Bagian 1 : Kamu dengan segalanya yang ada.

105 5 0
                                    

     Dunianya akan berubah jika kamu menghilang dari dunia ini. Karena kamu adalah anginnya, karena kamu adalah salahsatu dari sekian banyaknya bintang, dan karena kamu adalah sosok pria yang ia sayangi, melebihi sosok yang selalu ia bangga-banggakan di hadapanmu. Kamu adalah penyelamat jiwanya. Berlebihan memang, namun itu adalah penuturannya sebelum takdir menelan semua harapannya yang kini terlihat maya, semu, dan tidak nyata.

     Di sela-sela waktu luang selama jam pelajaran sekolah berlangsung, biasanya kamu akan mengajaknya berbincang-bincang tentang banyak hal. Bahkan, seringkali kamu memancingnya agar bercerita banyak mengenai perasaannya terhadap sosok pria yang sebenarnya tidak pernah kamu inginkan hadirnya dalam hidupmu dan hidupnya. Kamu begitu menyayangi sosok manis itu.

     Dari sekian banyaknya topik pembicaraan, kamu selalu merespons dengan senyuman kecil yang manis nun hangat, tawa kecil yang membuat siapapun gemas melihat sosokmu, dan tanganmu yang kekar itu siap kapan saja melayang—menyentuh puncak kepalanya hangat dengan sorot mata meneduhkan. Tidak tahukah kamu, bahwa ia menahan perasaan yang amat-sangat sulit untuk di jelaskan?

     Setiap pagi, kebiasaanmu untuknya adalah menyapanya dengan senyuman manis yang kamu miliki, memberinya sebatang cokelat yang pada akhirnya akan dibagi dua sama rata olehnya, dan tertawa kecil ketika mendengarkannya bercerita tentang sosok yang lagi-lagi tidak sama sekali kamu sukai keberadaannya. Menurutmu, itu adalah rentetan peristiwa yang mirip seperti sebuah De-Javu, namun kejadian itu semua ada pada kendalimu. Kamu sudah mengaturnya seapik mungkin.

     Tepat pada hari itu, kamu memerintahkannya untuk menunggumu yang sedang disibukkan oleh kegiatan basketball yang sebentar lagi akan mengikuti tournament antar sekolah. Pikiranmu buyar, konsentrasimu terpecah belah, dan titik fokusmu bercabang karena dia. Dia duduk disana dengan ditemani sosok menyebalkan itu. Perasaanmu berapi-api, tapi tidak sadarkah siapa kamu?

     Berkali-kali kamu menggertakkan gigimu penuh amarah. Kamu tidak suka melihatnya duduk berdampingan dengan sosok itu, kamu tidak suka melihat garis wajah bahagianya karena sosok itu tengah menghiburnya—mungkin? Kamu tidak suka dengan apa-apa yang berkaitan dengannya yang di padupadankan dengan sosok itu. Bisakah kamu berteriak dengan lantang bahwa kamu membenci sosoknya? Kamu terlalu lemah dan mengalah pada urusan ini dengan sosok itu.

     Banyaknya waktu yang terlewati, makin-lama semakin membuatmu ingin menyerah pada takdir. Namun sayangnya, kamu masih memikirkannya dan kamu masih peduli dengan dia. Terlalu banyak alasan yang membuatmu masih bertahan hingga detik ini. Salah satunya adalah dia. Dia terlalu berharga untukmu. Kamu terlalu menyayanginya, bahkan pikiran buruk mengenai hari itu tiba pun tidak sempat terbesit dalam pikiranmu. Karena dia adalah semangatmu, karena dia adalah alasanmu untuk bertahan, dan karena dia adalah sebagian dari jiwa kosongmu.

     Ingatkah kamu, seberapa khawatirnya ia ketika satu minggu yang lalu, dengan mata kepalanya sendiri ia melihatmu jatuh begitu saja diantara ratusan siswa/i yang sedang melaksanakan upacara bendera pagi? Dia menyayangimu.. Ketahuilah itu!

     "Dulu kamu pernah bilang. Selama aku nggak ada disisi kamu, perasaan kamu nggak akan tenang. Sekarang aku mau ngaku sama kamu. Selama kamu nggak berdiri disisi aku, selama itu juga aku nggak baik-baik aja. Sekali lagi! Jangan pergi.."

     Dua hari pasca sakitmu, ia berkata seperti itu. Dengan segala tuturnya yang indah, kalimatnya seolah-olah membuktikan, bahwa kamu masih ia butuhkan untuk menjadi pelindungnya dan kamu adalah bagian dari hidupnya. Ia menyayangimu. Bertahanlah untuk dia. Dia membutuhkanmu..

      Dan keputusanmu sudah bulat. Menyerah adalah pilihanmu. Detak jantungmu semakin lama semakin melemah ketika banyaknya alat yang semula menempel pada tubuhmu di lepas satu per satu oleh tim medis.

     Dalam hitungan detik, ia muncul dari balik pintu putih. Mata besarnya kini mengecil, lingkaran hitam pun terbentuk secara rapih di bawah matanya. Kamu yang sekarang masih sama dengan kamu yang dulu. Masih sempat-sempatnya kamu tersenyum, walaupun tipis, namun dimatanya semua yang ada padamu saat ini tetap sama seperti waktu itu. Kamu terlihat manis.

     "Siapa yang akan menerbangkan seluruh harapan kecil dandelion kalau pada akhirnya angin akan pergi? Siapa yang akan menemani aku ketika banyaknya bintang berniat pergi dari sisiku, bahkan kamu juga ikut pergi? Dan siapa yang nantinya akan menjadi pelindungku? Mana janjimu.." suara itu, samar-samar kamu menangkapnya. Matamu pun sudah terpejam, walaupun belum sepenuhnya. Dia, gadis mungil itu semakin mengeratkan genggamannya pada pergelangan tanganmu.

     "Selama kamu berdiri disisi aku. Aku ngerasain apa yang namanya nyaman, aman, dan tenang."

     "Kenapa kamu menyerah pada takdir kalau disini ada seseorang yang setia mendo'akanmu dalam sujudnya di akhir waktu? Kenapa pikiranmu seegois itu?"

     "Aku sayang kamu.."

      Selama beberapa detik, waktu seolah terhenti. Mencoba menggali lagi, sebenarnya kejadian apa yang baru terjadi? Dan.. Kenyataan pahit itu mendesak masuk, membobol benteng pertahanannya yang sudah runtuh sejak pagi tadi. Kenyataan itu benar adanya. Sosokmu tidak lagi dapat dilihatnya untuk nanti, esok, dan seterusnya.

     Tepat pada tanggal 02 Februari 2010. Kamu dengan segala jiwa lemahmu yang terpendam sejak lama, memilih untuk menyerah pada takdir. Membiarkan dunianya berubah. Membiarkan harapan kecilnya tidak tergapai. Membiarkannya berdiri sendiri tanpa adanya yang menemani. Dan membiarkannya berdiri tanpa sosok pelindung.

***

"Angin. Selamanya ia tidak akan pernah bisa untuk ku genggam. Jika dulu kebiasaan kecilku adalah menolak pernyataan itu, namun kini aku amat-sangat menyetujuinya. Anginku kini telah pergi, tidak lagi sama seperti dulu. Kini aku dapat merasakan apa yang oranglain rasakan." - None

Untaian Harap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang