cieee alau :'v

199 9 0
                                    

Baiklah baiklah baiklah,  aku sendiri disini. Anggap saja aku sedang ujlah dari keramaian, lumayanlah dapat pahala. Walaupun pada akhirnya, mager juga. Aku tidak punya siapa siapa lagi. Temen sekamarku? Wek, mereka hanyalah jajaran orang orang rese yang gak aku akrabi sama sekali. lutfah sang public figur kamar? Maaf, saya masukan orang itu kedalam blacklist saya. Ya, walaupun semua anggota kamar ini pada respect sama dia. Tapi aku, lain lagi ceritanya. Bagiku, dia itu hanyalah manusia yang sok suci  sok memotivasi, tapi dirinya sendiriiiiiii..... emmmmm tapi tunggu, dia baik sih sebenernya, dia juga bolehlah dikatakan suci. Tapi kenapa aku membencinya, emmmmm mungkin karena aku gak berbakat aja kali ya gaul bareng sama anak anak shalehah. Huaaaaaaa.......... ada air mengalir dari pupil mataku. Aku kenapa? Aku menyesal? Ya, mungkin. Aku menyesal jadi orang brengsek selama ini. Kenapa aku jadi orang sebrengsek ini? Kenapa???

Biarlah semua anggota kamar melihatku. Aku juga tak peduli akan tingkah mereka yang hanya sebatas penonton. Lagian, aku juga gak berharap kok mereka merasa prihatin terhadapku. Apa faidahnya mereka prihatin terhadapuku?

Aku masih menangis di kamar ini. Semua penghuni kamar masih dengan kesibukannya masing masing. Tak ada satupun yang kepoin aku, mereka takut tercakar kali. Duuuh, aku tak pernah merasakan seperti ini. Aku butuh pundak seseorang untuk aku bersandar. Hey, tapi aku gak butuh pundaknya orang orang rese itu yang sok sibuk.

"Tiii, kamu kenapa?" Ucap seseorang. aku kenal suara itu, itu mba lutfah. Hey, sejak kapan aku ngasih embel embel mba di depan nama itu.

"Tii, sini kamu cerita, ayo sini...." ucapnya lagi. Entah mengapa, aku merasa tertarik akan tawarannya itu.

"Ayok bangun, gak bisanya kamu seperti ini. " dia membelai belai rambutku. Aku bangun, airmataku keluar lebih deras dari biasanya. Aku malu, aku malu kenapa aku sekeji ini. Dengan susah payah aku menahan air mata ini. Tangan kiri dan kananku sibuk mengusap setiap air mata yang keluar.

Kemudian mba lutfah memelukku erat. Ada kenyamanan dalam pelukannya. Sekali lagi, aku merasa malu. Aku tak pantas mendapat pelukan darinya. Ingin aku melepasnya, tapi rasa nyaman mengalahkan rasa maluku. Hingga akhirnya, aku larut dalam pelukannya. Mba lutfah tak melepaskan pelukkannya sampai aku berhenti menangis.

"Udah mendingan? Sekarang kamu cerita. Ayo, septi'kan kuat"
Senyum yang menenangkan itu tercipta dari bibirnya yang tipis.

"Emmm, mbaa...." perlu dkketahui, baru kali ini aku memanggilnya mba. Padahal aku lebih muda 2 tahun darinya. Ya, mungkin karena aku seliar ini. Aku tak pernah memanggil  mba kepada siapapun selama tiga tahun di pondok ini. Dasar, manusia jahat!

"Iya kenapa? Ayok cerita..!" Lagi lagi, dia membelai rambutku lembut. Ini, nyaman.

Santri HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang