Prolog

200 11 0
                                    

Nadia mengemasi foto-fotonya bersama seseorang yang sangat ia benci sekalugis rindukan. Seseorang yang sempat membuat hidupnya berwarna, walau pada akhirnya, ia melakukan hal yang paling Nadia benci.

Jujur, kepergiannya membuat Nadia selalu menangis saat memandangi foto mereka. Air matanya mengalir begitu saja, mengingat seseorang tersebut selalu memberikannya perhatian lebih di antara ketidak pastian hubungan. Mau dikata sahabat, tapi rasanya lebih. Mau dikata pacar, tapi tidak ada janji.

Nadia meletakkan foto-foto tersebut ke dalam kotak berwarana merah dengan pita dan boneka kecil bertuliskan "Untuk Nadia" kotak bersejarah yang dulu sempat terisi hadiah untuk ulang tahun Nadia yang ke-16. Dan parahnya, sang pemberi hadiah pergi dengan kenangan buruk di pertemuan terakhir mereka.

Nadia menyeka air matanya yang menetes di pipi. Hanya satu obat paling ampuh untuk menutup kembali luka tersebut. Mengabadikan matahari sore dengan gerumbulan awan yang mengawalnya. Hampir setiap hari ia melakukannya. Di tempat yang jarang dikunjungi kebanyakan orang. Rooftop.

Diambilnya sebuah kamera dslr yang bertengger manis di atas nakas. Ia juga tak lupa mengenakan topi untuk melindungi kepalanya dari panas, sekaligus menutupi mata yang sedikit bengkak karena lama menangis.

Kali ini, matahari cukup terik dan langit belum menjingga. Tetapi Nadia akan tetap menunggu sampai matahari tertutup awan, langit menjingga, dan angin menerbangkan rambutnya. Ia akan menunggu semuanya, sama seperti ia menunggu seseorang yang tak akan pernah kembali.

|||||||

Baru permulaan ya, sabar :)
Oh iya, baca juga cerita ku yang di sebelah-->
Cek aja di profil

-alysiAAlfi-

Saat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang