¶¶¶
Gue bergegas lari keluar kamar setelah menggantungkan tas selempang kecil di pundak kanan gue.
Bruk!
"Hai Bang!", sapa gue setelah menutup pintu mobil dengan suara yang masih tidak stabil gara-gara adegan lari tadi."Udah siap?", tanya Bang Kiki dengan tatapan bercanda.
"Eh, kalian tuh serius ya soal ide gila yang Laras usulin kemaren?"
Bang Kiki menoleh ke gue sejenak, tersenyum, lalu mulai menjalankan mobil.
((flashback on))
"Eh tunggu, gue ada ide!", cetus Laras tiba-tiba. Gue yang sedari tadi hanya menatap kosong ke arah depan menoleh sedikit ke arahnya."Gimana kalo, gue pura-pura putus sama Kiki, terus kita buat gimana caranya Kiki sama Lyra keliatan deket, kayak pdkt gitu..."
Gue sontak membuka mata gue lebar-lebar. Bang Kiki juga begitu.
"Nah! Gue setuju tuh!", timpal Steffi, membuat mata gue semakin lebar lagi terbuka.
"Tapi lu gapapa, Ras?", tanya Salsha.
"Ya gapapa lah, Sal. Kan cuma pura-pura, lagian supaya Lyra tau mana yang lebih merjuangin dia"
"Gak usah sampe segitunya, Ras... gue gapapa kok", ujar gue pelan.
"Gak, Lyr. Kita yang gak tega liat lu begini. Masa kejadian yang di Bogor mau kejadian lagi? Stop sok kuat deh", jawab Laras.
((flashback off))"Awalnya juga gue bingung, sih. Tapi demi kebaikan lu juga, dek. Kita liat aja mana yang bakal merjuangin lu"
•••
Pukul 11.45
Basecamp Management Kak Pat"Sampe!", seru Bang Kiki. Gue dan Bang Kiki melepas seatbelt masing-masing.
"Bang, kita harus gimana? Maksud gue, kita harus kayak gimana di depan mereka?", tanya gue.
"Ya kayak orang lagi pdkt aja. Oh iya, tadi sebelum lu dateng udah ada drama-drama gitu kok. Jadi mereka mikir seakan-akan gue sama Laras putus. Terus juga, semuanya selain Iqbaal sama Aldi udah tau soal misi kita. Jadi lu gak perlu takut mereka mikir macem-macem", jelasnya.
"Di atas ada Laras?", tanya gue singkat setelah mengangguk-angguk.
"Engga, sejak kapan Laras masuk management, dekkk?", tanya Bang Kiki gemas. Iya juga, ya...
Sesampainya di depan pintu ruangan dalam gedung ini yang biasa kita pakai sebagai basecamp, Bang Kiki perlahan membuka pintu dengan tangan kanannya. Tangan kirinya terkait dengan tangan kanan gue. Gue deg-degan, sih.
"Hai", sapa gue canggung.
"Duduk, duduk", sambut Kak Pat.
"Heh heh tangannya, langsung sikat aje ye, Bang?", ujar Steffi kompor. Gue tau itu pura-pura.
Bang Kiki melepas genggaman tangannya cepat sambil tersenyum lalu menggaruk-garuk tengkuknya. Gue menatapnya sambil menahan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] DESTINY -idr
FanfictionPerbedaan memang bisa menjadi penghalang. Perbedaan memang bisa menjadi hambatan. But differences mean nothing compared to destiny. Isn't it?