Ch 1 - 3 of 5

220 7 0
                                    

3

Aku jatuh menabrak benda keras yang sukses membuatku mengerang. Lumayan sakit. Apa lompatan kali ini berhasil membawaku kembali pulang?

Masalahnya aku masih belum bisa melakukan lompatan yang benar. Karenanya aku masih sering nyasar. Teleportasi adalah pelajaran tersulit di kelas, menurutku. Lain kali aku nggak akan latihan teleport di tengah malam lagi, mungkin nanti kucoba pagi hari saja.

Aku mengangkat kepala dan menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Remang-remang, hanya diterangi cahaya bulan yang masuk melalui jendela kamar. Tapi kupastikan kini aku sungguh telah berada di tempat yang benar. Di rumahku. Di kamar tidurku yang lantainya khas berserakan lembaran kertas sketsa dan buku.

Aku menghela napas. Sangat lega. Aku pulang! Aku berhasil pulang!

Aku tak mampu melompat-lompat meski aku sedang girang. Latihan teleportasi menguras energi. Aku merasa lapar sekarang.

Segera aku bangkit menuju pintu kamar. Lalu mengendap-endap tanpa suara aku menuruni tangga menuju lantai bawah.

Rumah sunyi sekali, semua orang sudah tertidur. Aku berusaha tak bersuara, tak ingin ada orang rumah yang terbangun karenaku. Kulalui ruang tengah yang sepi dan terang benderang. Saat itulah kudengar sebuah suara dari arah dapur yang gelap. Suara napas berat yang entah milik siapa.

Apa Ayah di sana? Ataukah kakak laki-lakiku, Ares?

Senyuman jahilku mengembang. Aku melangkah diam-diam, berniat memberi kejutan.

“DOORRR!!!” teriakku kencang ketika telah sampai di ambang pintu dapur.

Dan, sosok di samping lemari makanan itu berbalik. Dengan cahaya dari ruang tengah sosok itu dapat terlihat cukup jelas. Bertubuh tinggi sedikit bungkuk, berbulu di sekujur tubuh dan memiliki sepasang mata yang terang keemasan.

Dia―

“Manusia serigala!” desisku serak.

Apa dia mengikutiku saat kulakukan teleport kembali ke sini? Oh, tidak! Tidak! Tidak!

Aku beku di ambang pintu dapur. Tatapanku dan manusia serigala itu bertemu. Tanpa banyak berpikir aku pun berbalik dan lari. Sekencang kencangnya hingga kakiku sakit.

Si manusia serigala tidak tinggal diam. Ia melompat di belakang, suara napasnya yang berat dan geramannya yang mengancam terdengar jelas di telingaku seolah ia hanya satu senti dari tengkukku.

Aku ingin berteriak, memanggil Ayah atau kakakku, tapi suaraku tenggelam di tenggorokan dan hilang. Aku hanya berlari dan berlari hingga sampai di depan pintu kamar, memasuki kamar secepatnya, mengunci pintu dan―

GABRUKH!!

Aku menginjak buku di lantai dan jatuh tersungkur. Aku lupa kalau itu sakit. Aku beranjak lagi dengan cepat, mengacak isi laci meja belajar, mencari ponsel. Aku harus memanggil bantuan. Menelepon Ayah atau Ares yang mungkin sedang tidur lelap di kamar mereka masing-masing.

Suara gebrakan di pintu kamar membuat jantungku berdebar keras dan keringatku mengucur. Di mana? Di mana ponselnya?

Kuangkat selimut dan bantal dari atas tempat tidurku, kujatuhkan semuanya ke lantai, mungkin ponsel itu ada di bawah selimut atau bantal. Namun tidak ada jejak ponsel itu di sana. Hanya ada sebuah kotak, kubus kecil, hitam berkilat dengan sisi-sisi yang berukir indah aksara tak kukenal, tergeletak di ujung tempat tidur.

Benda apa itu? Sepertinya bukan milikku. Mungkin milik kakakku yang hobi koleksi barang antik.

Aku merangkak ke ujung tempat tidur, mengambil kotak kayu itu. Benda antik yang cantik. Tapi bukan ini yang sedang kucari!

GUBRRAKH! Suara keras itu mengalihkan perhatianku seluruhnya. Suara itu berasal dari pintu kamarku yang terlepas dari engselnya dan jatuh menabrak lantai.

Manusia serigala itu tampak di depan pintu, berdiri menatap ke arahku dengan mata kuning bercahaya. Kemudian ia melakukan satu lompatan, langsung melesat ke arahku yang masih tergugu.

Spontan kulempar benda di tanganku ke arahnya dan menutup mata.

Apa aku harus melakukan lompatan lagi? Tapi teleportasi mungkin akan membuatku terjebak ke tempat yang entah di mana? Jadi, bagaimana? Bagaimana ini?

GiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang