C-School

86 5 4
                                    

Harap vote dan comment, ya.
Setidaknya beri dukungan melalui itu.
Untuk cerita lain, silahkan cek di profile. Thank's

|||||||

Mira menuangkan susu rasa vanila yang diletakkan di dalam gelas jumbo ke setiap gelas yang jumlahnya tiga. Untuknya, Nadia, dan Zidan. Jam masih menunjukkan pukul setengah enam. Mungkin anak-anaknya masih bergelut dengan pakian atau buku pelajaran yang belum disiapkan, terlebih pada Zidan. Anak pertamanya dari Dewa.

"Pagi, Ma." suara nyaring dari Nadia lebih dulu mengisi ruang makan yang ja

"Pagi juga, sayang. Kakak kamu masih di kamar? Padahal udah mau jam enam, lho." Mira meletakkan beberapa nasi goreng yang ia sendoki, ke atas piring Nadia.

"Nadia gak tau, Ma. Oh iya, kemarin Kak Zildan ngeselin. Masa dia pura-pura gak ngenalin aku, mana ada pacarnya lagi." Nadia menambil sendok dengan kerutan emosi yang berada di keningnya. Ia kembali teringat akan kejadian kemarin sore.

"Kak Zildan gak ngenalin kamu? Kok bisa, sih?" Mira masih fokus dengan nasi goreng yang ia sendoki ke piring Zildan dan piringnya sendiri.

Berselang beberapa detik, suara Zidan membuat Nadia mengurungkan niatnya bercerita. Pasti Zildan sudah mendengar semuanya dan ia tidak ingin Nadia menceritakan pada siapa-siapa, termasuk mamanya sendiri. "Pagi semua. Eh udah ada Nadia." Zidan melirik Nadia yang terlihat malas menanggapinya.

"Ini, nih, Ma. Kak Zildan kemar--" Zildan yang merasa namanya terancam buruk, segera membekap mulut Nadia dan membela dirinya sendiri. Salah satu hal yang tidak disukai Zidan, Nadia paling susah untuk diajak kompromi dalam hal-hal yang tidak benar adanya a.k.a berbohong.

"Ya ampun, Nadia. Rambut kamu berantakan banget. Gak disisir ya? Lihat, tuh, ada kutu yang jalan-jalan." Zidan membekap mulut Nadia seraya mengelus-elus rambut hitam yang panjangnya sepundak itu.

"Mmmb. Kak Zidan, lepasin!" suara Nadia terdengar sangat minim di telinga mereka. Mira yang melihatnya tak berkomentar, selain geleng-geleng atau kadang memeringatkan Zidan, saat anak laki-lakinya itu, sudah kelewat batas.

"Bentar, Nad. Rambut kamu kusut, tuh. Emang gini ya, kalo cewek tomboy yang gak pernah dandan, padahal buat kepentingan dia sendiri." Zidan pura-pura merapikan rambut Nadia, padahal hanya akting.

Nadia semakin geram dengan perlakuan Zidan. Segera ditepisnya, tangan yang membekap mulut dan memainkan rambutnya. "Kak Zidan! Suka banget sih, bikin aku kesel. Bilang aja mau ngehindar di depan mama, kan?" Nadia menata rambutnya yang berubah menjadi kusut, bukan malah rapi. Zidan tau apa soal rambut?

"Zidan, Nadia. Udah-udah, kalian cepetan makan karena lima belas menit lagi, jam enam. Mama gak mau lihat kalian telat. Apalagi Zidan, jangan sampe diulangi kejadian waktu itu!" setelah hampir satu jam berkutat dengan peralatan masak dan teman-temannya, Mira akhirnya bisa merasakan kenikmatan duduk. Menjadi ibu rumah tangga bukan hanya membuatnya belajar tentang menanyayangi keluarga. Tetapi juga bagaimana merawat dan menjaga apa yang sudah ia miliki, yaitu keluarga yang harmonis.

"Kak Zidan nyebelin!" hardik Nadia untuk yang terakhir kalinya, dalam sarapan kali ini. Sarapan yang benar-benar menguras emosinya.

Setelah menghbiskan nasi goreng buatan Mira, Nadia dan Zidan segera menuju ke sekolah mereka masing-masing. Nadia dengan home schooling-nya dan Zidan dengan kuliah jurusan informasi dan teknologi. Mereka berbeda tiga tahun dan memiliki nama belakang yang sama, Rali.

"Ma, Zidan berangkat dulu, ya. Nadia kalo lama, Kakak tinggal." seusai mencium punggung tangan Mira, ia memeringatkan Nadia yang sedang memakai sepatu. Walaupun home schooling Nadia tetap pergi ke sekolah, tapi bukan sekolah seperti kebanyakan. Namun rumah guru yang mengajar Nadia dijadikan replika sekolah. Di sana, juga ada beberapa murid yang sepantaran dengan Nadia. Mungkin berjumlah sepuluh orang.

Saat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang