Tiga tahun kemudian..
Baru November kemarin aku menghela nafas panjang karena untuk kesekian kalinya melepas, dan merelakan seseorang yang amat ku kasihi. Namun Desember berulah lagi~
Musim hujan sudah menjadi jadwal sendiri di Desember, seperti jadwal babak baru kisah di hidup ku, mungkin akan terdengar berlebihan tapi ini benar terjadi.
Tokoh lama yang telah ku kira pergi, datang kembali dan seraya menjadi tokoh utama.Kisah lama yang ku tutup terpaksa ku buka dengan berdebu-debu.
Getir..
Hal pertama yang kurasa.Seharusnya ku katakan padanya dengan lantang "Getir hatiku membuka kisah ini Gah!" namun hanya bisa ku tulis (Pengecut).
Pertemuan itu seperti kisah fiksi yang ku tulis dalam setiap puisi.
Di sebuah kedai makanan ringan dekat rumah ku, aku duduk berhadapan dengan Gagah, seseorang yang lama pergi, atau lebih tepatnya seseorang yang terus aku hindari, sebab lelah menahan rasa yang tidak juga dapat aku katakan dengan terang-terangan, aku lelah pura-pura baik-baik saja menjadi teman yang hanya mendapat porsi sedikit di waktu nya.
Aku saat itu benar-benar menatapnya dengan lekat, memperhatikan seksama setiap detail bahasa tubuhnya, semuanya masih sama Gagah masih tetap menyita seluruh perhatian ku.
Malam rupanya bernegosiasi dengan alam, sehingga hujan tidak setetes pun turun, padahal gumuruh sudah terdengar lantang. Hujan dan malam bersekongkol untuk tidak menimbulkan suasana romantis di malam itu~
---
Gagah dengan coffee nya dan aku dengan jus alpukat, kami berbincang hangat dengan saling menyembunyikan rasa getir sendiri-sendiri (terutama aku).
Kaki ku sempat terasa tak menginjak bumi, dan pikiranku jauh terbang bernostalgia dengan rasa-rasa pahit yang kelam .
Gagah bercerita dengan antusias, bagaimana dia menghabiskan waktu belakangan ini, lalu ia tersenyum dengan kisah cintanya yang lumayan membuat kupingku berdengung kesakitan , aku lupa detail ceritanya seperti apa, yang aku ingat aku suka mendengar suaranya. Saat itu aku setengah melamun, lalu aku sadar diri sari lamunan oleh senyum datar dari dirinya.
Ditengah keheningan kami berdua, dia berucap satu kalimat yang membuat ku hampir pingsan.
"aku tau puisi itu saya" katanya dengan datar, tanpa senyum, tanpa marah, tanpa raut penasaran.Dan perdebatan terjadi lagi diantara kami berdua dengan cukup sengit, sudah cukup lama rasanya tidak berdepat dengannya, cukup membuat ku getir, tapi cukup melunasi rasa rinduku padanya. Jus alpukat yang mulanya begitu manis legit , tiba-tiba terasa menjadi hambar dan sepah, Gagah yang semula hangat seperti kopinya menjadi dingin ketika ia menyesali segala keadaan yang pernah kami lewati bersama, tentang mengapa begitu banyaknya waktu yang semakin membuat kami menjadi jauh.
"Iya Gagah adalah kamu" seingat ku, aku menjawab seperti itu seraya menatap tajam kedua bola matanya.
"Maafkan saya takut saat itu" katanya lagi, kali ini dengan muka yang lebih serius. "Saya juga suka kamu, ketika kamu merasa saya tidak peka, saya tahu" katanya menjelaskan dengan mimik yang lebih serius.
Hatiku kalut, pikiranku yang telah menjelajah ke kisah nostalgia terus menerus mengali rasa sakit, perih, tangis, getir, tapi tiba-tiba ada rasa lain yang menerobos masuk secepat kecepatan cahaya, rasa duka itu seketika berubah menjadi kembang api kebahagiaan yang sulit ku jelaskan.
Aku sulit berkata-kata kepadanya, aku malu, senang, kesal, sedih bercampur dalam benakku, kala itu aku berusaha menutupinya walau aku yakin tidak berhasil juga, aku hanya dapat membatin, kata ku dalam hati "ini kah sebuah cinta? Lama ku ingin mengetahui apakah aku sia-sia menunggu mu bertahun-tahun, kini terjawab dengan sangat mudah didepan ku, aku lega Gagah, kini aku tau mengapa Tuhan terus menerus membuat ku jatuh cinta padamu, ternyata kamu pun merasakannya. Tapi.. mengapa harus sekarang ?".
Pertanyaan ku mengantung di sebuah kata "sekarang".
Tidak ingin aku bergulat lama dengan kata "sekarang" aku memilih untuk memahami setiap kata yang Gagah utarakan padaku, tentang rasanya, tentang sebenarnya yang terjadi, dan tentang pertemuannya dengan Gadis-gadis yang menjadi kekasihnya.
Terang ... mungkin itu gambaran ku tentang kisah yang berdebu dan getir.
Aku rasa kisah ku dengan Gagah adalah kisah romansa klasik yang kebanyakan orang tahu, bahwa cinta, kesabaran, dan rasa yang tulus pada seseorang, walaupun tidak balas, bukanlah suatu hal yang sia-sia karena Tuhan pasti punya rencana sendiri.
Dan menahan rasa karena peraasan "enggak enak" bukanlah suatu hal yang bisa dilakukan setiap orang, karena tanpa disadari perasaan bersalah akan terus menghantui.
Ku syukuri kisah ku dengan Gagah berkahir manis menurut versi ku.
Aku dapat memiliki Gagah dengan utuh, walau bukan seutuhnya.
Gagah-ku adalah tetap Gagah.
Dan selalu menjadi Gagah disetiap waktunya.Satu hal yang sampai kini membuat kucemburu, adalah satu kalimat akhir yang membuatku kembali membuku di depannya kala itu. Dia berkata "Aku yang datang padanya..."
Dari kalimatnya aku paham betul betapa dia membela wanitanya, walau telah dipatahkan hatinya.Dan babak baru dihidupku dimulai kembali.
Gagah
Terimakasih untuk inspirasinya~
KAMU SEDANG MEMBACA
GAGAH dibaca KAMU
Short StoryGagah adalah cinta pertama dari kedua kali aku jatuh cinta. Gagah pria biasa yang suka menghisap batang rokoknya jika sedikit kalut, ia gemar berdebat, hebat juga bikin kata-kata manis. Gagah sang menyenangkan, memiliki teman dimana-mana, tapi dia j...