Bagian 2: Dunia dan Kamu.

46 2 0
                                    

     Di bahu jalan, setengah dari tubuhmu kamu sandarkan pada tiang penyangga halte tua. Pandanganmu menerawang kearah depan, menyaksikan beberapa peristiwa yang pernah kamu alami pada masa-masa kelam itu. Kamu terlalu menyesali tingkahmu pada waktu itu, tapi lagi-lagi kamu mengulanginya dengan korban yang berbeda.

     Tanganmu dengan kuatnya meremas sebungkus rokok beserta pemantiknya yang berada dalam genggaman tanganmu. Kamu membenci dua benda itu, tapi kamu tidak bisa lepas dari mereka setelah apa yang kamu lakukan tiga tahun yang lalu. Dulu, kamu telah mengambil risiko besar hingga menyebabkan kamu pecandu rokok terhebat di sekolah menengah pertamamu sekaligus menengah atas.

     Segala kekecewaan yang kamu miliki, kamu tumpahkan dalam dua benda merugikan itu. Kamu tahu bahwa itu adalah keputusan yang salah, namun mereka tidak ada yang peduli denganmu, mereka terlalu sibuk dengan urusannya hingga terabaikannya sosokmu.

     Tidak sadarkah, bahwa dibelakang sana ada seseorang yang setia mendo'akanmu di setiap sujudnya? Hanya dia satu-satunya orang yang ingin melihatmu menjadi lebihbaik daripada kondisimu saat ini.

     "Makan permen karet ini. Aku tahu kalau ini adalah sebuah kesalahan, tapi, apa salahnya mencoba? Kamu nggak akan kelihatan konyol sekalipun kamu makan permen karet ini."

     Kalimat itu menggerayangi pikiranmu dengan berbagai persepsi yang berkecamuk. Kamu terlalu munafik untuk mengatakan bahwa kamu tidak peduli dengannya, dan kamu terlalu naif untuk menyangkal itu semua. Kamu menyayanginya dan sangat menyayanginya. Hanya saja, kamu terlalu malu untuk mengakui semuanya.

     Hari demi hari yang pernah kamu lewati, tidak pernah tanpa kehadirannya. Kecuali sebelum dia mengenalmu dan kamu mengenalnya. Kedekatan memang perlu harus dibangun dalam sebuah hubungan pertemanan, tapi menurutmu, hal itu adalah hal yang memuakkan jika berkaitan dengannya. Itu dulu, jauh sebelum semuanya seperti ini.

     Kini, dimulai dari hari ini. Tidak akan ada lagi yang siap meladeni sikap bodohmu, tidak akan ada lagi yang siap untuk menjadi samsak ketika suatu waktu kamu ingin melayangkan semua amarahmu pada seseorang, dan tidak akan ada lagi sosok gadis mungil yang tersenyum manis mendengar kalimat kasar yang keluar dari mulutmu. Dia terlalu baik, dan kamu sukses betul menyia-nyiakannya.

     Gadis mungil itu kini telah pergi, mengambil langkah untuk benar-benar pergi dari kehidupanmu dan datang dengan sambutan hangat untuk pria yang saat ini di kasihinya. Terlalu miris, namun inilah hidup yang harus kamu jalani saat ini.

     Tanpa Ibu, tanpa dia, dan tanpa keluarga.

     Menurutmu, dunia kejam, terlalu egois hingga tidak memperdulikan sosok yang berdiri dengan lemahnya disini, sendiri, tanpa penerang dan penyokong sekalipun. Tapi sayangnya, bukan dunia yang kejam, tapi sebaliknya.

     Kamu terlalu egois, hingga tidak memperdulikan banyaknya orang yang peduli akan kamu. Bahkan sosok wanita sempurna seperti ibu sekalipun, kamu tiadakan hadirnya begitu saja. Sangat menyakitkan, dan ini adalah imbas dari semua yang kamu lakukan. Dunia tidak akan menolakmu jika kamu tidak menolak takdir yang berlaku.

     Ini bukan mengenai karma, karena sesungguhnya karma memang benar-benar tidak ada. Ini hanyalah sebuah cerita mengenai Dunia dan Kamu.

     Dunia yang seolah-olah menolakmu.

     dan

     Kamu yang benar-benar sedang mencoba menentang takdir yang berlaku.

***

"Biasakah aku mengembalikan semuanya seperti sedia kala? Ibuku telah pergi, meninggalkanku seorang diri disini. Di dunia kejam yang penuh dengan paksaan dan siksaan. Bu.. Izinkan aku untuk menyayangimu seperti anak-anak diluar sana. Ku mohon, rengkuhlah tubuhku dan peluk hangatlah tubuhku. Aku merindukanmu." - None

Untaian Harap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang