Hari ini sedikit tergelitik untuk menulis perjalanan akademis dan karir saya dan membuktikan betapa tidak realistisnya saya. Hal ini dimulai dari kegiatan browsing saya untuk mencari objek analisis kasus untuk makalah kelompok yang harusnya hari ini saya kumpulkan dalam bentuk file, karena saya orangnya moody dan suka lupa mengenai apa yang terjadi dan daripada saya stress gag bisa mengeluarkan isi hati jadi saya nulis ini saja ya.
saya tergelak ketika membaca sebuah pertanyaan dalam sebuah blog khusus membahas tentang peningkatan karir, berikut pertanyaannya.
"Saya seorang lulusan baru dan telah bekerja disebuah perusahaan swasta. Saya memiliki impian 5 tahun ke depan, saya akan menjadi seorang analis profesional, namun pada kenyatannya saat ini saya adalah orang yang melakukan fungsi penjualan. Saat ini saya tidak dapat menikmati pekerjaan yang saya lakukan, sehingga performa yang saya berikan hanya pas-pasan. Saya merasa tidak puas dengan performa yang demikian dan ingin mengejar impian saya. Terus terang saya mendambakan pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu saya, karena saya merasa senang melakukannya, namun kondisi persaingan saat ini menuntut agar saya bekerja untuk bertahan hidup. Sebagai orang yang baru masuk ke dalam dunia kerja, saya ingin mendapatkan saran untuk menyikapi kendala yang sedang saya hadapi." - Permata Pangaribuan
Alasan saya tergelak dikarenakan saya pernah berada diposisi orang tersebut, sedikit informasi tentang diri saya, saya adalah lulusan S1 Akuntansi disebuah perguruan negeri di kalimantan selatan, saya menempuh kuliah sekitar 4 tahun dimana itu adalah waktu-waktu terbaik saya dengan otak yang saya miliki, segala pengalaman beratnya kuliah saya pernah alami, dari dikhianati teman, kerja kelompok yang jadi kerja sendiri, dan puncaknya adalah skripsi, tidak ada satupun anak kuliahan yang akan berkata mengerjakan skripsi adalah hal yang mudah. Skripsi hanya salah satu gambaran bagaimana kejamnya dunia kerja nantinya. Mencari data, berkenalan dengan orang baru, bernegosiasi, sampai kejar-kejaran sama dosen pembimbing pernah saya alami, bahkan dulu saya sempat mau menempuh jalur nonskripsi yang diambil oleh teman-teman saya, belum lagi dibullyoleh seluruh teman satu angkatan saya. Tapi entah mengapa saya bertahan menghadapi itu semua, sampai airmata habis, sampai darah dan keringat perjuangannya. Dan itu semua berhasil, saya tidak pernah menyangka akan menjadi lulusan terbaik 1 mewakili Fakultas saya saat itu. Rasanya semuanya sepadan.
Berlanjut dengan dunia kerja, setelah saya lulus kuliah, saya memutuskan mengambil potongan untuk mendaftar pada pendidikan profesi dari jurusan saya, saat itu pikiran saya, saya ingin lanjut kuliah sambil kerja. Sayangnya ketika saya ikut ujian masuk pendidikan tersebut saya diharuskan ikut matrikulasi empat mata kuliah yang masing-masing biayanya Rp. 500.000. Terus terang saya bukanlah anak dari keluarga berada, bahkann 4 tahun kuliah, selama 3 tahun saya mengandalkan beasiswa dari kampus dan sedikit bantuan dari om saya, saudara laki-laki dari ibu saya. Saya bingung saat itu, karena posisi saya yang sedang menjalani masa percobaan kerja selama 3 tahun tidak memperbolehkan saya untuk izin setengah masuk kerja dan juga total biaya matrikulasi pun melebihi dari gaji yang saya dapat diperusahaan itu. Saya ingat waktu itu, gaji pertama saya adalah Rp. 800.000 dan gaji tetap untuk posisi staff keuangan saat itu yang saya terima Rp.1.200.000. Saat itu, saya mengalah pada keadaan, saya tidak mau lagi merepotkan kedua orangtua saya hanya untuk membiayai kuliah lanjutan tersebut dan akhirnya saya memilih bekerja dan melepas kuliah yang akan saya jalani.
Perjalanan karir saya termasuk lumayan cepat saat itu, 6 bulan saya bekerja di posisi staff piutang, saya dipindah ke posisi kasir dan berada jauh dari divisi saya saat itu. Bos saya tetap, akan tetapi saya bekerja untuk dua divisi saat itu, divisi penjualan dan divisi keuangan. Awal mula saya bekerja diposisi kasir, banyak hambatan yang saya alami, dari mulai lingkungan kerja yang tak nyaman, tekanan keadaan bahkan lembur yang mengharuskan saya pulang malam saya jam 8 malam. Untuk tahun pertama, itu merupakan tantangan yang sangat berat , apalagi saya yang masih muda dan baru lulus kuliah, bekerja dengan bidang yang sebelumnya berbeda dengan jurusan saya. Tapi ada hal yang membuat saya bertahan kurang lebih 3 tahun disana. Kepercayaan.
Kepercayaan dari atasan saya yang bagaikan seorang ibu pada anaknya. Jangan kira atasan saya adalah tipe atasan "baik" dan bagaikan ibu peri. Sama sekali bukan. Beliau adalah tipe atasan tempramental. Tapi anehnya beliau begitu keibuan untuk membimbing saya saat itu. Saya tidak akan lupa moment ketika mengasir dengan beliau, berbagi waktu makan siang dan berbagi uang tombokan. Itulah yang membuat saya tidak pernah keberatan lembur, tidak pernah mengajukan cuti dan tidak pernah minta naik gaji. Saya tipe workholic tulus, asal pekerjaan saya sempurna , gaji adalah urusan no 2 bagi saya.
Tapi ditahun-tahun terakhir saya melihat orang datang dan pergi dari perusahaan, saya melihat pegawai baru dan pegawai lama yang pergi. Entah karena skandal, entah karena ingin cari kerja dengan gaji yang lebih besar. Saat itu, saya sadar posisi saya akan stabil diperusahaan itu. Stabil dalam arti tidak naik dan dapat turun. Skill saya dapat cuma mengasir, saya tidak pernah dianggap rekan kerja baik oleh divisi keuangan ataupun divisi penjualan karena status hybrid saya diperusahaan tersebut. Lalu saya tersadar saya ingin kembali ke akar rumput pendidikan saya. Saya ingin mengaplikasi ilmu saya 4 tahun kuliah tapi tidak pernah ada kesempatan itu karena posisi saya yang sulit mencari pengganti untuk jabatan saya saat itu. Sulitnya mutasi pada saat itu dan sendiriannya saya saat itu benar-benar membuat saya tidak dihargai. Tidak pernah ada kata "merayu" baik pada saat saya mengajukan resign pada atasan saya yang baru saat itu. Saya berasa membuang umur saya dan skill saya ditempat itu. Dan akhirnya saya memutuskan melanjutkan kuliah profesi saya yang sempat batalkan 3 tahun yang lalu.
Sekarang saya adalah mahasiswa pendidikan profesi tanpa pekerjaan , pasti kalian bertanya darimana uangnya. Saya menabung untuk kuliah tersebut, saya juga mencairkan dana pensiun saya dan mendapatkan pesangon saya dan uang terima kasih dari perusahaan saya tersebut. Saat ini saya ingin menjadi seorang tenaga kerja yang benar-benar baru.
Oh ya, jawaban pertanyaan diatas dijawab oleh blog tersebut adalah
Sebetulnya banyak jalur karier yang mengutamakan kemampuan analisa dan mengolah angka selain menjadi seorang analis, bahkan dalam bidang sales. Sekilas pandang, sales lebih mengutamakan kemampuan persuasi karena tugas utama seorang salesperson adalah menunjukkan pada klien bahwa produk yang ditawarkan lebih baik dari kompetitor. Walau begitu, kamu bisa memanfaatkan kemampuan analisamu dan mengkorporasikan data dan angka untuk meyakinkan klien agar memilih produk dari perusahaanmu.
Salah satu opsi lain yang bisa kamu pertimbangkan adalah mencoba program . Banyak perusahaan dan bank ternama yang menawarkan program , jadi kamu bisa mengembangkan kemampuanmu tanpa perlu terlalu khawatir dengan biaya hidup. Intinya, jangan terlalu cepat putus asa. Banyak pilihan dan kesempatan yang ada jika kamu bersedia lebih fleksibel dan berpikiran terbuka.
Sumber daripertanyaan diatas:http://en-id.qerja.com/journal/view/548-ask-the-expert-tersandung-halangan-saat-mengejar-karier-impian
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas KOPI...
Non-FictionSetiap orang mempunyai keinginan dan cerita yang berbeda dalam hidup ini. Sadar atau gak ada hal sama yg menyamakan kita yaitu pelajaran hidup didalam kesulitan kepedihan. Ini ceritaku... Bagaimana ceritamu????