Target 2 - I'm Hungry...

394 33 6
                                    

________

.

.


"Aku tidak bisa menyuguhkanmu apapun... aku belum minta ayah Yamamoto untuk memasakkan sesuatu..." Tsuna mengotori sebagian dapur demi mencarikan sesuatu untuk dimakan Karma.

Karma memandang ke sekeliling ruangan dengan tangan mengepal di kaki yang sopan dan rapat. Secangkir teh yang sudah setengah minum menunggu didepannya, selain itu, meja tampak kosong dan bersih sama sekali, tanpa ada tanda-tanda bekas makanan pagi ini.

"Ibu pergi, beginilah kalau ada tamu datang..." Tsuna mengusap belakang kepalanya dengan kesal. "Ehm... kau tidak lapar, Akabane-kun?" Tsuna menyunggingkan seulas senyum kaku, berharap semoga lelaki itu tidak akan mengapa-apakan dirinya meski tidak ada makanan. Karma hanya menghela napas, "Aku tidak begitu lapar..."

Krucuk, krucuk~

Tsuna membatu sejenak, ia kemudian menoleh ke arah Karma, "Eng... aku tidak tahu kalau ada kodok seberisik itu di sekitar sini..." ucap Tsuna dengan senyum enggan.

Dan telat menyadari ekspresi Karma yang datar tanpa komentar, dan kemudian berkata, "Maaf," ucap Karma dengan datar.

Sepertinya dia lapar sekali... batin Tsuna.

"...mungkin memang ada katak. Abaikan, aku pergi." Karma beranjak dari bangku dan segera menuju pintu depan. Tampak semburat merah di pipinya.

Akabane-kun... katakan saja kamu lapar...

Paling tidak, Tsuna bisa menilai orang ini tidak begitu berbahaya.

"M-mau makan?" Tsuna menawarkan.

"Aku tidak lapar, aku pergi." Sahut Karma datar.

"Nng... ano... apa paling tidak, kamu bisa menjelaskan padaku tentang surat ini?" Tsuna agak menghentakkan ucapannya, membuat Karma terdesak kemudian membatu seketika di tempat.

Respon Karma tidak sesuai yang diharapkan, ia menoleh, memiringkan kepalanya, kemudian melotot dengan tatapan datar dan ganas. Aura suram seketika menyelimuti ruangan itu, Tsuna menyesal menanyakannya. Tapi tidak ada peluru dying will yang siap ditembakkan ke dahi Tsuna di sana.

"Ah, maaf... kau pasti lapar sekali, ya? K-kalau begitu, lupakan saja permintaanku tadi..." Tsuna mengibaskan tangannya dengan isyarat yang mengatakan "Tidak usah". 

Karma menghela napas, "Hmm, kecuali kau punya makanan untuk kumakan, aku tidak akan memakanmu." Ucap Karma dengan seringainya yang nakal.

Tsuna kewalahan mencarikan mi instan untuk disuguhkan pada Karma, Aku tidak mau dimakan oleh makhluk mengerikan itu!!!  Batin Tsuna dengan bodohnya. Sepertinya dia sudah lupa bahwa semua orang enggan memakan sesuatu yang memiliki rambut lebih lebat daripada otak yang bisa dicerna. Sadis juga.

Raut muka Tsuna seketika berubah setelah berhasil mengacak-acak seluruh bagian rumah itu, sebuah ramen instan tergeletak di dalam laci tempat Lambo biasa menyimpan mainannya.

Lambo!!!

Tsuna seketika merasa kesal dan merasa ingin memarahi sapi bodoh itu yang mungkin saja bisa mempertaruhkan nyawa Tsuna di tangan Karma.

"Yo, lama tak bertemu, si payah Tsuna!"

Suara ini...

"R-reborn!" Tsuna terbelalak memandang sesosok Arcobaleno yang mendarat tiba-tiba di tepi jendela kamar Tsuna.

"S-sejak kapan kau disitu?" Tsuna segera menghampiri Reborn yang masih bersantai di tepi jendela, melayangkan tatapannya ke seisi kamar yang tampak selayaknya kapal pecah.

"Aku tidak tinggal di titanic, kurasa aku salah alamat." Ucap Reborn dengan santainya kemudian beranjak pergi dari sana.

