Jarak

71 10 1
                                    

Happy reading

#

#

#

Setelah keluar dari rumah Ina, Naufal langsung meluncur ke rumah Al yang tidak terlalu jauh. Sampai di rumah Al yang sepi, Naufal masuk ke dalam dan menemukan semuanya sudah berkumpul.

"Lama banget sih lo!" Dhega mengomel tentang keterlambatan Naufal yang tidak terlalu lama.

"Ina lagi butuh gue lebih lama," balas Naufal acuh.

"Sekarang karena semua udah kumpul, sebelum gue jelasin, kalian maju gih satu-satu." Al berdiri dari sofa dan berjalan ke tengah ruang tamu yang tempatnya sedikit luas. Naufal yang baru datang mengambil peran pertama dengan berdiri di depan Al. Keduanya saling menatap lalu

BUGGG... detik berikutnya Al memegangi pipinya yang kena tonjok. Naufal yang telah memukul pipi Al dengan tenaga sekadarnya duduk di sofa lalu meminum minuman yang ada. Selanjutnya, Athan berdiri di hadapan Al dengan wajah sedikit tegang. "Alma nggak suka sama kekerasan dan gue juga nggak mau kalo disuruh mukul orang tanpa alasan."

"Banyak bacot lo, Than." Naufal menimpali perkataan Athan dengan malas.

"Oke, siap-siap lo Al!"

Al mengangguk lalu tiba-tiba merasakan nyeri di perutnya. Tepatnya dibagian bawah tulang dadanya. Tendangan Athan memang yang paling terasa deh.

"Gaya lo sungkan tapi sakitnya nggak hilang beberapa jam," sungut Al yang hanya dibalas kedikan bahu oleh Athan.

Dhega dan Khanza maju bersamaan ke depan Al. "Woo, jangan main keroyokan bung!"

"Bisa-bisannya lo boong ke kita masalah cewek," ucap Khanza penuh penekanan sambil mencekik leher Al.

"Maaf, gue mau jelasi.....akhhh, gu..e bisa ... mati...." Al mulai tersendat dalam berbicara. Khanza yang masih kesal dengan Al melepas cekikannya dengan tidak rela.

BUGGH....Tanpa aba-aba, Dhega melanjutkan penderitaan Al dengan memukul pipi Al yang masih mulus.

"Sekarang lo jelasin!" Titah Khanza. Al yang ada di posisi duduk masih memegangi pipi dan lehernya yang kena amuk. Mengontrol apakah ada tulangnya yang bergeser atau retak. Al dan ke-empat sahabatnya biasa memukul, menendang, atau lainnya untuk mengeluarkan amarah yang keluar karena suatu masalah. Tapi, sebenarnya mereka sangat demokrasi dan toleransi dalam menyelesaikan masalah.

"Kalian inget cewek yang gue critain dulu. Yang gue bilang benci sama dia."

Semuanya mengangguk mengingat dulu Al pernah crita tentang cewek yang dibencinya.

"Mungkin kasus gue ini yang namanya benci berarti benar-benar cinta. Beberapa bulan lalu gue jadian ama dia dan nggak lama kemudian gue menemukan bahwa kalian pada nggak suka sama sohibnya Lana."

"Jadi si dia itu Lana?"

Al mengangguk dan menghela nafas sebentar lalu melanjutkan. "Gue berencana bikin kalian deket sama sohib-sohibnya Lana dengan permainan konyol yang gue ajuin. Akhirnya, gue sembunyiin hubungan gue ama Lana demi memuluskan rencana gue."

"Tapi tetep aja lo nggak perlu nyembunyiin hubungan lo dan pura-pura-pura nggak kenal Lana waktu awal ketemu," sergah Dhega.

"Gue nggak berpikir bakal kaya' gini."

"Ya udah, alasan lo bisa diterimalah karena nggak mengandung kejahatan. Sekarang tugas kita bikin rencana buat Lana baikan ama sohib-sohibnya." Athan melerai dan mengakhiri perdebatan yang mulai terjadi. Usul yang dikeluarkan Athan langsung disetujui oleh empat kawannya.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang