Target 8 - Strategy!

205 20 6
                                    

.

.

"Koro-sensei...?" lelaki cantik ini terus mengitari hutan untuk mencari Koro yang tengah menghilang selama satu jam ini, "Tidak biasanya dia meninggalkan Jepang di tengah jam pelajaran berlangsung."

"Biarkan saja, justru malah kita bisa menyiapkan jebakan untuknya." Terasaka menyahut.

Nagisa hanya bersikap acuh tidak acuh dengan usul Terasaki itu, memang – setelah berhari-hari, akhirnya sebagian besar dari mereka mulai menerima keberadaan Koro sebagai seorang sensei bukan sekadar mengincar nyawanya demi uang dalam jumlah besar.

"Nagisa-kun, ini sudah menjelang sore. Lebih baik kita kembali ke kelas, aku yakin Koro-sensei pasti akan kembali cepat atau lambat." Kayano berlari kecil menghampiri Nagisa.

"Mhm..., baiklah." Nagisa mengangguk pelan kemudian membalikkan tubuhnya dan melanjutkan langkahnya ke arah yang berlawanan.

---

"Pulang saja, nih?" Isogai mencodongkan tubuhnya ke arah tasnya.

"Ha, iyalah. Untuk apa berlama-lama disini?" sahut Maehara sembari memasukkan beberapa buku ke dalam tasnya.

BRAK!!!

"???!!!" Seluruh penghuni kelas 3-E yang ada disana langsung tersentak kaget karena suara dentuman yang sangat keras menggema di satu kelas.

"Apa itu?"
"Suara dari mana?"
"Siapa?"
"Penyusup?"
"Koro-sensei?"
"Bukan Koro-sensei...?"
"Lalu siapa?"

Seluruh siswa disana langsung was-was, mencurigai asal suara keras itu. Namun tak ada satupun dugaan mereka yang benar-benar terlihat karena kabut dan asap yang entah dari mana menutupi sosok yang cukup tinggi, didampingi dengan sosok yang jauh lebih mungil. Memperlihatkan sosok bayangan saja, tanpa kabut itu menghilang.

"Tenanglah." Suara halus dan tenang menyela di tengah-tengah kebingungan, "Kami tidak bermaksud jahat..., heem."

"Lalu, tunjukkan dirimu." Nagisa memberanikan diri untuk berada tepat di depan kabut itu, menyadari bahwa dia tidak bisa melewati kabut itu.

"Bukan saatnya, kalau kau memaksa, transfer sejumlah uang ke rekeningku." Suara kecil menyahut.

"Uang?" Terasaka langsung berlari menghampiri kabut itu, dan menjejakkan kakinya yang besar tepat di samping Nagisa.

"Karma, berbuatlah sesuatu... – Karma?" ucapan Nagisa terhenti mendapati ia tidak melihat sosok Karma sedari tadi, meskipun ia yakin kalau Karma sudah kembali ke kelas dan menjalani pembelajaran sampai Koro menghilang.

"Karma tidak ada?" Ritsu si perempuan 2D yang sempat dibuat menangis oleh Terasaka – langsung menyalakan GPS untuk melacak Karma yang ikut menghilang.

"Menurut GPS-ku..., ah!!! Bz – zrt...." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, alat Ritsu langsung mengalami kerusakan dan gelombang listriknya kacau. Diikuti dengan padamnya lampu-lampu yang berakhir dengan menggelapkan satu sekolah. Dan siswa sana langsung panik dan menimbulkan keributan.

"Levi – a-than sudah tiba." Suara kecil yang misterius itu menyela keributan, "Aku tidak tahu apakah sapi bodoh yang lemah juga bersamanya hingga menimbulkan kekacauan gelombang magnetik."

"..., heem. Biarlah, pangeran sepertiku tidak ingin ikut campur antara dua rendahan." Suara yang terkesan santai dan tenang ini menyahut.