"Reborn!!!" Tsuna menyangsingkan kepergian Reborn dengan kesal, kemudian mengatakan sederetan sumpah serapah dalam gumamannya yang pelan itu. "Hhh... apa dia tidak tahu ada masalah disini?" Tsuna menuruni tangga dengan kaki yang dihentakkan hingga Karma menghampiri Tsuna tepat di depan tangga.

"Hmm, apa keberadaanku mengganggumu, Tsunayoshi-kun?" sela Karma dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Senyumnya melontarkan kekesalan, membuat Tsuna nyaris jatuh terpeleset dan menambah masalah dengan menimpa tubuh Karma.

"A-a-tidak!!! Sama sekali... hanya, ada sesuatu yang mengesalkan tadi, barusan..." Tsuna mengibaskan tangannya panik, Karma hanya menarik napas panjang dan menghembuskannya, kemudian berjalan menuju dapur.

"Cepatlah, aku sudah lapar." Karma duduk dengan sedikit kesal, entah apa sebabnya.

***

Karma terus memandangi telapak tangannya dengan tatapan kosong, Tsuna hanya bisa membatu di sudut meja tanpa berkata sepatah katapun, terlalu menakutkan. Tsuna berusaha melepaskan ketegangan, Tsuna mulai membuka mulutnya – hendak mengatakan sepatah dua kata, "Ano..." Tsuna mengalihkan pandangan, "Akabane-kun..."

Karma seketika bereaksi dengan panggilan Tsuna yang tidak jelas, Karma menaikkan alisnya.

"Apa, yang kamu pandangi sedari tadi?" Tsuna menunjuk ke arah telapak tangan Karma yang sedari tadi ia pandangi. Menyadari bahwa Karma mengerutkan dahinya, Tsuna buru-buru menyela, "Ah! Tidak, lupakan saja... aku hanya penasaran. Kalau tidak mau dijawab, diam saja!" Tutur Tsuna dengan bahasa yang kacau karena gugupnya. Karma hanya menyunggingkan seulas senyum misterius.

Karma menggeleng, dan kembali memandang telapak tangannya, sedikit demi sedikit, mulut Karma terbuka dan Tsuna menyadari ada sepatah dua kata yang keluar dari mulut Karma, "Ini?" ucap Karma seraya menyodorkan telapak tangan yang sedari tadi ia pandangi itu tepat di depan mata Tsuna. Tsuna otomatis memundurkan wajahnya dan berusaha memelototi barang yang melekat di telapak tangan Karma. Tsuna mengangguk, "Apa itu?".

Karma menarik kembali tangannya, diiringi seulas senyum misterius.

"Senjata khusus." Karma mengalihkan pandangannya menuju telapak tangannya, "Pisau."

"P-pisau?" Tsuna melonjak kaget, "Bagaimana ada pisau... ngg, untuk apa?"

"Jangan takut, ini bukan untukmu." Tutur Karma santai, "Lagipula, benda ini tidak dapat melukai manusia biasa." Alis Karma naik.

Tsuna mengerutkan dahinya, "Manusia biasa?"

"Kita-kita ini manusia biasa. Dan senjata ini tidak dapat melukai kita mau sekeras apapun usaha kita untuk menggoreskan pisau ini di tubuh kita." Jelas Karma.

"Reborn... bisa dilukai?" tanya Tsuna dengan polosnya.

Karma mengerutkan dahi, "Kukira dia partner-mu."

Tsuna mengibaskan tangannya dengan panik, "Bukan itu maksudku. Ng... Reborn... dia bukan manusia biasa, kan?"

Karma menyunggingkan seulas senyum manis, "Dia manusia biasa." Tutur Karma, "Tapi dia mengecil dan disebut Arcobaleno karena suatu hal." Tambahnya.

Tsuna melongo, "Aku bahkan tidak tahu soal itu." ucapnya dengan tatapan bodoh yang hampir membuat Karma menyemburkan tawa, "Kenapa kamu tahu?"

Karma menghela napas, kemudian melipat tangannya di depan dada, "Well," Karma menghembuskan napas, "Aku ini jenius."     

MISSION!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang