Ini bisa disebut, kencan pertama. Tentu saja itu cuma pemikiran dari pihak Vita. Dari pihak radit lain cerita. Radit bahkan menyebut jalan-jalan pertama mereka ini sebagai 'kegiatan yang tak bermanfaat'.
Tak berapa lama kemudian mobil Radit sudah memasuki parkiran sebuah mall. Suasana di mobil masih saja hening bercampur tegang seperti saat mereka berangkat tadi.
"Eh kita ke mall?" tanya Vita bego. Niatnya sih mau mencairkan suasana tegang di antara mereka, eh malah perkataan Vita barusan kesannya bego banget.
"Enggak, kita ke tukang las." Jawab Radit cuek.
"Lah emang di mall ada tukang las? Kok kita parkirnya di parkiran mall sih bukan di parkiran tukang las?" Vita masih terus menyerocos. Maksud hati ingin mengikuti alur -mungkin- humor milik Radit, namun nyatanya ia salah langkah begitu dilihatnya lelaki bertulang pipi keras itu menoleh. Matanya menajam, menusuk tepat pada manik mata Vita.
"Lo pura-pura bego atau emang bego banget sih. Inget lo itu calon istri anggota TNI AU, calon ibu Pia Ardya Garini. Jadi tolong jangan ngerusak image gue sebagai anggota yang gagal nyari istri ya." Ucapan sarkastik itu keluar begitu saja dari mulut Radit.
Perkataan Radit barusan kontan membuat hati Vita mencelos. Kenapa ada manusia berhati batu seperti ini? Hubungan macam apa yang sedang lelaki ini coba bangun?
Akankah aku mampu menjalani kehidupanku dengannya? -batin Vita-Tanpa disadari sebulir airmata jatuh. Ya Vita menangis. Menangisi kehidupannya yang tragis. Yangg mengharuskan dirinya untuk bersanding dengan anggota TNI AU yang dingin dan kejam ini. Kalau bukan demi bunda, Vita yakin dia takkan pernah sudi untuk menikah dengan Radit. Bahkan mungkin hanya untuk berkenalan pun ia enggan.
Vita bingung mengapa dia mendadak menjadi cewek cengeng. Padahal dari awal ketika om dan tantenya berniat menjodohkan dia dengan lelaki itu, dia sudah mencamkan dalam hati bahwa pernikahan ini dilaksanakan bukan atas nama cinta. BUKAN ATAS NAMA CINTA! Tapi kenapa sekarang hatinya terasa begitu sakit ketika lelaki bertubuh tinggi besar itu berkata kasar. Apa benar ia sudah menjatuhkan hatinya untuk sang tentara penerbang ini?
Lamunan Vita buyar ketika lengan radit menyenggol lengannya. Mengulurkan selembar tisu. Rupanya mobil sudah lama berhenti. Bahkan mesin mobil sudah mati daritadi.
"Buat apa?" tanya Vita.
"Lo nggak sadar? Lo itu nangis." Radit menatapnya jengkel. Perempuan di depannya ini mulai lagi.
Vita meraba sekitar matanya. Basah. Haduh, kenapa harus nangis didepan radit sih? Kan jadi turun harga diriku -jerit Vita dalam hati-
"Udah deh gak usah malu gitu. Santai aja. Mungkin emang gue yang salah. Maaf ya." Ucapan tulus itu meluncur begitu saja dari bibir Radit. Bahkan lelaki itu tak sempat menghentikan kata-katanya. Ia terhenyak, mengapa dengan mudahnya ia bisa mengatakan maaf pada orang asing yang baru dikenalnya seperti Vita?
Perempuan berambut panjang itu memilih diam. Vita langsung menyambar tisu yang disodorkan oleh Radit. Sedetik kemudian ia membuang mukanya untuk menghadap kaca jendela mobil di sisi kirinya.
"Makasih." Ucap Vita pelan namun masih tertangkap pendengaran radit. Radit tersenyum samar. Dalam hatinya, sebenarnya lelaki itu tak tega jika harus terus-terusan bersikap ketus pada perempuan yang akan menyandang status sebagai istrinya ini. Namun keengganannya untuk kembali terjatuh dalam jerat cinta lah yang membuatnya begini.
Radit takut jika nanti ia selalu berbuat baik, maka Vita akan mulai mencintainya dan segera menuntutnya untuk mencintai perempuan itu balik. Ia tak mau! Sungguh ia tak mau jika kembali merasakan sakitnya jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly Me to the Heart (Pindah Dreame Dengan Judul yang Sama)
Fiksi UmumSetiap gadis pasti selalu bermimpi bisa menikah dengan prajurit negeri dan hidup bahagia selamanya seperti dalam dongeng. Namun benarkah menikah dengan abdi negara itu menyenangkan? Menurut seorang penulis lepas bernama Vita, itu bukanlah hal yg mem...