D-Our Meeting

96 6 1
                                    

Ini di republish ya karena sebelumnya, part ini tidak lengkap (kepotong setengah)
Thank's

Jangan lupa VOTE dan COMMENT

|||||||

"Aku lagi di rumah, kenapa
Dan?"

"Ke luar, yuk. Aku bosen di rumah. Mau 'kan?"

"Boleh-boleh. Kamu jemput aku jam berapa?"

"Dua puluh menit lagi. Oke?"

"Oke."

Arina memutuskan teleponnya dengan Zidan. Orang yang ia pilih sebagai pengisi hatinya yang kosong. Sudah dua tahun bersama, membuat hubungan di antara mereka semakin dekat. Berbeda universitas tak membuat Arina dan Zidan memutuskan kedekatan yang sudah dijalinnya setelah sekian lama. Itu semua malah membuat Arina dan Zidan saling memercayai satu sama lain, walaupun tidak pernah mengetahui kegiatan masing-masing saat kuliah.

"Fyufyufyu." suara siulan tiba-tiba mengisi penjuru ruang keluarga yang sedang ditempati Arina untuk menonton televisi.

"Arya! Kebiasaan banget, deh. Kalo dateng itu, pake salam, bukan siul-siul." Arina melototi adik laki-lakinya, saat memasuki rumah. Kebiasaan yang membuat Arina geram dan terganggu karena suara Arya.

Arya menghentikannya, lalu menghembuskan napas dengan kuat, "Assalamualaikum Kak Arin," ucap Arya yang malah membuatnya aneh karena memanggil Arina dengan sebutan "kak" karena biasanya, ia tidak melakukan hal itu.

Arina tersenyum lebar, "Nah, gitu. Awas aja kalo diulangin, gue--" Arina menggerakan telapak tangannya yang ia tidurkan di depan leher, lalu menggerakannya ke kanan dan ke kiri seperti orang menyembelih.

"Arina bacot!" Arya lantas berjalan meninggalkan Arina dan bermaksud untuk ke kamarnya, namun di tengah jalan, ia dihadang oleh panggilan dari Arina.

"Arya, lo beli snapback baru? Gue liat, dong." Arina menatap punggung Arya yang hampir menjauh. Ia bingung, sejak kapan Arya menyukai huruf N dan warna biru.

Arya berbalik dan melepas snapback yang ia kenakan, "Gue nemu di rooftop. Gak tau punya siapa, yaudah, gue ambil aja," ucapnya dengan duduk dan mengambil setoples camilan di sebelah Arina. Dan dengan sikapnya yang menyebalkan, Arya mengganti channel televisi kesukaan Arina dengan kesukaannya.

"Kaya punyanya Nadia, ya?" Arina menelusuri setiap bagian dari topi tersebut. Kemarin, ia sempat melihat Nadia mengenakan topi itu, tetapi ia juga tidak yakin dengan tebakannya.

Arya mengernyitkan dahi, "Nadia? Siapa, tuh? Temen lo?" tanyanya masih dengan memasukkan beberapa camilan kentang yang dibalut bumbu pedas ke dalam mulutnya.

Arina bingung harus menjelaskan seperti apa. Ditatapnya adik laki-laki yang menemaninya delapan belas tahun belakangan ini, dengan wajah bingung. "Gue baru kenal Nadia, kemaren. Dia orang yang baik, kok. Ramah, friendly, dan intinya, gue lihat dia pake snapback itu kemarin." akhirnya, beberapa kalimat yang sudah ia siapkan, muncul dengan lancarnya.

"Aduh, Rin. Gue gak tanya sifat dia. Masa bodo. Terus kalo ini punya Nadia-Nadia itu, gue harus kembaliin?" Arya merampas topi yang masih menjadi pusat perhatian Arina itu, dan memakainya kembali.

"Iyalah, Ar. Itu punya orang, lo 'kan bisa beli lagi. Apa susahnya, sih?" celoteh Nadia yang keningnya sudah terlipat karena kesal sembari menekan-nekan paha Arya dengan genggaman jemarinya.

"Kalo ada kesempatan kenapa gak diambil? Salah sendiri ninggalin barang sembarangan. Ya, gue ambil lah." tak lama setelah itu, Arya menaiki tangga untuk menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Arina.

Saat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang