Hari ini Jimin sudah masuk seperti biasa, tiga hari berada di rumah sakit hanya membuatnya bosan, tapi kini ia sangat senang karena ia sudah masuk sekolah. Tapi kini berbeda, biasanya Jimin berangkat dengan mobil sendiri atau motor sekarang ia naik mobil Yoongi dan beragkat bersama dan pulang bersama.
"Hyung, apa kau akan diam disini terus ?" kata Jimin saat mereka berada di depan pintu kelas Jimin.
"Ah ani. Hanya saja aku~"
"aku dan Eun Wo tidak ada hubungan hyung. Percayalah."
"Yak ! Aku tidak memikirkan itu, aish baiklah aku pergi dulu." ucap Yoongi sambil berjalan pergi tapi Jimin menahannya dan merengut tidak suka.
"Kau kenapa ? Wajahmu jelek sekali !"
"Kau lupa sesuatu,"
"Uh ? Apa yang aku lupakan ?" ucap Yoongi pura-pura lupa. Dia kan selalu ingat kalau sudah akan berpisah Yoongi harus memeluk Jimin dulu.
"Aish baiklah, pergilah hyung."GREB
"Aku tidak lupa." ucap Yoongi, Jimin tersenyum lalu saat sudah melepas pelukannya. Jimin menarik Yoongi lalu mencium bibir manis Yoongi sekilas lalu segera lari masuk ke kelas.
"Y.yak Jimin pabo ! Kau sudah gila huh ?" teriak Yoongi lalu dia sadar kalau banyak pasang mata yang melihat kearahnya dengan tatapan berbinar-binar ia hanya tersenyum kikuk lalu segera pergi.
DRRTTTT DRTTTTT
Ponsel Yoongi berbunyi dengan siap ia mengangkatnya.
"Ya ? Halo ?"
"...."
"Apa yang kau maksud hyung ? Aku tidak mau aku bahkan baru akan masuk kuliah."
"...."
"Apa maksudmu waktu satu bulan ? Aku tidak mau hyung, jadi jangan memaksa ku."
"...."
"Hyung aishhh" Yoongi mengusak surainya kasar, mendengar perjodohan yang sudah di siapkan keluarganya, dan bahkan Yoongi hanya di beri waktu sebulan mengingat bulan depan Yoongi akan masuk universitas seoul."Hyung ? Apa yg kau fIkirkan ? Kau terlihat sangat sedih."
"Tidak Jim. Aku hanya berpikir untuk masuk universitas mana mengingat sebulan lagi aku sudah lulus dan harus kuliah." ucap Yoongi berbohong.
"Oh benar hanya itu hyung ?"
"Iya Jim, bagaimana kalau kita beli es cream. Aku sudah lama tidak mana es cream." ucap Yoongi antusias berusaha menutupi kekhawatirannya.
"Aigoo hyung kau sedang dalam mode manja ! Tapi hyung ini musim dingin aku takut kau sakit,"
"Kau bawel sekali sih ? Oh kau tidak mau menuruti keinginanku. Baik aku akan pergi sendiri.!" Yoongi lalu melangkah meninggalkan Jimin. Akhirnya Jimin menyusul Yoongi lalu menggaet tangan kekasih tercintanya ini.
"Apapun untuk kekasih manisku ini. Jangan ngambek donk." Yoongi hanya tersenyum mereapon ucapan Jimin.
Sesampainya di taman dan membawa es cream nya Jimin hanya memandang Yoongi sendu yang tetlihat sedih, entah kenapa Yoongi terlihat menyembunyikan sesuatu dari Jimin. 'Sebenarnya apa yang terjadi padamu hyung ?' kira-kira itulah pertanyaan yang ada di benak Jimin."Jungkookie !" teriak Yoongi dari dapur, karena Yoongi sedang menginap di apartement Jungkook.
"Ne hyung."
"Kajja makan, aku audah membuatkan makanan kesukaanmu."
"Ah hyung. Kau memang yang terbaik." ucap Jungkook tersenyum, tapi ia merasa Yoongi memikirkan sesuatu. Karea akhir-akhir ini Yoongi bayak melamun."Ceritakan padaku hyung. Bukankah aku adikmu, jadi katakanlah hyung."
"Ne, aku tidak apa-apa."
"Jangan berbohong hyung," ucap Jungkook sambil mendekati Yoongi dan merangkul pundak Yoongi.
"Kookie ah aku. Hiks hiks aku tidak bisa Kookie ah."
"Apa yang terjadi hyung. Kenapa kau mrnangis.?"
"Kookie ah, aku hiks aku tidak mau di jodohkan. Aku tidak bisa meninggalkan Jimin. Aku tidak saggup kehilangan Jimin, aku~"
"Apa maksudmu hyung ? Apa kau akan di jodohkan oleh bibi dan paman ?"
Yoongi mengangguk pelan. "Aku tidak bisa, Kookie ah. Aku tidak sanggup." lanjut Yoongi masih terisak.
"Tenang hyung !" Jungkook sambil mengusap punggung Yoongi berusaha menenangkan. "Apa Jimin hyung sudah tau ?"
Yoongi menggeleng "dia tidak tau. Bahkan Jin hyung hanya memberi waktu untukku selama sebulan saat aku masuk universitas, yang artinya tinggal seminggu lagi. Apa yang harus aku lakukan ?"
"Bicaralah pada Jimin hyung. Kau pasti bisa aku yakin."
KAMU SEDANG MEMBACA
YoonMin Crazy Love
RomancePertemuan yang singkat antara Jimin dan Yoongi Ternyata bukan kebetulan tapi takdir