Chapter VIII

50 21 7
                                    

Empat gadis remaja dan satu remaja lelaki berjalan beriringan memasuki area perpustakaan sekolah. Tampaknya mereka ingin masuk keruang perpustakaan tersebut terbukti dari salah satu diantara mereka yang perlahan membuka gembok yang mengunci ruang perpustakaan itu.

"Kenapa diperpustakaan sih?" Gerutu Flori.

"Ini tempat paling tepat daripada ditaman"

"Iyasih, tapi darimana lo dapetin kunci buat buka gembok perpus?" Tanya Flori.

"Lo dari mana aja sih, masa lo nggak tahu. Teman kita si Gladis tuh udah dipercaya sama kepala sekolah buat megang kunci perpus" jawab Della.

"Udah-udah, cepetan duduk" ujar Viko.

Kini mereka berlima duduk saling berhadapan di salah satu meja yang tersedia diperpustakaan yang biasa dipergunakan oleh murid untuk membaca atau sekedar istirahat.

Mereka sepakat membuka kertas kedua disana karena selain tempatnya sepi, perpustakaan juga lebih baik daripada harus duduk dirumput seperti minggu lalu.

Della mendapat giliran untuk membuka kertas yang kedua.

Sama seperti sebelumnya, mereka tampak was-was berharap agar bukan kertas mereka yang dibuka.

Della tersenyum jahil saat mengambil salah satu kertas dikotak kaca tersebut hanya untuk menggoda temannya yang tampak tegang.

Perlahan Della membuka kertas tersebut. Ia tampak cemberut membaca kertas yang berada digenggamannya.

Kertas itu ternyata milik Gladis. Ia mendengus kesal dan segera memperlihatkan kertasnya kepada teman-temannya yang lain.

"Lo tuh ya, pasti nggak jauh - jauh dari pelajaran" gerutu Della sambil menatap kesal kearah Gladis.

"Kenapa? Salah? Gue cuma nyuruh kalian nemenin gue belajar selama sebulan buat persiapan lomba olimpiade matematika gue bulan depan. Sekalian lo semua bisa belajar buat ulangan nanti, apalagi tuh si Viko bentar lagi bakal UN " ucap Gladis dengan wajah polos.

"Lo pengen gue punya mata empat kayak lo" Sindir Rena.

"Taii. Nggak asyik lo" kata Flori.

"Nggak usah nyalahin Gladis kali.
Dia cuma niat baik kok. Gue punya saran, gimana kalo kita langsung buka kertas ketiga. Kan nggak apa tuh, belajar sambil nyelesain misi yang ketiga" Saran cemerlang dari Viko langsung dijawab dengan anggukan senang dari para gadis dihadapannya ini.

Akhir Viko membuka kertas yang ketiga.

Senyum yang menghiasi wajah tampan Viko perlahan memudar.
Dari lengkungan indah menjadi sebuah tarikan datar.

Ada sedikit rasa sesak didadanya saat membaca kertas itu. Ia tidak rela membantu kisah cinta dari orang yang dia cintaii.

Tapi disisi lain, jika orang yang dia cintai bisa senang dengan cara ini ia pasti akan membantunya. Tapi tetap saja dia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri.

'Inikah rasanya sakit, mencintai orang yang tak mampuh membalas apa yang kita rasakan' batin Viko.

"Vik, kok diem sih??" pertanyaan Della menyadarkan Viko dari lamunannya.

"Ayo baca tulisannya" seru Gladis.

Dengan berat hati Viko membacanya, walau sangat sulit untuk Viko ucapakan.

GUE SUKA KAK GIO DAN GUE PENGEN KALIAN BUAT GUE SAMA KAK GIO JADIAN -Rena

'Tulisan singkat yang menyakitkan' batin Viko.

Hening.

Terjadi keheningan selama beberapa detik sebelum Rena membuka suara.

"Kalian kok kaget gitu sih??" tanya Rena bingung.

Gladis dan Flori masih hanyut dalam pikiran masing-masing. Mereka masih berusaha mencerna apa yang barusan mereka dengar. Sebenarnya mereka ingin membantu, tapi apa yang nanti akan dirasakan oleh Viko.

Mereka semua tahu bahwa Viko menyukai Rena sejak lama, hanya saja  yang disukai kurang peka atau hanya berpura-pura tidak peka.
Siapa yang tahu.

"Heii, ada yang salah" tanya Rena sekali lagi.

"Hahaa.. nggak kok" tawa Flori dan Gladis yang terdengar dipaksakan.

"Jadi gimana nih? Kalian semua maukan bantu gue jadian sama kak Gio. Mau yaaa!!" Rengek Rena.

"Gue sih mau-mau aja" jawab Viko yang diikuti anggukan oleh Flori, Della dan Gladis.

Rena tersenyum, menampilkan mata bulan sabit khas miliknya yang begitu indah saat ia tersenyum.

"Kalau gitu kita harus buat rencana mulai dari sekarang. Buat Viko posisi lo yang paling penting disini Karena lo sekelas sama Gio jadi akan lebih mudah buat lo nyatuin Gio sama gue. Gimana setuju??" Tutur Rena antusias.

Viko hanya mengangguk lemah.

Kenapa dia?

Kenapa harus dirinya yang paling penting menyatukan kisah cinta Rena dan Gio?

Ini salah.

Harusnya dialah tokoh utamanya.

Bukan Gio.

Tanpa pikir panjang Viko bangkit dari duduknya.

"Lo kenapa?" Tanya Rena.

"Gue ke kelas dulu, bentar lagi bell bunyi" tutur Viko.

"Yaudah, sana pergi" kata Rena.

Viko berbalik dan berjalan menjauhi perpustakaan.

Sebenarnya tadi ia ingin protes tapi ia tak bisa melakukan apapun saat pandangan mata hazel milik Rena menatapnya.

Della juga bangkit dan segera menyusul Viko.

Della dapat melihat dari kejauhan Viko yang sedang duduk disalah satu kursi taman sekolah, segera menghampirinya.

"Kenapa disini?? Bell masuk udah bunyi dari tadi lho" tanya Della

Viko yang baru menyadari keberadaan Della disampingnya hanya menggaruk tengkuknya bingung.

"Jangan bilang lo berniat buat bolos?" tanya Della lagi.

"Mungkin. Abis gurunya ngebosenin"

Della hanya mengatakan 'oh' dan selang beberapa menit keheningan melanda mereka berdua akhirnya Della angkat bicara. "Lo cemburu ya kalau Rena jadian sama Kak Gio??"

"Enggak"

"Lo nggak bisa bohongi gue Viko"

"Gue nggak punya hak buat cemburu. Lagian Gio emang lebih pantes buat Rena. Gio itu pinter, ganteng, ketua Osis pula" lirih Viko.

"Nggak, bagi gue lo lebih ganteng dari Gio" ucap Della.

Viko bergeming.

Dia tidak mengira Della akan mengatakan hal itu. Walau sedikit kaget ia tetap menanggapinya dengan tersenyum.

"Lo bisa aja" Ucap Viko.

.
.
.
.
.

Xoxo
Wanda

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[1] SECRET MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang