Prologue - The Boy/Last Time

396 22 6
                                    

Gelap. Tak ada cahaya dari luar yang masuk ke dalam sebuah laboratorium. Satu-satunya penerangan di sana berasal dari proyeksi layar-layar hologram bercahaya redup yang tersebar di tempat itu.

Layar-layar hologram di sana menampilkan berbagai macam gambar benda dengan bentuk-bentuk yang sulit untuk dideskripsikan. Selain itu, huruf-huruf dan angka-angka yang berada dalam setiap layar juga semakin mempersulit pemahaman seseorang atas gambar tersebut.

Untuk sebuah ukuran laboratorium yang luas dan penuh dengan berbagai peralatan, laboratorium itu sangatlah sepi. Hampir tidak ada suara di sana kecuali suara-suara mendengung pelan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin dengan berbagai bentuk di sana. Selain itu, terdengar pula bunyi gelembung-gelembung yang bergerak pelan dan kemudian pecah dalam sebuah tabung berisikan cairan-cairan misterius dengan berbagai warna.

Tak ada siapa pun di sana, kecuali seorang laki-laki yang duduk di depan salah satu layar hologram.

Kacamatanya yang bundar merefleksikan cahaya dari layar di hadapannya. Layar itu sendiri menampilkan seorang anak laki-laki berambut hitam tengah duduk di sebuah kursi kayu. Anak itu mendongakkan kepala ke atas, seakan-akan tatapannya tertuju kepada orang yang berada di depan layar.

Si laki-laki berkacamata tersenyum. Dia meraih secangkir minuman berwarna hitam pekat dari atas mejanya. Dulu, seorang wanita yang sangat penting dalam hidupnya sering membuatkan minuman itu kepadanya. Wanita itu juga mengatakan bahwa minuman tersebut sangat bermanfaat dalam melawan rasa kantuk.

Laki-laki itu terdiam menatap permukaan air di cangkirnya. Uap-uap air terlihat bermunculan dari sana. Jika dia ingat-ingat kembali, ketika diperkenalkan dengan minuman itu, dia sangat membenci rasanya yang pahit.

Akan tetapi, kini minuman tersebut menjadi minuman favoritnya yang selalu menemaninya. Minuman itu juga selalu mengingatkannya kepada wanita tersebut—istrinya.

Laki-laki itu kembali tersenyum dan meminum secangkir kopi dihadapannya hingga habis. Dia kemudian bergidik dan menjulurkan lidahnya.

"Pahit...," ucapnya sambil terkekeh pelan.

Terdengar suara pintu logam mendengung dari belakang laki-laki itu. Pintu itu bergeser dari kiri ke kanan secara otomatis. Seorang gadis berambut pirang melangkah memasuki ruangan laboratorium.

"Anda masih di sini, profesor?" tanya gadis itu.

"Begitulah...," jawab si laki-laki berkacamata bundar sambil meletakan cangkir yang kini telah kosong ke atas meja, "Bagaimana situasi di luar sana?"

"Semakin parah setiap detiknya."

Si gadis kini telah berada di belakang profesor. Matanya yang berwarna jingga tertuju pada layar di meja profesor.

"Akhir-akhir ini Anda semakin sering memperhatikan anak laki-laki itu, ya?"

"Begitulah, dia adalah anak yang sangat unik dan berharga untukku. Sudah lama sekali aku tak pernah menghubunginya karena pekerjaanku di sini. Selain itu..."

"..."

"...mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya aku melihat wajahnya."

Constellation #1 - PreludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang