[Ishida Saki]
.
.
'Bahagia' adalah kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku saat ini. Pagi tadi, Tuan muda Seiji bercerita banyak tentang kehidupannya selama di Tokyo. Meski aku tidak sepenuhnya bisa membayangkan bagaimana ia menjalani hari-harinya, tapi mendengar dari ceritanya saja aku bisa membayangkan bahwa Tokyo adalah tempat yang praktis.
"Nampaknya sesuatu yang baik sedang terjadi padamu, ya?"
"Eh? T-Tidak ada," aku menggelengkan kepalaku ke arah Ayaka yang tengah berdiri di samping seraya membersihkan perkakas dan perabot keluarga.
"Tidak perlu berbohong! Sebagai adikmu aku sudah tidak lagi bisa kau tipu." ujarnya seraya terkikik geli. Aku mengernyitkan alisku, "kau benar-benar menyebalkan." balasku. "Jadi, apa hal baik yang sedang menimpamu, kak?" tanya Ayaka lagi. "Kau benar-benar tidak mau menyerah, ya?" tanyaku sedikit kesal melihat betapa presistennya Ayaka. "Tentu saja tidak! Katakan padaku, kak!" rengeknya, kini tangannya berpindah ke bahuku sambil mengguncangkan bahuku pelan.
"Ayaka! Saki! Jangan main-main!" seru Bibi Seiko yang tiba-tiba muncul dari lantai dua dan membuat kami terperanjat kaget. Bibi Seiko menuruni anak tangga satu persatu masih dengan omelan-omelan kecil untukku dan Ayaka.
"Bibi, coba dengar dan lihat! Kakak sedari tadi nampak bahagia! Pasti sesuatu yang baik sedang terjadi padanya!" lapor Ayaka ketika Bibi Seiko sudah berada di depan kami. "Ayaka!" gertakku, Bibi Seiko mengamatiku dengan teliti. Aku tidak tahu apa dengan menjadi bahagia karena berbicara dengan Tuan muda Seiji membuat perubahan begitu besar?!
"Cepat selesaikan tugas kalian, 30 menit lagi tamu untuk Tuan muda akan tiba." ujar Bibi Seiko. Aku menghela napas ketika pandangan menelisiknya ia tarik kembali. "Tamu untuk Tuan muda?" Ayaka menatap Bibi Seiko heran. "Calon istri untuk Tuan muda." jawab Bibi Seiko, jawaban itu mengundang respon yang berbeda dariku dan dari Ayaka.
"Sungguh?? Uwaah! Tidak disangka!" seru Ayaka, ia tampak begitu senang dan tertarik pada berita pernikahan Tuan muda. Sementara aku sedikit merasa kecewa.
"Sudah jangan banyak bicara, cepat selesaikan tugasmu." tegas Bibi Seiko kemudian pergi meninggalkan kami. Ayaka kembali membersihkan vas-vas mahal di atas meja sambil bergumam, "Enaknya jadi istri Tuan muda!"
Aku tidak mengerti apa Ayaka benar-benar sadar senang tentang pesta pernikahan keluarga Ogawa, bagiku ketika mereka mengadakan upacara pernikahan, mereka mengadakan upacara pemakaman.
"Aku sudah selesai! Sekarang tinggal membantu ibu mencuci dan menyapu halaman!" ujar Saki sambil menyeka keringat di keningnya. "Ayaka, biar aku yang menyapu halaman." ujarku menawarkan bantuan. "Eh? Kakak tidak membantu ayah di gudang?" tanya Ayaka. "Tidak, tidak sembarang orang diijinkan masuk ke sana. Mereka bilang orang yang tidak diberi ijin jika masuk ke gudang akan membawa hasil produksi yang buruk." jawabku seraya meletakan vas terakhir. "Begitu ya... Tapi setahuku sake Ogawa memang yang paling enak se-Aomori! Jadi mereka pasti benar-benar berhati-hati." tambah Ayaka, aku hanya mengendikkan bahuku.
[...]
Menjelang tengah hari, tamu yang dimaksud Bibi Seiko-pun tiba. Ia datang dengan mobil mewah, dikawal beberapa orang pria berpakaian rapi. Paman Juuji yang tengah membantuku menyapu halaman cepat-cepat berlari untuk membukakan pintu gerbang.
"Selamat datang, Nona Sayoko." sapa Paman Juuji lalu membungkuk dalam-dalam. Gadis yang tidak jauh seumuran denganku tersenyum ramah. Aku tidak dapat dengan jelas mendengar apa yang ia katakan, namun ketika ia menatap ke arahku sesaat, ia membuatku terkesima—calon istri Tuan muda adalah gadis yang begitu rupawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koishii Hanayome
ParanormalSebuah keluarga kaya pembuat sake memiliki desas-desus yang membuat setiap orang bergidik mendengarnya. Ogawa Seiji, putra tunggal keluarga Ogawa yang kaya diminta untuk memenuhi kewajibannya sebagai penerus keluarga. Seiji diharuskan menikah dua ka...