15. Menghilang

2.8K 82 0
                                    

Beberapa kilasan peristiwa melewati mataku seperti kilatan cahaya.

Dari peristiwa yang tampak terjadi di dalam mobil,

"Satu...sembilan...sembilan.."

"Kau masih terbiasa mengeja password ya ?"

Kemudian tawa.

Dan suasana hening yang membuatku membeku.

Sampai wajah seorang perempuan.

Kebingungan.

Rasa gelisah.

Mataku terbuka perlahan.

Hal yang ku dengar hanyalah teriakan dan makian ayah.

"Ada apa ini ?" Tanyaku dalam hati.

Lalu aku mendengar suara tamparan.

Ku picingkan mataku untuk melihat dengan jelas.

Ayah menampar Jace.

Alvredo duduk di sofa dengan senyuman licik yang tidak pernah ku lihat sebelumnya.

"Mulai dari saat ini, saya tidak ingin melihat dirimu berada di sekitar putriku lagi ! Sudah cukup banyak toleransi yang saya berikan padamu selama ini, Jace ! saya amat kecewa kepadamu. Sudah cukup kesabaran saya, saya pendam untukmu semenjak 3 tahun yang lalu, meskipun saya harus kehilangan pancaran cahaya dan semangat anak saya satu satunya ! Kau sudah keterlaluan, Jace. Tak bisakah kau pergi saja dan membiarkannya melupakanmu ?! Tak bisakah kau membiarkannya bahagia bersama Alvredo ?!" Bentak ayah yang juga membuatku takut.

Aku tidak berani membuat satu suara pun.

"Kenapa, Jace ? Kenapa kamu memaksa Angell untuk mengingatmu ? Apakah kamu mau Angell kembali mengingat masa masa sulitnya tanpa mu selama 3 tahun belakangan ini ?" Tanya ayah.

Aku... aku sama sekali tidak mengerti.

Apa maksud ayah dengan masa sulitku ?

Sedekat itukah aku dan Jace dulu ?

Memangnya apa yang sebenarnya terjadi selama 3 tahun belakangan ini ?

Denyutan itu kembali. Aku, aku harus menahannya. Hanya untuk kali ini, Angel. Jangan pingsan.

"Saya kembali ke sini hanya untuk dia." Jawab Jace memalingkan tatapannya dari lantai tepat ke mata ayah.

"Saya sudah berjanji padanya. Meskipun kami berdua harus sama sama menderita selama 3 tahun belakangan ini. Saya sudah berjanji padanya untuk kembali." Lanjutnya pada ayah.

"Meskipun Angell harus kembali mengingat semuanya dan kembali membenci saya. Saya harus memberitahunya tentang apa yang sebenarnya terjadi." Katanya lagi.

Mem..membencinya..?

Aku.. membenci Jace ?

Apa... apa yang akan ku ingat ?

Aarrgghhh

Denyutan itu kembali. Terasa lebih sakit.

"Angell, bertahanlah.. sedikit lagi, sebentar lagi..." kataku pada diriku sendiri.

Ayah membuka mulutnya lagi untuk melontarkan kata katanya. Namun..

"AAARRRGGHHHHH" teriakku sambil menahan rasa sakit di kepalaku.

Sakit.

Sakit sekali.

Ku buka paksa mataku dan melihat ayah mengusir Jace keluar dengan suara yang samar.

Para kawanan dokter itu datang lagi.

Ku tutup kembali mataku dan kembali menatap layar hitam yang kosong.

Aku... kehilangan... Jace ?

******
"Angell.. sudah siap, nak ?" Tanya ayah sambil melangkah masuk ke kamar.

Ku tutup koperku dan menguncinya.

Aku melihat kearah ayah dan menganggukan kepalaku.

"Baiklah, ayo." Kata ayah. Lalu aku berjalan keluar dari kamar.

Sudah seminggu semenjak kejadian itu terjadi. Dan aku tidak pernah lagi mendengar kabar dari Jace semenjak hari itu.

Kecuali handphone ini.

Aku menemukannya di laci sebelah tempatku tertidur dengan note yang bertuliskan

"Mungkin akan memakan waktu yang lama untuk membuka passwordmu. Dan akan lebih baik jika kamu menggunakan ini dulu daripada kehilangan semua datamu dengan memformat ulang hp mu.

Jaga baik baik benda ini. Dan jika ingatanmu kembali lagi suatu saat nanti, hubungi aku.

Dari seseorang yang suatu saat akan kau ingat sepenuhnya,
Jace"

Sampai sekarang aku masih bingung dengan apa yang dia maksud.

Dia sama sekali tidak memberikan nomernya.

Dan tidak ad satu nama pun yang ada dalam hp baru ku ini.

Bahkan bungkusannya masih di segel saat aku membukanya kemarin.

Ku helakan nafasku dan melihat ke arah jalanan beraspal.

Aku dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Alvredo sudah menungguku di bandara.

Aku takut. Apa yang akan terjadi nanti ?

Oh, dan ibu ? Aku sudah berpamitan padanya.

Kondisinya tidak begitu membaik, namun Alvredo memberitahuku tentang lomba di London yang di tawarkan kepadaku di sekolah dulu. Hadiahnya akan lebih dari cukup umtuk biaya pengobatan ibu.

Itulah kenapa aku langsung memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan segera menerima tawan itu.

Namun, jantungku selalu terasa seperti akan jatuh setiap kali aku memikirkan London.

" Ada apa disana ?"

"Apakah sesuatu yang penting ?"

********
Hi alll, mulai sekarang aku #author akan tampil dengan tulisan Bold ini...

Biar labih jelas kalo Chapternya udh kelar.

Gimana ? Terlalu pendek ya ?

Emang iya sih... tapi seru kan ?

Kalo engga sih.. aku pasrah deh.
Hahaha

Tapi tetep yaaa, jangan lupa untuk vote, comment and share ke temen temen kaliannn.

Xoxoxo,
Love you all.

I Love Him But I Don't [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang