Openning Death Game

63 5 0
                                    

"Bagaimana, kalau kau mau tinggal disini sampai esok hari?" tawar bos toko kecil itu

Bos toko ini mengedipkan matanya kepada ku. Bukan aku menolak. Tapi, aku sedikit khawatir bagaimana kalau aku tidak pulang malam ini, hiori pasti akan mencariku.

Dinginnya malam ini semakin membuatku yakin untuk menerima tawarannya, aku menganggukan kepala sebagai tanda terima.

Dia menjulurkan tangan sebelah kanan mengenalkan dirinya padaku. "Nama ku meisy"

Akupun menyambut tangannya memberi tahu namaku "Aku ichirio" tangan yang sangat lembut, kulit yang berwarna putih cerah. Nampak bersinar diantara lampu toko ini.

Akupun di berikan sebuah baju ganti oleh koka nama pelayan wanita yang baik hati, mungkin keadaan aku yang penuh darah telah mempengaruhi bau di ruang toko ini.

Koka menunjukan ruang ganti baju, melewati papan tulisan Staff only. Lorong pertama belok kanan. Aku haturkan terima kasih dengan menundukan kepala, koka pun membalas dengan tersenyum.

"Maafkan aku hiori, tidak pulang hari ini" ucap hati ku

Ruangan yang agak sempit yang hanya muat satu orang dengan di terangi lampu, sedikit membatasi gerak tubuhku.

Aku membuka baju yang aku kenakan, bau dari darah segar yang masih menetes sangat menyengat di hidungku. Seluruh ruang kecil ini penuh dengan bau darah.

Fentilasi udara yang kecil, tidak cukup untuk mengganti udara di dalam. Dengan terburu-buru aku mengganti baju, tidak tahan akan bau darah.

5 menit kemudian. . .

Aku keluar dari ruang ganti dengan memegang pakaian ku yang penuh darah, koka tampak menunggu aku keluar.
"Silahkan, masukan pakaian mu disini" memberikan kantung plastik.

"Terima kasih" menerima kantung plastik memasukan pakaianku ke dalamnya.

Koka kembali menunjukan arah keluar dari lorong ini menuju tempat pertama tadi. Meisy berdiri mempersilahkan aku duduk kembali.

Jarum jam panjang mengarah ke angka 12 dan yang kecil kearah 3, sungguh malam yang sangat panjang untukku. Banyak sekali tanda terima kasih kuucapkan di dalam hati kepada meisy.

* * * * *

Di pagi harinya aku berangkat berjalan kaki, nyanyian burung menyambutku ketika aku keluar pintu.

Aku menebarkan senyuman kepada setiap pejalan kaki, sambil mengucapkan kata "Selamat pagi" lambai tanganku

Tidak terasa gedung sekolah terlihat, aku melanjutkan langkah menuju kelas, senang rasanya dapat kembali lagi kesini. Matahari yang menyinari dengan hangat, embun yang perlahan berganti. Sungguh menyenangkan

Hari ini sepertinya aku sangat senang, mungkin terbawa suasana pertemuanku dengan meisy kemarin malam.

Aku menemukan sebuah Mp3 music player di atas meja ku, bersama dengan handset yang masih tertancap.

Aku menempelkan ujung handset ke telinga ku, beberapa detik kemudian terdengar suara.

"Hey ichirio sama, aku akan mengajakmu dalam suatu permainan" aku duduk di bangku sambil terus mendengarkan.

"Yang di ikuti oleh 10 orang termasuk dirimu, 5 wanita dan 5 pria, sederhana kau hanya perlu membunuh 8 orang"
satu persatu teman kelasku masuk

"kau akan di temani 1 orang wanita, sebagai hadiahnya. Hiori dan ibumu akan selamat, selamat berjuang. Lihat lah foto mereka di kolong meja mu, datanglah di pelabuhan sukata. Permainan di mulai jam 7 malam, semoga beruntung Rio!"

Aku melihat foto ibu dan hiori diikat berdua dengan kain yang mengikat di mulut. Amarahku bertumpuk menjadi satu, keramaian kelas semakin terasa jauh di pendengaranku.

Perlahan pandangan mataku seolah menjauh dariku, hembusan angin pagi tidak terasa lagi dari sebelah kanan jendela.

