1~Status

11.9K 301 15
                                        

"Rien, kamu kenapa bisa takut banget sih sama telur ceplok?" Suara Munda terdengar sayup-sayup di antara suara penyiar berita yang lagi-lagi membahas tentang gubernur yang terkenal tegas dan berwibawa.

Entah kenapa topik ini masih jadi pembicaraan hangat dan menarik di masyarakat. Dunia politik memang tidak ada habisnya.

Tidak ada sahutan.

Munda menoleh ke sebelah kanannya, ia mengira diamnya Riena karena gadis itu sudah terbawa arus mimpi setelah kekenyangan melahap habis dua kotak martabak yang dibawanya. Ternyata gadis di sebelahnya itu masih duduk dengan mata fokus pada layar tablet.

"Rien?" Munda menepuk pundak Riena ringan. Tapi tidak ada reaksi berarti dari gadis itu.

"Hm...," gumam Riena saat Munda memukul lengannya.

Huh...

Selalu saja begini. Riena lebih perhatian pada tabletnya dibanding mengajaknya ngobrol, padahal ia sengaja mengunjungi sahabatnya itu supaya tidak terlihat menderita setelah ditinggal mamanya pulang.

Munda sudah merengek meminta pada papanya supaya mengizinkan mamanya supaya menemaninya dua hari lagi. Tapi ditolak mentah-mentah oleh papanya.

Berharap Riena peka dengan kondisinya yang sedang berduka, dengan baik hatinya ia membawakan dua kotak martabak. Tapi, sahabatnya itu malah sibuk dengan tabletnya.

"Apaan sih, Neng? Lagi fokus nih, jangan ganggu dulu."

"Kirain kamu sudah tertelan dan masuk ke dalam dunia yang ada di dalam layar tabletmu itu. Lagi ngapain sih?"

"Biasa. Lagi cari ilham bin hidayah buat project yang dua hari lagi. Udah jangan ganggu dulu. Aku lagi panen ini." Munda menggeleng melihat gerakan lincah tangan Riena di layar tabletnya.

Mencari ilham versi seorang Riena adalah dengan bermain game heyday atau game-game absurd lainnya. Itu bukanlah hal yang aneh lagi bagi Munda.

Biasanya saat stres mencari ide untuk konsep desain bukannya istirahat supaya pikiran lebih fresh, Riena malah akan begadang dengan bermain game sampai lelah dan akhirnya tertidur.

Ajaibnya cara itu selalu berhasil. Keesokan paginya Riena akan bangun dengan wajah cerah dan segudang ide, tidak terlihat kalau dia menghabiskan waktu istirahatnya dengan bermain game semalaman.

€€

"Belum ngantuk, Neng? Aku sudah dapat ide nih buat ketemu si Koko besok." Akhirnya Riena menyelesaikan proses pencarian ilham untuk proyeknya dan meletakkan tabletnya di atas meja. Munda sudah terlihat beberapa kali menguap.

Klien barunya itu koko-koko cerewet yang seminggu lalu datang ke kantornya karena berencana membuka cafe baru. Kliennya kali ini terlalu banyak permintaan sehingga sedikit membuatnya kewalahan.

"Neng, tadi ada yang ditanyain yahh, apaan?" Riena kali ini kembali mencomot potongan martabak di depannya. Sambil menatap layar televisi yang sekarang sedang menampilkan iklan rokok.

"Pertanyaan yang mana, soal kamu lagi apa?" Suara munda terdengar lirih, sambil menguap. Matanya sudah makin redup. Tidak kuat lagi melayani Riena yang memang tidur selalu larut malam.

"Bukan, sebelum itu?" Riena bertanya setelah meneguk air mineralnya.

"Oh, itu. Aku penasaran sama kamu yang phobia telur ceplok. Kok bisa?" Munda meregang ototnya, dia benar-benar butuh tidur.

Cinta Pesanan RienaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang