*
*
"Koro-sensei~!!!" Irina berlari menghampiri Koro dengan (berpura-pura) girangnya.
"Mng?" Koro menoleh, mendapati sumber suara yang masih menuju ke arahnya.
Blap!!!
Tangan gurita kuning itu pecah secara tiba-tiba, kejadian yang sangat jarang dialaminya karena kecepatan 20 mach-nya yang selalu secara cepat menghindari serangan pisau anti-sensei.
Semua ternganga melihatnya, siapa gerangan yang tiba-tiba saja melukai Koro-sensei yang selama ini dengan susah payah berusaha dilukai.
"Hee..., kena juga, ya? Maaf, maaf..." pemilik suara yang ternyata adalah penyebab luka Koro, menghampirinya dengan mimik wajah yang tersenyum khas.
Akabane Karma!
Seluruh murid yang ada di situ langsung berteriak dalam hati, meneriakkan nama murid yang baru saja habis masa diskorsnya yang lama.
"Akabane... Karma-kun?" Koro mundur selangkah, dan tangannya yang baru saja pecah, langsung memperbaiki dengan baik.
"Waw, tumbuh lagi? Kapan matinya?" Karma memandangi tangan Koro dengan kagum.
"Nguya! Kau ini..." Koro langsung tersentak kaget, menyadari bahwa murid yang bahkan belum bertemu dengannya selama ini juga mengincar nyawanya.
"Sudahlah, kesempatanku bukan hanya kali ini. Suatu saat kau benar-benar akan mati, dan aku tidak mau terkena akibatnya." Karma langsung membalikkan tubuhnya, menuju kelas 3-E yang sudah lama tidak dikunjunginya.
***
"Bianchi juga akan ikut?" Tsuna tersentak kaget mendengar nama Bianchi yang disebut-sebut.
"Tentu, dia juga pembunuh bayaran." Reborn menyahut dengan santai.
"Baiklah, lalu siapa lagi?" Tsuna kembali bertanya.
"I-Pin akan mengalihkan perhatian sekaligus mengulur waktu. Lambo akan bekerja sama dengan I-Pin menggunakan granatnya." Reborn menjelaskan, "berhenti sesaat, Bianchi akan memberi makan si gurita dengan makanan yang sudah dinodai racun anti-sensei. Sementara itu, aku dan Colonello akan menyerangnya dengan peluru anti-sensei. Selama kami menembakinya, kau akan menyerangnya dalam hyper mode dan melempari pisau anti-sensei."
"..."
"Rumit sekali, kau sungguh akan melaksanakannya?" Tsuna mengusap kepalanya.
Reborn hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Okelah, kapan kita kesana?" Colonello menyela percakapan mereka berdua.
"Sore ini, kita naik shinkansen ke sana." Reborn menggelar peta Jepang di atap itu.
"Sore?" Colonello tampak menggerutu, "Kalau begitu murid sana sudah pulang."
"Bukannya itu justru bagus?" Tsuna tampak heran.
"Tidak juga, justru akan membantu. Karena murid kelas 3-E yang dibimbing si gurita – juga mengincar nyawanya." Colonello menyahut.
"Siang saja kenapa?" Tsuna memerhatikan Reborn yang terus membisu selama Colonello dan Tsuna berdebat.
"Tapi... kalau bisa kita juga akan meledakkan sekolahnya, bagian kelas E. Jadi, murid kelas 3-E dipanggil, tapi kelas lain dibubarkan. Kita menunggu sampai saat itu tiba." Reborn akhirnya membuka mulutnya dengan malas.
"Ok – "
"Reborn!!!" belum sempat Tsuna menyelesaikan persetujuannya, suara melengking yang tampak bersemangat menyela. "Benar aku harus membumbui poison cooking-ku dengan ini?" Bianchi setengah memeluk poison cooking karyanya dengan sebotol serbuk anti-sensei di sela-sela jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Iya, itu untuk senjata." Reborn mengangguk pelan.
"Tapi tanpa senjata tambahan, poison cooking-ku sudah beracun."
"Kali ini mangsanya beda. Dia gurita."
"Akan kuberi tambahan takoyaki di makanannya."
"Jangan lupa beri serbuknya, beritahu aku kalau kau butuh lebih."
"Akan kulakukan apapun yang Reborn tercinta katakan."
"..."
"Oh iya, aku juga membuatkanmu kue dan sushi."
"Tidak perlu."
"Kenapa? Asal ada cinta, semuanya akan terasa enak."
Meski itu racun sekalipun?
"Katakan itu pada si gurita kuning."
"Tapi aku tidak mencintainya."
"Cobalah. Berpacaran dengan gurita yang tidak pernah ditangkap karena dia bukan manusia, tidak terlalu berisiko."
"..., karena itu Reborn yang mengatakan. Apa boleh buat."
Percakapan macam apa ini?!
Tsuna dan Colonello hanya membisu mendengarkan perdebatan Bianchi dan Reborn.
"Sudahlah, katakan pada sapi bodoh dan I-Pin untuk juga bersiap-siap, jam tiga nanti kita akan berangkat."
Reborn langsung melesat ke arah rumah Tsuna, diikuti Bianchi yang terus mengekor, sementara Tsuna dan Colonello hanya mengekor dengan lemas, berusaha menuruni atap dan berjalan ke rumah dengan cara normal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION!
FanfictionHari-hari liburan Sawada Tsunayoshi yang terusik karena kedatangan sesuatu yang tak pernah diharapkannya. Dan seketika, hari liburan itu berubah menjadi hari penentuan hidup-mati. Bersama dengan Akabane Karma - lelaki dingin yang disegani Tsuna, Mer...