Bagian 3: Empat menit.

28 2 0
                                    

     Dua langkah pertama yang temanmu ambil mendapat sambutan meriah dari lautan manusia yang terhampar ditengah-tengah gedung sekolah yang bertingkat. Kamu dan satu temanmu hanya mengekor dibelakangnya tanpa melihat berapa banyaknya kaum hawa yang menatapmu dengan tatapan memuja. Kamu tidak peduli akan hal itu. Yang kamu inginkan adalah kamu segera menyelesaikan tugasmu dipanggung ini.

     Temanmu yang ditugaskan menjadi vokalis dari grup accoustic sekolah tersenyum singkat melihat perubahan wajahmu yang kian lama memerah. Kamu berusaha mengabaikan itu atau bahkan semuanya, kamu mengalihkannya pada hal lain yang menurutmu menarik, hingga matamu terhenti pada satu titik yang membuyarkan. Senyum itu hadir, melenyapkan sel-sel motorik yang sedang bekerja dalam tubuhmu.

     Tanpa sadar, lengkungan indah menghiasi bibirmu. Membuat kaum hawa yang berada dibawah sana berteriak histeris. Memukau, dengan senyum tipis nun singkat saja kamu sudah membuat kericuhan yang luar biasa hebat, namun sayangnya ia tidak terbius dengan senyummu. Kepalanya mengeleng kecil dengan senyumannya, mungkin heran dengan tingkah teman-temannya maupun kakak kelasnya.

     Suara dehaman temanmu—si vokalis, membuat senyumnya kembali terbit membentuk simetris yang sayang jika harus dilewati. Kamu masih fokus memperhatikannya, hingga dehaman yang kedua membuatmu tersadar.

     Tanpa basa-basi, kamu dan kedua temanmu segera melancarkan aksi yang ditunggu-tunggu oleh kaum hawa dibawah sana. Kamu tersenyum singkat, memainkan music box dengan santai tanpa adanya hambatan. Ketika suara baritone temanmu menggema ke seluruh sudut sekolah, ia kembali tersenyum. Kamu mengerti. Ternyata ia menyukai suara temanmu, atau bahkan memang menjadi pengagum rahasia temanmu yang akhirnya kamu ketahui.

     “And when there’s gray in our hair and we’ve not much to do. I want to spend the rest of my days with you…“

     Kamu tersenyum dengan anggukkan kepala ketika temanmu melirikmu. “ Oh don’t you know it? You are the one, you are the one. Oh won’t you be the one?“ kamu melanjutkan lirik pada bait terakhir.

     Semuanya memberikan standing applause untukmu berupa tepuk tangan histeris, terutama ia. Ia tersenyum diselingi tawa hangatnya. Sang raja siang yang kini semakin menyorotnya membuat kamu yang melihatnya tersenyum tak kalah indah dan menawan. Jika seperti ini, rasanya kamu ingin tetap bertahan dipanggung ini. Menikmati senyum manis itu dari kejauhan.

     Mungkin, ini adalah empat menit berharga untukmu dan penampilan pertama yang membuat senyum manismu tak hentinya melengkung indah. Maumu, ia selalu ada ditengah-tengah lautan manusia ketika kamu dan grup-mu melancarkan aksi. Namun sayangnya, dunia kadang menentang kemauanmu. Semoga saja, menit-menit berikutnya kamu dapat menikmati senyum manis itu.

Untaian Harap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang