Author's View
Padamnya lampu yang berada di atas pintu ruangan itu berhasil membuat seorang wanita yang sedang duduk menunggu tak jauh dari ruangan itu menghembuskan napasnya lega. Berkali-kali ia mengucapkan syukur di dalam hatinya. Rasa cemas kembali muncul saat ia mulai menyadari Dokter yang bertugas menangani pasien di ruangan itu tak kunjung keluar hingga saat ini, padahal lampu tanda operasi telah selesai sudah padam sejak beberapa menit yang lalu. Wanita itu kembali merapalkan doa-doa, memohon kepada Tuhan agar setelah ini ia mendapat kabar yang baik untuk ia dengar. Pikiran-pikiran negatif ia enyahkan begitu saja, berharap bahwa semua hasilnya nanti akan berakhir positif.
Wanita itu segera bangkit dari duduknya saat melihat sang Dokter keluar dari ruang operasi itu. Jemarinya saling berkaitan, saling memilin sembari berharap cemas menunggu hasil yang akan di samapaikan oleh dokter itu.
"Bagaimana keadaan sahabat saya, Dok?" tanya Anna ketika Dokter itu telah berada di hadapannya.
Dokter itu memandang wajah Anna dengan sendu. Lidahnya terasa kelu untuk berbicara. Raut cemas dan khawatir terpatri jelas di wajah Anna yang pucat.
"Dok..." panggil Anna saat tak juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. "Bagaimana kondisinya?"
"Maaf, saya tidak berhasil menyelamatkan bayinya."
Mata Anna terbelalak tak percaya. Tangannya perlahan tergerak untuk menutup mulutnya, menahan isak tangis yang terdengar pilu di telinga. "Me... meninggal, Dok?" lirihnya.
"Kondisi bayi yang berada di dalam rahim ibu Kathrine terlalu lemah, itu disebabkan karna faktor dari bahan kimia yang diterima oleh tubuh ibu Kathrine pada saat kemoterapi." Dokter itu memperjelas. "Bukankah ibu Kathrine telah mengetahui kalau kehamilannya itu sangat beresiko besar bagi ibu Kathrine maupun bayinya?"
Anna mengangguk di sela tangisannya. "Kathrine terlalu mencintai bayinya, Dok. Dulu, almarhum suaminya sempat melarang Kathrine untuk mempertahankan kehamilannya, tapi Kathrine memilih untuk kabur. Ia lebih memilih mati daripada menggugurkan bayinya. Kathrine menganggap bahwa suaminya adalah iblis yang tega membunuh darah dagingnya sendiri. Padahal kenyataannya bukan seperti itu, almarhum suaminya terlalu mencintai Kathrine sehingga ia menyuruh Kathrine untuk menggugurkan janinya."
"Wanita yang kuat..." gumam Dokter itu.
"Lalu, bagaimana kondisi Kathrine, Dok?" tanyanya saat teringat akan Kathrine.
Oh Tuhan, semoga Kathrine baik-baik saja...
"Kanker ibu Kathrine telah berhasil kami hilangkan."
Sebuah senyum kecil muncul menghias bibir mungil Anna. Ia sangat ber-terima kasih kepada Tuhan, setidaknya ada satu kebahagiaan yang muncul di hidup Kathrine.
"Tapi..." Dokter itu menjeda ucapannya. "Maaf sekali, rahim ibu Kathrine terpaksa kami angkat untuk menghilangkan kanker-nya."
Anna semakin terisak di tempatnya. Kembali ia rasakan sakit di hatinya saat mendengar kabar yang menyesakkan dadanya ini.
Cobaan apa lagi ini? Kenapa cobaan hidup seakan tak pernah ada habisnya seperti ini? Kenapa cobaan datang secara beruntut seperti ini?
"Jadi, Kathrine tidak bisa memiliki keturunan lagi nantinya, Dok?"
"Bisa dikatakan seperti itu. Hanya Tuhan yang tau apa ibu Kathrine masih bisa memiliki anak lagi atau tidak nantinya."
Kathrine...
Kasihan sekali wanita itu. Banyak sekali cobaan berat yang harus di tanggungnya. Apa belum cukup Kathrine harus merasa tersiksa seperti ini? Apa belum cukup, Tuhan? Kasihan Kathrine, Tuhan.. Kasihan sekali dia...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby's [Completed]
Roman d'amourBig thanks for @abcdefake udah mau bikinin cover sebagus ini. Makasih banget kak! * Trending #11 Marriage by Accident Marriage Contract series #1 Seandainya ini mimpi buruk, Kathrine ingin cepat-cepat bangun dan tak ingin mengingatnya lagi.... Tapi...