Dikala Daun-Daun Gugur dan Bunga-Bunga Layu
2 bulan sebelum pernikahan, Kak Sam didalam kejauhan selalu memandangiku dengan rasa yang indah, akupun ingin merasakan itu. Tapi entah kenapa melihat wajahnya dari kejauhan terasa bercayaha sekali. Mungkin itu karna sering beribadah.
Kini umurku sudah 22 tahun saat ini adalah hal yang paling indah.
•••••
Hari itu tiba, Kak Sam mengajakku untuk bertemu lewat sebuah surat di bawah jendela kamarku surat itu berisi:
Hai Mawar,
Mutiaraku, walaupun aku belum sepenuhnya mendapatkanmu. Tapi aku harap Tuhan mengabulkannya.
Ini adalah surat sebelum yang . . . ku untukmu.
Aku ingin bertemu denganmu mutiaraku, di taman kota.
Salam Kak Sam.
•••••
Dengan memakai baju biru langit yang Kak Sam suka aku datang ke taman kota, disana sudah ada Kak sam.
"Hai Mawar"
"Hai juga Kak Sam"
Tiba-tiba aku melihat wajah yang pucat dari wajahnya, lalu aku bertanya, "kenapa kak? Lagi sakit ya?"
"Enggak kok Mawar, cuman kurang tidur aja"
"Ahh Kak Sam pasti berbohong"
Tiba-tiba Kak Sam memegang dadanya, aku terkaget, nafasnya pun tersenggal-senggal.
"Kak Sam, kenapa?" kutanya dengan rasa khawatir dan panik. Dia hanya batuk-batuk, tiba-tiba dia terjatuh, lalu aku meletakkan kepalanya dipahaku.
"Sakit Mawar..." racaunya.
"Sakit apa?" jawabku panik.
Aku pegang tangannya dengan erat, hingga aku menetaskan air mata.
"Kak Sam kenapa? Kak Sam kenapa? Kak Sam bohong kan?" tanyaku dengan rasa sedih. Aku hanya melihatnya menahan sakit dan memegang dadanya, lalu aku memegang dadanya yang mulai lemah.
"Mana obatnya!?" tanyaku.
"Sakit Mawarr" katanya sambil menahan sakit.
"Dimana!?" tanyaku lagi.
Aku mencarnya tapi tak ada, aku menelpon Arianda untuk menolongku. Tak berapa lama Arianda mengangkat teleponnya. Dan tak berapa lama Arianda datang dengan membawa mobil ambulance.
"Sakit Mawar..." ucapnya sambil menahan sakit.
"Tahan, tahan sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit" ucapku.
Aku hanya melihatnya yang sedang mengatur nafas, dia menggigil dan aku merasakan sakit itu.
"J-jangan me-menagis M-mawar" ucapnya terbata bata.
Aku terus menangis, aku takut dengan hal yg tidak aku inginkan, aku sangat takut. Aku mengusap rambutnya, ku pegang erat tangannya, tetapi Kak Sam hanya bilang, "tenang Mawar, tenang ini sudah biasa"
"Biasa apanya!?" bentakku. Dia terus mengatur nafasnya dengan perlahan, saat tiba di rumah sakit, Feby, Nadine, Kak Alana, -kakak yg aku jumpai saat bertanya tentang Kak Sam- dan Pak Fikri sudah ada disini. Dan yang aku lakukan hanya menangis. Dan sebelum Kak Sam masuk ruangan UGD dia bilang bahwa "setiap pertuan pasti ada perpisahan", lalu Kak Sam mengusap air mata dipipiku, kemudian dia di bawa masuk ke ruang UGD. Aku langsung memeluk Arianda dan Feby.