"Kau ingin mereka selamat" suara bergema dalam tubuhku

"Siapa kau!?"

"Kenapa tidak bunuh saja, itu akan lebih mudah"

"Diam, diam, diam!!!"

"Panggil aku rio, kalau kau butuh bantuan. Dan ingat, jangan sampai mati"

* * * * *

Aku datang sendiri menuju pelabuhan sukata dengan membawa foto ibu dan hiori, aku ingin menyelamatkan mereka tanpa membunuh. Tapi, itu mustahil, jika aku mati ibu dan hiori akan mati juga.

Aku terus memberanikan hatiku yang lemah, bersama langkah semakin dekat dengan pelabuhan. Aku menghilangkan segala rasa ragu yang bersembunyi di tubuhku.

Hembusan angin malam yang sangat menusuk tulang, dinding yang ku pegang amat terasa dingin. Lantai kayu yang ku pijak serasa melangkah di bongkahan es batu.

17 menit berlalu . . .

Aku duduk di kapal bagian kemudi, aku terus menjaga kewaspadaanku. Memperhatikan di setiap sudut-sudut yang mencurigakan.

Kapal yang aku naiki terus saja bergoyang mengikuti arus laut, sebisa mungkin. Aku menyelamatkan ibu dan hiori tanpa membunuh siapapun.

Suara langkah kaki yang menaiki kapal terdengar di telingaku, aku mulai cemas dan panik. Balok kayu yang kupegang bergetar.

Nafasku kian tak teratur saat langkah itu semakin mendekatiku,"Ehh ada orang, kau salah satu bagian yang akan aku bunuh, kan!"

Mata yang bersinar di terangi rembulan mengarah kepadaku, tangannya terlihat menggenggam sebuah tombak besi berujung lancip, senyuman tertera di wajahnya yang penuh dengan darah.

Rasa panik menguasai diri ku,Akupun mengayunkan balok kayu kearah kuping kirinya. Pandangan mataku berubah sayu, melihat dia berhasil menghindari ayunan balok kayu ku dan membentur penyangga kapal.

"Ternyata, kau melawan juga yah. Sekarang matilah dengan tenang!" mengayunkan besi yang ia pegang kearah ku

Secara refleks tangan kananku bergerak. Besi itu menembus telapak tanganku dan menancap di bahu dengan sangat kuat, dia pun tertawa senang dengan melotot.

Darah terus keluar dari dalam tubuhku, aku rasakan tulang telapak tangan ku hancur. Darah yang menetes dari tanganku, berceceran di lantai kapal.

Akupun berdiri menahan semua sakit aku derita, aku menendang tulang dadanya. Seketika dia terpental cukup jauh membentur kaca kapal.

Dengan tenaga yang tersisa, tangan kiriku menarik besi yang menancap di telapak tangan dan di bahuku.

Usaha ku sia-sia besi ini sudah menancap jauh dalam di tubuhku, sekuat apapun aku menarik besi ini tidak mau lepas dari tubuhku.

Aku meraih kepala seseorang yang menancapkan besi ini kepadaku dengan tangan kiri, "Mati kau!!!" teriak kerasku.

Aku benturkan kepalanya di pengemudi kapal secara berulang-ulang, aku melemparnya di dekat kotak kayu.

Darah mengalir dari wajahnya sangat banyak, wajahnya terlihat sangat hancur. Aku rasa, aku telah menghancurkan tulang hidungnya.

Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi, meskipun aku tidak ingin mati sekarang. Darah keluar dari mulutku, menyembur sangat banyak di lantai.

Aku rasakan ada yang memegang besi yang tertancap di tubuhku, tiba-tiba besi itu tercabut dari tubuhku dengan sangat cepat.

Tanpa aku sadari dia sudah kembali berdiri dan bersiap menyerangku lagi, "Rio bantu aku" ucapku pelan padanya.

Padangan mataku menjauh di gantikan oleh warna hitam pekat, suara hembusan angin laut tidak aku rasakan lagi.

"Selesai" suara yang bergema di kepalaku.

Seolah aku berlari dengan sangat cepat kembali di keadaan terluka tadi, kesadaranku belum sepenuhnya kembali. Kepalaku terasa berat sekali, namun sakit yang aku rasa. Tidak aku rasakan lagi.

"Aku terpaksa meminta bantuanmu"

Romance AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang