20 tahun kemudian.
Seorang gadis berlari kecil memasuki rumah sambil memanggil sang ayah.
"Ayaahhh aku lulus, ayah dimana?". Teriak si gadis, yang suaranya memenuhi seisi rumah.
Dialah Meutia Prameswari Hardjokusumo, gadis yang sudah merasakan getirnya kehilangan sejak ia bayi.
"Aku ini tidak tuli, kenapa kau berteriak seperti itu? Apakah itu yang kau pelajari dibangku kuliahmu?" sahut sang ayah dengan sinis, yang tetap saja membenci anak semata wayangnya. Rasa kehilangan atas istrinya membutakan mata hatinya bahwa bukan mau Meutia harus kehilangan sang bunda.
"Maafkan aku ayah, aku hanya ingin memberitahukanmu, bahwa aku lulus yah.. " ucap lirih Meutia.
"Lalu apa dengan kau lulus kuliah, bisa mengembalikan ibumu hahh??" hardik sang ayah, yang kemudian pergi meninggalkan Meutia seorang diri.
"Yang sabar ya ndok, maafkan ayahmu itu." ucap eyang Soraya Hardjokusumo dengan senyum ramah sambil mengelus lembut punggung meutia.
"Iya eyang, Meutia gak marah kok sama ayah. Oh iya eyang, aku lulus loh. Nanti eyang hadir ya ke wisudaan aku" ucap Meutia.
Eyang Soraya Hardjokusumo tau betul apa yang dirasakan cucunya tersebut. Ia menyayangkan apa yang telah dilakukan anaknya Bimo Hardjokusumo terhadap cucunya tersebut. Anaknya belum bisa menerima suratan takdir bahwa istrinya Kirana harus menghadap Sang Ilahi.
Meutia POV
Ia duduk terdiam dikamar sambil memandang sebuah foto. "Bunda hari ini aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan, bunda bangga kan sama Meutia? Tapi kenapa sikap ayah masih sama seperti dulu? Ayah masih saja membenci Meutia bun, apa salah Meutia bun? Meutia ingin peluk bunda." ucapnya dengan lirih, dan sebening kristal pun jatuh dipipi Meutia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERBUANG
General FictionPernahkah dirimu merasakan sakitnya terabaikan? Tersisih tak dianggap? Penolakan akan kehadiranmu, terlebih oleh orang terdekatmu. Inilah kisahku...