[Ogawa Seiji]
.
.
Seminggu setelah kejadian dimana aku menyentuh Saki, ayah memberitahuku dan Saki bahwa besok mereka akan menyelenggarakan ucapara pernikahan untukku dan Saki.
"Kalian tidak, keberatankan?" tanya ibu. Aku tidak mengatakan apa-apa, sedang Saki menganggukkan kepalanya. "Seiji, bagaimana dengan Sayoko? Apa kau dan Sayoko sudah semakin akrab?" tanya ibu lagi. Tidak bisa aku pungkiri jika aku dan Sayoko memang bertambah dekat. Meski begitu aku masih belum bisa mencintai Sayoko sepenuhnya.
"Ya, ibu."
"Ibu senang sekali mendengarnya." balas ibu dengan nada bicara gembira. "Aku akan pergi memeriksa kimono pernikahan untuk Sayoko." ujarnya lagi lalu bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan. Setelah ibu pergi, ayah menghela napas panjang. "Ibumu begitu gembira karena akhirnya kau menerima tanggung jawabmu dan satu langkah maju menjadi lebih dewasa." ujar ayah.
"Aku harap ibu juga memeriksa kimono untuk Saki." ujarku, Saki menoleh ke arah dengan wajah terkejut. Saat matanya menatap mataku, wajahnya berubah merah dan ia mengalihkan pandangannya.
"Saki, kau bisa minta ibumu untuk memilih kimono yang ingin kau pakai besok." ujar ayah, Saki menggelengkan kepalanya. "Maafkan saya, tapi saya harus pergi membantu Bibi Seiko." ujar Saki yang menundukkan kepala dalam-dalam lalu beranjak pergi.
"Berbeda sekali dengan Yukiko," ujar ayah pelan. "Yukiko?" aku menatap ayah bingung. Sebelumnya aku tidak pernah mendengar nama Yukiko keluar dari mulut ayah. "Ah, Kakak Seiko, Bibi dari Saki." jawab ayah kemudian mengambil gelas tehnya dan menyeduh teh di gelasnya. "Apa yang berbeda?" tanyaku. "Yukiko dulu begitu ketakutan hingga ia tidak keluar dari kamar sampai pada hari upacara. Setelah upacara selesai, ia kembali mengurung diri di kamar." Ketika menceritakan hal ini, raut wajah ayah berubah.
"Ayah, apa yang terjadi pada Yukiko?" tanyaku. Ayah menatapku beberapa saat, lalu meletakkan kembali tehnya dan melipat tangannya, bercerita tentang Yukiko. "Pada hari upacara dilaksanakan, setiap mempelai yang diperkenalkan pada hari pertama jatuh pingsan." Aku mengernyitkan alisku tak mengerti, "diperkenalkan pada siapa?" tanyaku. "Aku tidak bisa memberitahumu sekarang, besok kau akan tahu siapa." jawabnya, "Seminggu setelah pernikahan, dia mulai jatuh sakit. Kemudian sebulan berikutnya nyawanya selalu dalam bahaya. Semua rencana yang dibuat oleh mempelai penggantin pasti akan gagal." cerita Ayah. "Sebulan berikutnya lagi, mereka jatuh sakit lalu kemudian meninggal." Ayah mengakhiri ceritanya.
"Jadi kira-kira sekitar 2-3 bulan mereka hanya bisa bertahan hidup...?"
"Ah, begitulah."
Aku memijit keningku setelah mendengar cerita ayah. "Bagaimana bisa aku membiarkan Saki..." gumamku pelan. "Seiji, kau tidak bisa membatalkan rencana ini lagi." ujar Ayah. Aku mendobrak meja hingga gelas teh berguncang. "Bagaimana bisa aku tidak?! Saki adalah orang yang berharga!" ujarku. "Bukankah nenekmu sudah bilang?! Kenapa kau masih saja menyimpan perasaan untuknya!" bentak ayah, aku hanya tersentak diam.
"Pergilah tidur, besok adalah hari besar untukmu dan untuk keluarga ini." Sesudah mengatakan hal ini, ayah memintaku untuk kembali ke kamar. Aku tidak membantahnya, dengan langkah yang berat aku berjalan menyusuri lorong rumah.
Belum sampai di kamarku, aku menghentikan kakiku dan memutar balik arahku. Dengan berhati-hati aku bergegas menuju ke kamar di lantai atas, kamar nenek. Setelah nenek meninggal, kamar ini tetap dibiarkan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koishii Hanayome
ParanormalSebuah keluarga kaya pembuat sake memiliki desas-desus yang membuat setiap orang bergidik mendengarnya. Ogawa Seiji, putra tunggal keluarga Ogawa yang kaya diminta untuk memenuhi kewajibannya sebagai penerus keluarga. Seiji diharuskan menikah dua ka...