BAGIAN VIII

1.6K 205 11
                                    

Keesokan harinya,

aku langsung menghampiri Al sesampainya di sekolah. Aku ingin minta maaf padanya sekaligus mengembalikan jaketnya. Al sedang duduk sendiri di bangkunya sambil main ponsel dengan headset terpasang di kedua telinganya. Sepertinya cowok itu sedang asyik dengan permainan dan musiknya sehingga tidak menyadari kehadiranku.

"Al, nih gue balikin jaket lu." Kataku.
Al tidak bereaksi. Pasti dia tidak dapat mendengarku.

"Al! Ini jaket lu!" Ujarku dengan suara lebih keras. Tetap saja Al diam. Aku semakin keki di buatnya.

"Al,!!! Gue ngomong sama lo! Hiih!! Ngeselin lo ya!" Omelku. Aku mencabut salah satu headset di telinganya. Al memekik kaget.

"Apaan sih lo?! Ganggu aja! Tuh kan kalah! Hampir aja gue dapet skor tertinggi." Omel Al nggak terima.

"Elu sih gue panggil kaga nyahut!"

"Ngapain lo manggil gue?!"

Aku menyodorkan jaketnya. "Nih, jaket lo. Udah gue cuciin."

Al mengambil jaketnya lalu memandanginya.
"Bersih nggak nih jaket gue? Lo cuci pake detergen apaan?" Tanya Al.

"Bersih laah. . .. Emang lo nggak liat jaket lo sekinclong itu? Lagian masih untung gue nyuci jaket lo pake detergen. Daripada pake merang?!"

"Beneran bersih? Lo kan nggak pecus nyuci." Ejek Al.

"Enak aja! Gini-gini gue juga rajin nyuci tau di rumah! Nggak usah nyebar fitnah deh!" Kataku keki.

"Iyadeh iya. . .. Ditanyain gitu aja sewot."

"Abis lu nanyanya resek sih."

Aku diam sejenak. Al memasukkan jaketnya ke dalam tas.

"Al. . ."

"Apa?"

"Gue. . . gue minta maaf ya." Kataku ragu dan grogi. Duuh! Kenapa perasaanku jadi kacau gini sih? Minta maaf sama seorang Al aja susahnya minta ampun.

Al mengerutkan dahi.
"Minta maaf buat apa?" Tanyanya nggak ngerti.

Aku memainkan ujung baju seragamku. Aku semakin grogi.
"Mmm. . . soal kemaren. . .. Gue nggak sengaja bikin lo tersinggung. Waktu itu gue lagi emosi. Lo mau kan maafin gue?"

"Oh, soal itu. Udahlah lupain aja. Gue ngerti kok." Kata Al. Mataku berbinar.
"Jadi, lo maafin gue?" Tanyaku senang Sedetik

kemudian, aku menyadari. Duuh! Betapa bodohnya aku bertanya seperti itu. Kalo Al ngomong kaya gitu, berarti jelas dia memaafkanku.

"Iya, Yuki. Gue maafin. Gitu aja pake nanya."

Aku menghela nafas panjang untuk menenangkan hatiku. Kenapa aku jadi kelihatan tolol gini sih di depan Al? Udah gitu pake deg- degan segala lagi! Sulit sekali rasanya mengendalikan diri. Terakhir aku merasa seperti ini, waktu aku di dekat Steven. Itu pun aku masih dapat mengendalikan diri. Ini benar-benar aneh.

"Well, thanks." Kataku lalu berbalik pergi.

Aku merasa lega karena Al mau memaafkan aku. Aku tidak bisa membayangkan jika Al benar-benar marah dan tidak mengacuhkanku.

Cintaku KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang