Aku melindunginya...

151 11 1
                                    

Merasakan tekanan tangan mungil di atas pipi pantatku, membuatku tidak dapat percaya wanita yang sedang memijat bagian belakang tubuhku ini adalah seorang wanita tua.

Desis panjang keluar dari bibirku. Rasa sakit di pipi pantatku harus aku tahan karena salah satu telingaku masih mendengarkan omelan dari seberang sana.

Dengan badan menelungkup di atas sebuah tempat tidur besar, aku membagi perhatianku antara pembantu import yang tengah memijatku dengan rentetan kalimat kesal di ujung telpon yang dilontarkan orang tuaku.

Aku sudah menjelaskan panjang lebar alasan mengapa aku memutuskan untuk memperpanjang lama aku berada di Jakarta kepada mereka. Bukan dalam cerita yang sebenarnya, tentu saja. Aku berikan alasan semasuk akal mungkin karena jika aku mengatakan kejadian yang sebenarnya, orang tuaku pasti akan memastikan aku berada dalam pesawat paling cepat kembali ke Surabaya.

Setelah akhirnya nada marah di ujung telepon berubah menjadi lebih tenang, dan sisi sebelah sana sudah bisa menerima alasan pintarku, aku memutuskan hubungan telepon.

Mulutku sedikit meneriakkan rasa sakitku lalu melirik ke belakang. Melihat raut wajah wanita yang tidak mengerti bahasa Indonesia itu.

Pasti pantatku memar.

"Sementara aku hanya dapat memberimu...."

Dia melangkah santai masuk ke dalam kamar tamu yang ia paksa untuk aku tempati malam ini. Tanpa menggunakan jas dan dasi yang sudah terlepas, dia masuk seenaknya saja dengan sebuah tas di dalam tangannya.

Jelas-jelas dia terpaku di ujung tempat tidur, melihat bagian belakang tubuhku yang tersingkap bebas. Jelas-jelas ia melihat lamat-lamat bentuk tubuh bagian belakangku yang terekspos secara gratis.

"Hei! Hei! Keluar!", teriakku panik. Kedua tanganku segera menarik turun ujung gaunku yang sudah terkoyak panjang. Berusaha setengah mati menutupi tubuhku sebelum setan kurang ajar itu lebih lama menikmati pemandangannya.

Alih-alih bertingkah layaknya seorang gentleman, dia melipat kedua tangannya di depan dada. Menatapku datar.

"Aku sudah sering melihat jauh lebih menantang daripada ini.", ucapnya santai.

"Aku baru saja menyelamatkanmu.", pekikku agak tertahan. Wajahku sudah hilang ke atas empuknya bantal. Kedua tanganku berusaha keras menahan ujung gaunku sementara pembantu asing itu berhenti memijatku. "Paling tidak, kamu bisa membalas niat baikku dengan bertingkah sopan kepadaku."

"Karena kamu sudah menyelamatkanku, aku biarkan kamu tinggal di sini. Hanya kamu, wanita yang aku biarkan bermalam di tempatku. Bahkan aku biarkan pengasuhku untuk memijat pantat lebammu. Aku bahkan menggendongmu dari tempat kejadian sampai ke kamar ini. Tanpa sedikit pun protes tentang berat tubuhmu.", rentetnya semakin dekat ke samping tempat tidur.

Rasa dongkol dan malu membuatku tidak berniat untuk mengangkat wajahku dan menghadapinya. Aku merasakan sisi tempat tidur sedikit ringan. Rupanya pengasuh tua itu pergi meninggalkanku.

Aku merasakan bayang tubuhnya mendekat. Dan aku yakin dia berada di sisi tempat tidurku sekarang. Dekat dengan kepalaku.

"Sementara, kamu bisa menggunakan ini untuk tidur. Aku hanya mengambilnya sembarangan di department store tadi.", ucapnya santai.

Sesuatu yang ringan terasa membebani punggungku. Dari situ aku tahu setan sesat ini sudah meletakkan sebuah tas kertas di atas punggungku.

"Mana ada department store yang buka tengah malam begini?", omelku. Jangan sampai dia memberikanku pakaian aneh untuk aku kenakan untuk tidur malam ini.

"Seluruh bangunan ini milikku. Department store itu milikku. Meski tidak ada yang buka, tidak ada yang dapat melarangku untuk datang membuka dan menutupnya sendiri.", sahutnya cepat. Jarak suaranya sudah tidak sedekat sebelumnya.

The Girl Who Sees Dream : Aku melihat mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang