BAGIAN VII

1.6K 154 8
                                    

Hari ini aku berangkat sekolah seperti biasanya. Setelah berjalan menyusuri gang, aku mencegat angkutan. Tak lama kemudian, ada angkutan lewat. Angkutan itu hanya berisi dua anak sekolah dan seorang ibu-ibu yang kelihatannya mau pergi ke pasar. Lumayan, aku mendapat angkutan yang masih longgar.

Ketika baru setengah jalan, angkutan yang kunaiki berhenti dan supirnya terlihat panik. Ibu-ibu itu bertanya pada supir angkutan.

"Mobilnya kenapa, Bang?"

"Nggak tau, Bu. Mobilnya mogok. Sebentar ya saya betulin." Jawab supir angkutan.

Sopir angkutan itu turun dan membetulkan mobilnya. Sementara penumpang lain menunggu. Awalnya aku tidak peduli, tapi aku menyadari sepertinya supir angkutan itu terlalu lama membetulkan mobilnya.

"Bang, lama amat sih?" Tegur salah satu penumpang yang berseragam SMA.

"Wah, ternyata rusaknya parah, Neng. Kalian naik angkutan lain aja ya."

Akhirnya kami semua keluar dari angkutan ini sambil menggerutu. Kemudian kami mencegat angkutan lain. Untung pagi ini lumayan banyak angkutan lewat, jadi kami bisa langsung berangkat.

Namun sayang, angkutan yang kunaiki baru berjalan sedikit, sudah terjebak macet panjang. Gawat nih! Alamat terlambat. Pasti ini sudah siang sehingga macet begini. Jarak sekolahku masih jauh pula. Huh! Terpaksa aku menunggu macet.

***

Akhirnya setelah hampir setengah jam terjebak macet, aku sampai di sekolah. Aku berlari menuju gerbang sekolah. Ternyata hal yang kukhawatirkan benar, hari ini aku terlambat. Aku bersandar di gerbang sekolah sambil mengatur nafas. Kuedarkan pandanganku ke sekelilingku. Tak apalah, paling tidak aku bukanlah satu-satunya orang yang terlambat ke sekolah. Masih banyak murid yang terlambat ke sekolah.

Setelah menunggu selama dua puluh menit, gerbang sekolah di buka. Murid-murid yang terlambat termasuk diriku masuk ke dalam sekolah. Sepertinya perlajaran pertama telah usai. Petugas tata tertib mencatat data murid yang terlambat.

Kami pun menerima hukuman. Ada yang disuruh membersihkan lapangan, ada pula yang disuruh menyapu koridor. Aku kebagian tugas menyapu koridor sekolah yang lumayan panjang. Setelah hukuman kami berakhir, kami boleh masuk kelas dengan izin guru piket dan membawa surat izin terlambat mengikuti pelajaran.

Ketika aku masuk kelas, seluruh perhatian tertuju padaku. Bahkan, guru yang sedang menerangkan materi menghentikan aktivitasnya sejenak. Aku pura-pura cuek diperhatikan seperti itu.

"Maaf, Bu. Saya terlambat masuk kelas." Kataku pelan sambil menyodorkan surat izin pada Bu Rika.

Bu Rika mengambil surat izin yang kusodorkan.

"Kenapa kamu terlambat?"

"Tadi angkutan yang saya naiki mogok, terus pas saya naik angkutan yang lain, saya malah terjebak macet, Bu." Aku menceritakan semuanya secara lengkap.

"Udah berapa kali kamu terlambat?"

Duh, nih guru kalo nanya udah kaya polisi aja.

"Baru sekali, Bu."

"Yaudah, silahkan duduk. Jangan diulang lagi ya."

"Iya, Bu. Makasih." Kataku selalu berjalan menuju tempat dudukku. Sambil berjalan, aku melihat sekelilingku. Aku menangkap mata Al yang sedang memperhatikan aku. Sorot matanya terlihat seperti orang lega melihat kedatanganku. Sebenarnya aku tak yakin dengan apa yang kulihat. Tapi aku yakin aku tidak salah lihat. Ah, rasanya tak mungkin Al lega melihat kedatanganku. Bukankan seharusnya dia senang melihatku apes?

Aku mencoba menyingkirkan perasaan itu dan duduk di tempat dudukku. Sebelum membuka buku pelajaran, aku melihat laci mejaku. Seperti biasa sepucuk surat ada disana. Aku langsung memasukkan surat itu ke dalam tas. Heran deh, kok nggak ada capek-capeknya Si Pemuja Rahasia itu mengirimiku surat kaleng? Padahal aku tak pernah menanggapinya.

Cintaku KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang