kini mulai tersebar dimana-mana. Hal itu telah menciptakan permainan, seluruh peserta harus membunuh 8 orang pemain. Ichirio yang mempunyai masa lalu yang kelam, menciptakan kepribad...