"Pangeran?!" Sebagian besar penghuni tempat itu langsung berseru dalam hati, merespons kata-kata; "pangeran" yang diucapkan lelaki misterius itu.

...

"Ngyahahahaha!!! Rasakan senjataku!!!"
"Aku tidak akan kalah karena sapi bodoh sepertimu! Hyah!"

Pertarungan bodoh antar kedua orang bodoh ini, terus berlangsung menyebabkan gelombang listrik yang mengacaukan gelombang magnetik dalam jarak 100 km dan sekitarnya.

"Tidakkah kita perlu menghentikan mereka?" Tsuna menatap prihatin antara kedua orang bodoh itu.

"Biarkan saja, nanti juga mereka akan sekarat sendiri." Reborn menyahut santai.

"Apa maksudmu 'sekarat'?!" Tsuna terpaku heran dengan jawaban Reborn yang selalu mengada-ada.

"Tapi apa segini perlunya kita mengajak kelompok Varia?" Tsuna menyelipkan kedua tangannya di saku jaket biru kelabunya.

"Tidak." Reborn menyahut cepat.

"Lalu ngapain?!" sahut Tsuna dengan bodohnya.

"Mereka hanya akan membuat ilusi dan perlindungan di sekitar area." Reborn menjelaskan.

"Apapunlah, terserah kau saja." Sahut Tsuna pasrah.

...

"Kami di sini hanya ingin memberitahu kalian soal rencana pembunuhan yang agak berlebihan ini." Suara yang terkesan tenang dan santai ini mulai berbicara intinya, "Kenapa kita harus diikutkan segala, sih?"

"Aku sudah pastikan Vongola membayarnya ke rekeningku. Teruskan saja tugasmu, kalau kau membuat mereka gagal melakukan transaksi, kau harus membayar tunai sebagai ganti rugi. Aku akan mencatatnya." Suara kecil menyahut.

"Untuk apa? Aku 'kan pangeran." Jawab pemilik suara yang masih misterius, "Baiklah, kita lanjutkan saja penjelasannya."

"Kalian akan ikut serta dalam misi pembunuhan gurita kuning. Boleh dengan cara apapun, mau dibuat takoyaki, okonomiyaki, atau apalah terserah. Asal cara kalian tidak membahayakan yang lain selain target." Jelasnya.

"Tunggu dulu, kami tidak mau bekerja sama dengan kalian." Terasaka melontarkan protes, "Kami yang sejak awal sudah ditugaskan, dan dipastikan seharusnya hadiahnya juga untuk kami!"

"Hadiah yang disiapkan itu berasal dari Vongola, kalau kalian tidak setuju, bayar kembali ke rekeningku." Suara kecil menolak protes dari Terasaka.

"Vongola?" Nagisa merespons.

"Itu mafia yang bekerja sama dengan agen yang berencana memusnahkan gurita kuning." Pemilik suara yang lain menjawab, "Dan kami tidak melakukan hal ini seenaknya sendiri. Ini juga permintaan bos dan agen."

"Oh, oke." Nagisa mengiyakan.

"Lalu, apa uang hadiahnya juga akan dibagi?" Terasaka kembali menyela.

"Sudah dibilang, hadiah disiapkan oleh Vongola kami dan agen rahasia. Untuk apa memasukkan uang sendiri ke rekening sendiri? Kuulangi, kalau kau masih protes dan tidak mau paham, bayar ke rekeningku." Suara kecil kembali menolah protes Terasaka.

"Huh!" Keluh Terasaka yang lalu memalingkan wajah.

"Baiklah, misi ini akan dimulai 45 menit lagi. Selama itu, bersiap-siaplah. Soal gurita kuning itu, tenang saja, dia sedang ditahan oleh Akabane Karma di Amerika, menonton bioskop." Pemilik suara asing kemudian kembali menjelaskan.

Murid-murid kelas 3-E disana langsung terpaku dan sedikit tersentak kaget.

"Pantas saja!!!"

***    

MISSION!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang