Part 15: [Ogawa Seiji]

10.1K 1.5K 70
                                    

Ogawa Seiji.

.

.

Kedua biksu vihara itu saling bertukar pandangan sebelum salah satu dari mereka menghela napas panjang. "Dunia ini begitu penuh dengan kesengsaraan."ujarnya sambil mengeluarkan tasbih dari dalam montsuki-nya.

"Sejujurnya," Biksu yang lebih tua itu menatap Saki dan memejamkan matanya lalu melanjutkan kalimatnya. "Sejak saya melihat anda, saya merasakan aura yang tidak bagus dari tubuh anda, Tuan Ishida." Saki yang mendengar perkataan sang Biksu tersentak kaget dan menatap kedua biksu itu cemas. "M-Maksud anda...?" tanya Saki dengan gugup. "Apa kalian percaya bahwa Saki benar-benar kena nasib buruk?!" seruku sambil mengerutkan alis marah ke arah para biksu, akan tetapi mereka sama sekali tidak menunjukkan adanya rasa takut dan ragu meski aku meninggikan suaraku.

"Di dunia ini nasib buruk sudah ada bahkan sebelum kita lahir." jawab sang Biksu tua. "Sakit menempel pada tubuh manusia supaya mereka boleh merasa senang ketika mereka diberi kesehatan." lanjutnya lagi seraya menatap kami dengan tatapan lemah lembut. "Apa Saki bisa terbebas dari nasib buruk ini?" tanyaku. Saki yang mendengar pertanyaanku dengan segera merenggut lengan bajuku dan menatapku seolah ia tidak setuju. "Tuan muda...saya tidak ingin lagi Tuan muda kembali menaruh harapan pada hal yang tidak pasti..!" ujar Saki yang mengutarakan ketidaksetujuannya. "Saki... aku hanya ingin mencoba setiap kemungkinan yang ada yang bisa membantumu kembali sembuh dan sehat!" balasku mencoba untuk meyakinkan Saki. "Tuan muda... setelah saya sembuh apa yang akan anda lakukan?" tanya Saki, aku menatap Saki bingung. "Kenapa kau bertanya begitu? Tentu saja setelah kau sembuh kita akan memulai hidup baru! Kita akan bisa hidup bersama untuk kurun waktu yang lama, bukan? Semua hal yang belum pernah kau lakukan, akan kita lakukan bersama!" jawabku.

"Sungguh? Anda tidak akan kembali ke desa?" tanyanya lagi.

"Tidak, aku tidak akan."

"Bagaimana dengan Sayoko-sama?"

"....... Sayoko..."

Lagi-lagi aku kehilangan kata-kata-sebenarnya aku tidak berbohong kalau aku mencintai Saki. Dia adalah orang pertama yang ingin kuminta untuk menemani hidupku. Akan tetapi, aku juga tidak bisa berbohong kalau aku mengkhawatirkan Sayoko. Kami menikah secara sah di mata publik dan negara, apa yang akan terjadi pada Sayoko kalau aku meninggalkannya?

"Anda benar-benar tidak berubah..." ujar Saki tiba-tiba sambil tersenyum lemah dan menepuk bahuku. "Dari dulu anda selalu saja mudah goyah, kepala keluarga Ogawa tidak boleh mudah goyah begitu, Tuan muda." tambahnya. "Saki, aku..." aku mencoba untuk menyanggah apa yang Saki katakan, namun Saki menghentikanku. "Tuan Biksu, saya mohon bantuannya. Jika ada yang bisa dilakukan untuk saya, mohon bantuannya.." Saki merundukkan badannya dalam-dalam di depan kedua Biksu.

[...]

Menyetujui permintaan kami, kedua biksu vihara ini membawa kami berpindah ke ruangan lainnya. Di ruang ini mereka akan melakukan pemurnian batin dan berdoa agara Saki boleh terbebas dari segala nasib buruk yang dipikulnya.

Sebelum melakukan upacara menurut cara mereka, sang Biksu meminta Saki mengganti kimono yang ia pakai dengan kimono putih milik vihara. Tanpa buang waktu dan ragu-ragu, Saki mengenakan kimono yang sudah mereka siapkan. Aku merasa sedikit nostalgia saat melihat Saki mengenakan kimono putih, teringat akan hari di mana kami menikah-Saki begitu mempesona.

"Tuan muda... apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Saki sambil menepuk-nepuk lemah wajahnya. Aku menggelengkan kepala dan menjawab, "tidak ada! Aku hanya teringat hari di mana kita menikah. Waktu itu kau begitu cantik memakai kimono warna putih, haha." jawabku sambil tertawa kecil. "Saya benar-benar menikmati hari di mana kita menjadi suami...istri..." balas Saki lalu perlahan-lahan menutupi wajah dengan tangannya. "Sungguh... saya benar-benar bahagia..." ujarnya lagi.

Koishii HanayomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang