Chapter III

117 51 31
                                    

Empat remaja berjalan memasuki area kantin yang sudah tampak sepi. Sekolah memang sudah dibubarkan sekitar sepuluh menit yang lalu. Di saat semua siswa berlalu lalang menuju gerbang sekolah, lain halnya dengan mereka.

Rena, Flori, Della, dan Gladis mereka lah remaja tersebut.
Keempatnya berjalan menuju kantin untuk menemui seseorang.

Pak Ilham.

Guru itu ingin menemui mereka entah untuk alasan apa.

Sudah seminggu sejak kepergian istrinya Bu santi, sudah seminggu pula pak Ilham tidak lagi mengajar di SMA BANGSA, Tapi entah angin apa kini pak Ilham ingin menemui mereka.

Antara takut dan penasaran mereka mendekati meja Pak Ilham di salah satu meja kantin.

Takut dimarahi

Dan,

Penasaran ada alasan apa guru itu mencari mereka.

Mereka cukup bimbang.

Tapi semuanya sirna saat siluet seseorang yang familiar juga berada dikantin itu. Tepat disebelah Pak Ilham.

Viko.

Lelaki itu tengah asyik berbincang dengan Pak Ilham.

"Kalian sudah datang rupanya. Silahkan duduk" pak Ilham mempersilahkan mereka berempat duduk di samping Viko.

Untuk seperkian detik keheningan menghinggapi mereka berenam. Hingga akhirnya Rena angkat bicara.

"Pertama - tama, saya mewakili ketiga teman saya. Kami berempat hanya ingin minta maaf kepada bapak karena kami selalu berbuat salah kepada bapak. Semoga bapak bisa memaafkan kami" Tutur Rena.

"Tidak apa, saya juga sudah memaafkan kalian. Pasti kalian bertanya - tanya ada alasan apa saya memanggil kalian berlima kesini??" tanya pak Ilham.

Kelima muridnya itu hanya mengangguk.

Pak Ilham tersenyum, lalu mengambil sebuah kardus berukuran sedang yang di dalamnya terdapat banyak buku - buku dan beberapa berkas penting.

"Saya hanya ingin memberikan beberapa buku kepada kalian, sebagai refrensi. Terutama untuk kamu Viko, sebentar lagi kamu akan menghadapi UN, dan Untuk Gladis semoga kamu bisa memenangkan olimpiade matematika bulan depan, karena itu sebuah kebanggan untuk saya sebagai mantan guru matematika kamu. Semoga ini bermanfaat." Tutur pak Ilham.

Kelimanya mengernyit heran.

"Mantan guru?" Ulang Della.

"Saya sudah mengudurkan diri menjadi seorang guru. Saya ingin lebih fokus membesarkan anak saya"

Mereka hanya ber-oh-ria.

Pak Ilham kembali mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam kardus yang berisi buku dan berkas - berkas tersebut.

Hanya kotak kaca biasa.

Sebuah kotak kecil berwarna merah maroon dengan bermotif bola - bola kecil berwarna - warni yang menghiasi setiap sisinya.

Lagi - lagi tautan alis menghiasi wajah mereka berlima.

Kali ini Pak Ilham tertsenyum lebar menanggapi ekspresi bingung yang kelima muridnya itu tampilkan.

"Ini hanya kotak kaca biasa. Waktu jaman saya masih sekolah, kotak ini dinamakan kotak rahasia" jelas pak Ilham.

"Ini semacam permainan" tambahnya.

"Caranya?"tanya Flori.

"Cara bermainnya cukup mudah. Kalian hanya perlu mengisi kotak ini dengan sebuah kertas yang berisikan impian kalian atau sesuatu yang ingin kalian sampaikan yang tak bisa kalian ucapkan secara langsung. Tapi yang lebih menariknya, kalian dapat menuliskan sesuatu yang dapat diwujudkan oleh para pemain lainnya. Seperti comblang mungkin, anak jaman sekarangkan hanya memikirkan cinta".

[1] SECRET MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang