Marahan

78 10 2
                                    

Happy reading

#

#

#

"Lana! Al!"

Semua berteriak saat melihat Lana dan Al yang bersikap seperti sepasang kekasih. Lana memandang delapan orang di depannya dengan tatapan tak percaya sekaligus bingung. Terungkap juga kebohongan yang sudah lama ingin ia ungkap.

"Gue bisa jelasin ini sem..."

"Apalagi yang perlu dijelasin?" Tanya Era dengan nada yang kecewa.

"Kalian pacaran kan?" Tuduh Fathia langsung. Lana bingung mau menjawab apa. Darimana mereka tau kalo dirinya dan Al pacaran? Sekarang ia harus jujur atau....

"Udah deh ngaku aja. Nyokap lo yang kasih tau ke kita," kata Ina mulai sewot.

"Mati gue abis ini. Gue tau kalo pembohong itu penjahat nomor satu, tapi gue harap kalian bisa maafin gue," batin Lana meringis. Membayangkan dirinya dimusuhi sahabatnya sendiri aja tidak bisa apalagi jika itu menjadi kenyataan.

"Iya. Sebenarnya gue ama Lana udah pacaran dari dulu."

Lana melotot memandang wajah Al di sampingnya. Walaupun ia tau kali ini ia tidak bisa bohong, tapi kalimat Al yang tiba-tiba tetap membuatnya kaget.

"Gue gak nyangka lo kayak gini ke kita, Lan. Lo bohongin kita semua. Lo tau kan kalo kita paling nggak suka orang yang bohong!" Bentak Era dengan suara tertahan.

"Maafin gue, Er. Kasih kesempatan gue buat jelasin ini semua," pinta Lana dengan muka memelas.

Era memalingkan muka ke samping lalu menggenggam kalung yang dipakainya.

"Mungkin persahabatan kita di mata lo nggak ada artinya, Lan." Detik berikutnya kalung yang digenggam Era sudah jatuh ke rumput taman rumah Lana. Era lalu berlari meninggalkan taman belakang. Siapa yang tau kalo Era menitikkan air mata saat menarik paksa kalung yang baru dipakainya tadi itu.

"Gue tenangin Era dulu," pamit Khanza mengejar Era.

"Era jangan lari! Gue nggak bermaksud bohong beneran."

Lana sudah tidak bisa membendung airmatanya lagi. Bagaimana jika ia tak termaafkan? Bagaimana jika ia tak bisa lagi jalan-jalan dengan sahabatnya? Bagaimana jika sahabatnya tak mau berbicara dengannya? Bagaimana?

Lana lalu melihat Ina, Fathia, dan Alma yang masih diam.

"Ina..." panggil Lana pelan. Ina menatap Lana sebentar lalu berjalan pergi dengan perasaan sedih. Lana tidak berusaha menahan Ina. Rasanya dia mau tenggelam di samudra atlantik. Naufal yang daritadi diam berlari menyusul Ina.

"Fathia, lo mau kan denger penjel...."

Fathia berjalan pergi diikuti Dhega sebelum Lana menyelesaikan ucapannya. Sebenarnya Fathia tidak bisa membendung airmatanya jika ia tetap berdiri di sini.

Kini tinggal tersisa Alma dan Athan yang masih diam dari awal. Lana berharap Alma akan mengerti dirinya dan dapat mendengar penjelasannya.

"Gue tau lo pasti punya alasan ngelakuin ini semua," kata Alma yang membuat Lana tersenyum lega.

"Tapi gue kecewa dengan keputusan lo untuk bohong."

Lana menatap sedih punggung Alma dan Athan yang mulai menjauh. Semuanya telah terjadi. Ia tak tau apa yang harus dilakukannya sekarang. Tubuh Lana luruh ke rumput taman. Al yang menyebabkan ini semua terjadi merasa sangat bersalah. Ia menatap Lana dengan pandangan sedih. Dengan langkah pelan Al menghampiri Lana lalu memeluknya. Menyalurkan sedikit energi agar Lana bisa tenang. Tapi bukannya tenang, Lana malah menangis semakin keras.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang