Potongan #2 (Pertemuan Pertama)

41 1 0
                                    

Gagah.. hari ini aku mengingat pertama berjumpa dengan mu.

Ditengah terik matahari siang itu, kita masih sama-sama menggunakan seragam merah putih.

Aku mengerutu dalam hati, dan was-was sendiri menanti pengumuman kelas apa yang akan aku masuki. Lalu seorang guru yang berada di mimbar menyebut namamu, saat itu aku langsung memincingkan mata menuju kearahmu. Entah kenapa saat itu aku berharap bisa memasuki kelas yang sama dengan mu, padahal mengenal mu saja tidak, aku hanya suka mendengar nama mu "Gagah".

Namun sayangnya  aku harus melapangkan dadaku, karena kelas yang aku dapat berbeda denganmu.

Tapi saat baris berbanjar, yang kebetulan kelas kita bersebelahan, kamu  tepat baris disebelahku. Aku yang  masih dengan raut cemberut karena ketakutan yang tak beralasan, sebab merasa sendirian diantara manusia yang tidak aku kenal. Saat itu kamu tersenyum datar tapi memiliki aura manis seolah tau maksudku, tau segala hal tentang fikiranku. Senyum mu saat itu langsung menghilangkan segala risau dan ketakutan-ketakutan ku. Tepat saat itu, mantra dari senyum mu mengakar lekat di diri ku.

Senyum mu kala itu, yang datar tapi bernyawa masih sama seperti saat ini. Tak ada secuil pun yang berubah.

------

Aku sangat membenci bersosialisai, apalagi harus mulai berkenalan dengan orang-orang baru. Teman-teman sekelas ku yang lain sibuk saling berkenalan satu sama lain, bahkan ada satu orang yang rela mempermalukan dirinya dengan naik ke atas meja dan meneriakkan namanya, rupanya ia merupakan orang jauh, dari timur sana, aku menyebutnya sebagai "Ambon". Awalnya aku kira Ambon akan menjadi salah satu orang yang akan aku hindari, sebab sikapnya yang sangat agresif, tapi ternyata berkatnya aku menjadi lebih luwes dengan lingkungan baru ini. 

Singkatnya aku menjadi pelajar SMP pada umumnya, seorang anak perempuan yang beranjak menjadi remaja, mulai mengenal rasa kasmaran, dan patah hati. Untungnya aku memiliki sahabat-sahabat baru disini, totalnya ada tujuh orang, jadi kami ada delapan orang, dua dari mereka merupakan perempuan populer di sekolah, karena mereka cantik, pintar, dan tajir. Sebab kedua teman ku tadi yang cukup populer, aku dan lima orang lainnya yang sering berada disamping mereka pun ikut tersorot juga, aku yang dari awal tidak suka diperhatikan akibat ini mulai belajar bagaimana bersikap biasa saja di depan banyak orang. 

Ternyata berteman dengan orang baru tidak sesulit kelihatannya, aku mulai mengikuti beberapa ekstra kurikuler, mading, paduan suara, dan yang paling membuat ku antusias adalah mengikuti organisai OSIS. Aku yang awalnya hanya numpang tenar dari kepopuleran dua sahabat ku tadi, kini mulai punya tempatnya sendiri, ternyata aku cukup berbakat di ekskul mading, beberapa kali mewakili sekolah mengikuti perlombaan walaupun sering kalahnya, tapi cukup membuat ku puas, karena aku selalu mampu memberi ide yang cukup kreatif untuk tema perlombaan. Selain itu, jiwa puitis ku mulai tumbuh, beberapa kali puisi yang aku buat dan dipasang di mading cukup populer di sekolah, bersamaan itu juga sosmed ku mulai naik pengikutnya. 

Masih banyak hal-hal yang mau aku banggakan saat aku SMP, tapi cerita ini bukan bermaksud di waktu ku saat SMP, kisah yang mau aku ceritakan jauh masih di depan sana, tapi awal mulanya adalah di waktu ini atau lebih tepatnya saat aku kelas dua SMP. 

Singkatnya seperti ini...

------------

Suatu pagi yang cukup cerah, sebab saat itu aku ingat sekali malas ke sekolah sebab mendung, dan harus bertemu dengan pelajaran bahasa inggris, pelajaran yang paling aku benci, wajar saja jika sampai sekarang inggris ku sangat belepotan. Dila dari ujung pintu kelas, melambai tangan kepada kami yang sedang berkumpul di tengah kelas, aku dan enam teman lainnya sedang sibuk mengoreksi PR kami masing-masing, tentunya dengan mengacu buku dari dua teman kami yang pintar itu, yaitu Dara dan Lala. Dila berjalan ringan, bila ku perhatikan sedikit lebih jeli dia seperti sedang menari, langkah kakinya dia hentakkan dengan mendayu, seirama tangannya yang bergantian turun naik seperti gerakan ombak. Aku dan yang lainnya langsung menghentikan aktifitas kami, penasaran dengan apa yang sedang dialami oleh teman kami yang satu ini, yang biasanya cuek, dan cenderung galak. Ya, dia galak, setiap kali dia berbicara selalu ada penekanan yang mengesankan dia sedang marah.

Dila sampai di mejanya, lalu kami semua menghampirinya, kami kompak diam sambil menatapnya heran, dia masih tersenyum dan ntah kenapa wajah sawo matangnya berubah menjadi merah, tanpa perintah dari siapapun dia memberikan HPnya kepada Alinda, Alinda merupakan sosok yang di tuakan di "kelompok" pertemanan kami, mungkin karena postur tubuhnya yang paling besar dan suaranya yang paling merdu, sehingga paling menyenangan jika Alinda yang memberi nasehat kepada kami, jika kami curhat kepadanya, selain itu Alinda juga yang paling tegas, dan yang paling dekat dengan ku. Alinda menerima HP Dila dengan mimik muka yang menyiratnya banyak pertanyaan, tapi ditimpali Dila hanya dengan senyum kudanya. Kami secara spontan mengampiri Alinda yang berjalan keluar kelas, setelah melihat Hp milik Dila, ketika kami sampai keluar kelas, Alinda tertawa terbahak-bahak dibawah pohon bunga kamboja, apakah dia kesurupan seperti kaka kelas? jujur aku sedikit takut dan ngeri, jangan-jangan ini salah satu aib kami berdelapan yang ada di HP itu, bisa saja itu foto candid yang diam-diam Dila ambil, dan pagi ini baru ia sadari itu sangat jelek, tapi apa foto itu cukup menjadi alasan Alinda tertawa selepas itu, seorang Alinda yang irit bicaranya.

Dengan langkah yang ragu, aku mengikuti Dara yang berjalan didepan.
Alinda membisikan sesuatu kepada Dara, aku yang kepalang ngeri sendiri, hanya bisa mematung dibelakang yang lain, sambil melihat ekspresi Dara yang tiba-tiba melotot seperti mendengar bahwa jawaban ujiannya benar semua, dan spersekian detik dari itu Dara ikut-ikutan tertawa sama persis seperti Alinda. Lala, Rika, Febi, Natasnya juga ikutan tertawa setelah mendengar isi dari HP Dila, aku masih ragu menghampiri mereka yang tertawanya sedikit mencurigakan, hanya diam saja ditempatku sedari awal datang, sambil memandangi mereka dengan penuh kecurigaan. Karena lama menunggu ku bergabung, Alinda yang peka itu mengampiri ku dan menyerahkkan HP Dila, lalu ia kembali kedalam kelas di susul yang lain. Aku memilih duduk di depan kelas sambil sedikit ragu, apakah aku harus melihat foto aib ku sendiri, jika memang betul ini adalah foto candid dan jelek pasti itu aku, karena mereka semua tertawa lepas dan terlihat sangat puas.

Aku memberanikan diri membuka HP milik Dila yang tidak di kunci itu, ternyata langsung masuk kesebuah pesan, yang isinya cukup membuat ku geli sendiri, kurang lebih isinya seperti ini.
"Iya Dila, saya suka kamu, saya mau kamu selalu ada di hidup saya, saya mau kamu jadi masa depan saya".  Wajar saja mereka langsung tertawa terbahak-bahak ketika mendengar isi dari Hp tersebut, aku pun sama merasa lucu sendiri, hampir aku ingin tertawa seperti yang lainnya, tapi saat aku melihat nama kontak dari yang mengirim pesan itu, perasaan jenaka itu berubah menjadi membiru dan pelan-pelan menjadi pilu. Ternyata seseorang yang membuat Dila menari-nari  sambil terus tersenyum hari ini adalah Kamu. 

----------

Iya, Kamu adalah Gagah. Sedari awal Gagah tidak pernah menjadi milik ku, tapi Gagah selalu ada disekitarku. Ini baru kisah yang pertama, nanti aku ceritakan lagi beberapa kisah lainnya tentang bagaimana Aku dan Gagah selalu terhubung tapi tidak pernah berada disuatu hubungan.

--------

Bel pertanda kelas dimulai berdenting, bersamaan dengan langkah Gagah yang datang dari keramain sebab murid-murid yang  berhamburan menuju kelasnya masing-masing. Aku masih duduk membeku, dan sekuat tenaga menahan tangis yang ingin menetes, langkah Gagah semakin dekat, lalu tak terdengar lagi. Tapi anehnya wangi tubuh Gagah masih tercium di dekat ku, aku yang masih duduk setengah melamun di tepuk pundaknya oleh seseorang sambil tersenyum datar, mata ku yang masih bertahan menahan tangisnya mencoba membujuk bibir ku untuk tersenyum,  Gagah masih dengan aura dinginnya mengajak ku kedalam kelas. Di kelas dua ini kami satu kelas, selama sekelas ini perasaan romansa ku terhadap Gagah terus tumbuh, awalnya aku hanya senang mendengar namanya, lalu suara, lalu senyumnya, lalu tatapannya, lalu bahasa tubuhnya, lalu langkah kakinya, lalu wangi tubuhnya, lalu semua tentang Gagah aku suka, termasuk sikap dinginnya yang ternyata bisa menjadi begitu manis kepada Dila.

Saat itu, saat Gagah menepuk pundak ku, dan mengajak ku kedalam kelas, sambil setengah menggeret, saat itu juga aku bertekad untuk menghilangkan perasaan romansa ini. Aku tau sejak awal, aku tidak akan pernah menang mendapatkan Gagah.


#Gagah #nostalgia #sajak #kamu

GAGAH  dibaca KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang