Part 1
Jika merasa kesepian atau bosan, Peter Aldebaran selalu menatap langit.
Ya, itulah yang dia lakukan saat ini: duduk di dalam kelas sambil memandang langit di balik kaca jendela yang tepat berada di sampingnya.
Saat ini kelasnya tengah memasuki jam pelajaran terakhir: Fisika. Guru laki-laki di depan kelas tampak semangat mengajari murid-murid tentang pengertian dan rumus-rumus gerakan parabola. Materi itu sendiri cukup sulit bagi kebanyakan anak kelas 1 SMA, karena pada umumnya materi ini baru diajarkan untuk kelas 2 di sekolah lain. Tapi anak berambut hitam dan pendek dengan ujung-ujung rambutnya yang runcing itu tidak mengindahkan gurunya sama sekali.
Peter bukannya tidak suka dengan pelajaran fisika. Justru sebaliknya, dia sangat suka dengan pelajaran tersebut. Hanya saja, saat ini dia sudah merasa bosan mempelajari tentang gerakan parabola.
Anak laki-laki itu hanya ingin cepat-cepat pulang. Ada sesuatu yang menunggunya di rumah, sesuatu yang jauh lebih menarik daripada pelajaran yang sangat dia sukai itu.
Jadi, sambil menunggu jam pelajaran terakhir selesai, Peter pun memutuskan untuk diam termenung menatap langit.
Langit sangatlah misterius menurut Peter. Rasanya, ada sesuatu di angkasa sana, sesuatu yang tak bisa dia jelaskan bagaimana cara kerjanya dan seakan-akan selalu mengawasinya.
Sebuah suara.
Mungkin terdengar agak berlebihan, tetapi Peter benar-benar bisa mendengarkan suara-suara yang berasal dari langit—dan suara tersebut hanya bisa didengar oleh Peter seorang.
Suara itu sendiri sangatlah unik menurut Peter. Sulit untuk menggambarkan seperti apa suara tersebut. Secara umum, suara tersebut terdengar seperti suara seorang laki-laki. Akan tetapi, terkadang suara itu juga terdengar bercampur dengan suara lain seperti: suara anak kecil yang tertawa, gelembung-gelembung udara yang pecah, dengungan listrik, dan juga suara seorang gadis.
Terlepas dari itu, suara tersebut sangatlah menyenangkan bagi Peter. Ada kehangatan dan kelembutan dari setiap ucapannya. Suara itu juga selalu memberikan rasa tenang dan seringkali memberikan petunjuk pada Peter setiap kali anak laki-laki itu kesulitan.
Peter tidak pernah bertemu sekali pun dengan ayahnya semenjak kecil. Meskipun begitu, entah kenapa setiap kali Peter berinteraksi dengan suara itu dia merasa seperti sedang bercakap-cakap dengan seorang ayah.
Sekarang, sudah lebih dari satu bulan suara itu menghilang. Peter selalu bertanya-tanya, kenapa suara tersebut tidak lagi muncul. Sejauh yang bisa Peter ingat, suara itu selalu ada semenjak dia kecil. Kini dengan tidak adanya suara itu, dia jadi merasa sepi.
Peter menghela nafas panjang.
Percuma saja memikirkan hal yang berada di luar jangkauannya. Dia pun mengalihkan pikirannya kepada benda yang ada di rumahnya, mencurahkan semua rasa bosan dan frustasinya kepada benda itu.
Sebuah benda yang sangat menarik. Mengingat-ingatnya membuat Peter semakin tak sabar untuk pulang. Anak laki-laki berharap jam sekolah segera berakh—
KRIINGG.
—Itu dia. Bunyi yang Peter nanti-nantikan akhirnya terdengar juga.
Ketika bel sekolah berbunyi, maka berakhir sudah kegiatan belajar-mengajar hari ini. Guru laki-laki yang mengajar di depan kelas pun akhirnya membubarkan kelas.
Peter memasukkan buku-buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas. Anak laki-laki itu terlihat terburu-buru.
"U-Um... Anu, Peter...," panggil seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation #1 - Prelude
Science FictionSepulang sekolah, Peter Aldebaran selalu mendapati sebuah kotak kardus misterus di dalam kamarnya. Siapa yang mengirimnya dan bagaimana kotak tersebut berada di sana, Peter sama sekali tidak tahu. Yang dia tahu, kotak kardus itu berisikan komponen...