(11) Look at me

87 17 6
                                    

"Braaak", Sarang membanting berkas-berkas yang sedang ditekuninya. Ia sama sekali tak mampu berkonsentrasi pada pekerjaanya dengan suara-suara gaduh di luar sana. Suara siapa lagi kalau bukan suara adiknya Jungkook dan kedua sahabat tololnya Taehyung dan Jimin. Dan oh Sarang masih bersyukur setidaknya ini bukan akhir pekan. Karena jika akhir pekan suasana benar-benar semakin parah karena selalu dapat dipastikan Jehop akan bergabung bersama mereka. Sekedar untuk menonton film dan tertawa-tawa atau bertanding PS semalam suntuk. Melupakan umurnya yang sudah taj seharusnya bertingkah seoerti anak-anak. Sarang juga benar-benar tak mengerti mengapa mereka begitu betah seperti itu dan mendadak menjadi anak rumahan. Jika biasanya Jungkook akan keluar sekedar nongkrong atau yah mungkin pacaran kini ia benar-benar berubah menjadi anak rumahan, dan itu entah sejak kapan ia begitu dekat dan akrab dengan Jimin, sepupu Jehop dan Taehyung. Yah sisi positifnya Jungkook menjadi tidak suka kelayaban memang, tapi sisi buruknya rumah benar-benar menjadi sangat berisik dan gaduh. Yang lebih naas lagi adalah ketika kedua orang tuanya sama sekali tak keberatan dengan kegaduhan mereka. Rumah jadi ramai dan menyenangkan katanya.

Sarang memutuskan untuk menutup laptopnya. Buyar sudah rencana untuk menyelesaikan data administrasi keuangan untuk proyek terbaru. Moodnya benar-benar buruk. Di sandarkannya punggungnya ke sandaran kursi dan mulai memijit-mijit pelipisnya. Ia benar-benar merindukan Suga saat ini. Hanya Suga yang mampu memberikannya ketenangan. Suga yang dingin, Suga yang diam, Suga yang akan menemaninya mengerjakan sesuatu tanpa sepatah katapun. Sarang meloloskan nafasnya kasar, mengingat Suga benar-benar membuat moodnya semakin buruk. Ia benar-benar merindukannya sekarang, meskipun Suga benar-benar sudah pergi untuk waktu yang lumayan bisa dikatakan lama. Dipandanginya kalender kecil di sudut meja kerjanya. Terlihat lingkaran kecil di sana. Yah dua minggu lagi peringatan 6 bulan kegagalan pernikahannya. 6 bulan Suga benar-benar telah pergi dan tak akan kembali lagi. Dan selama 6 bulan itu Sarang seolah-olah kehilangan nyawanya karena kehilangan orang yang sangat dicintainya.

Sarangpun bangkit dari duduk dan menyambar dompet dari atas meja rias. Di raihnya jaket berhodie warna putih yang sesungguhnya milik Suga dan mulai ke luar kamar. Coklat dan es krim mungkin bisa membantunya malam ini.

Dilangkahkan kakinya keluar rumah menuju mini market yang tak seberapa jauhnya dari rumah dan mulai menghirup udara malam hari. Sudah lama Sarang tak berjalan-jalan seperti ini. Ia benar-benar kehilangan hasrat untuk keluar kamarnya selain untuk kerja, dan sekadar meyakinkan keluarganya kalau ia baik-baik saja dan tak melakukan hal-hal bodoh seperti melukai diri atau apa di dalam kamar.

Saking sibuk dengan pikiran yang berkecamuk di dalam benaknya, Sarang tak menyadari jika kini sudah ada pria bertubuh tak terlalu tinggi, hanya sekitar 17 cm diatasnya namun memiliki badan yang teramat tegap dan emm nampak cukup kekar berjalan sejajar dengan langkahnya.

"Noona", bisik pria itu.

Sarang berjengit kaget ketika mendadak disampingnya ada sesosok pria tersenyum lebar dengan memamerkan deretan gigi rapi serta mata yang begitu menyipit hingga membentuk lengkungan bulan sabit disana.

"Oh, lo Jim. Ngagetin gue aja. Lo ngapain?"

"Ngikutin Noona".

"Ngikutin?"

"Iya soalnya tadi Noona mendadak keluar rumah tanpa suara tanpa bilang apa-apa jalan kaki, cuma pake celana kolor sama teplek doang. Mana dipanggil-panggil gak nyaut. Jimin sampe lari-larian ngejar Noona. Nih celana Jimin sampe kedodoran nih. Kan Jimin kuatir malem-malem gini Noona keluar sendirian, takut kenapa-napa", cerocos Jimin panjang lebar dengan nafas yang masih memburu.

Ocehan Jimin hanya ditanggapi Sarang dengan ber oh oh ria.

"Emang Noona mau kemana sih?"

Sarang hanya menunjuk mini market yang kini hanya tinggal berjarak beberapa ratus meter saja.

My SalvationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang