Bagian 8: Si gadis penunggu.

38 1 0
                                    

     Sudah dua pekan mata elangmu memperhatikannya dengan sorot mata teduh. Kamu yang setiap pulang sekolah selalu disibukkan dengan kegiatan ekstrakulikuller-mu, masih saja mencari trik khusus untuk memperhatikannya lebih detail lagi. Nyatanya, kamu terlalu menyukai sosok manisnya yang memabukkan.

     Dengan pergerakan yang sangat agresif, buku-buku yang berhamburan diatas meja segera kamu masukkan ke dalam tas ranselmu tatkala bel pulang berdering. Kamu tersenyum antusias dengan aksen lesung pipi yang melengkapi, dan di detik berikutnya kamu melangkah. Menyusuri koridor sekolah dengan terburu yang mengharuskanmu mengatakan kata maaf berkali-kali pada seseorang yang tubuhnya tidak sengaja kamu tubruk. Kamu yang ceroboh!

     Bahumu meringsut lemas ketika sosoknya kamu temui sedang berbincang indah dengan teman satu tim mu di sudut lapangan. Kamu tidak begitu peduli apa yang sedang mereka bicarakan, tapi senyumnya lah yang membuatmu harus peduli apa yang sedang mereka bicarakan. Sosoknya tersenyum, indah sekali seperti sunrise yang pernah kamu saksikan.

     "Cokelat ini. Dari dia.." tanpa sadar, bibir tipismu melengkung membentuk asimetris. Tanganmu terulur, menerima pemberian temanmu yang dijadikan perantara oleh sosok manis itu.

     "Bilangin ke dia, jangan bikin anak manusia yang satu ini bawa perasaan," katamu yang mendapat tanggapan kekehan kencang dari temanmu, "udah gede 'kan? Bilang sendiri, ya? Mau ke kelas dulu, sepatu gue ketinggalan di laci." alasan itu membuat kamu mendecih malas.

     Kamu mendongakkan kepalamu. Menatap sosok manis itu yang masih setia berdiri diujung sana dengan mata yang memandang remeh temanmu. Kamu tertawa kecil melihat ekspresi wajahnya. Begitu menggemaskan.

     "Hai." sapamu ketika tepat dihadapannya. Kamu tersenyum, menunjukkan cokelat pemberiannya dihadapannya, "makasih ya buat cokelatnya. Malu saya, masa jadi cowok nggak modal banget." katamu dengan tawa yang bertengger.

     Sosok manis itu tersenyum, kepalanya menggeleng ringan dengan kibasan tangan. "Sama-sama. Seharusnya saya yang malu. Nggak tau diri banget ngasih cokelat ke cowok." kamu tersenyum. Sebelah tanganmu terangkat, menyentuh puncak kepalanya dan mengacaknya gemas.

     "Nggak apa," katamu, "ternyata kamu gadis penunggu yang saya cari selama ini.."

     "Terungkap, ya, kak?" tanyanya. Ia tersipu malu mengakui bahwa si pengirim puluhan puisi bernilai itu adalah sosoknya. Puisi yang pada bagian akhirnya selalu di cantumkan dengan inisial 'Si Gadis Penunggu'.

     Kamu tertawa kecil. Kembali memposisikan tanganmu pada sisi tubuhmu. "Ternyata itu clue. Saya baru sadar malah.." jawabmu. Kamu tersenyum manis, tanganmu bergerak membuka resleting tas, mengeluarkan isi tasmu yang dipenuhi dengan puluhan puisi bernilai. "Masih saya simpan semuanya." ungkapmu.

     Sosoknya berjongkok, diikuti dengan gerakanmu setelahnya. Ia tersenyum, menatapmu dengan tatapan terkagum. "Saya menyukai pria penggila olahraga basket. Saya menyukai aksinya ketika berlaga. Dan saya ternyata.. menyayanginya."

     "Saya pun menyukai gadis penggila puisi. Saya menyukai aksaranya. Dan saya ternyata.. menyayanginya."

Untaian Harap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang