4

2.1K 172 36
                                    

Akademi Wathura hampir tak pernah menerima tamu, tetapi yang datang pagi itu bukanlah sembarang penumpang dengan perkara sederhana. Gerbang besi akademi yang berhias runcing-runcing tombak meloloskan dua kereta kuda. Dipastikan pengunjung itu sudah diperiksa puluhan lapis mantra fourtrass-pelindung akademi dengan mulus dan diperiksa langsung oleh penjaga luar akademi.

Ketika dua kereta kuda itu memasuki jalan setapak utama di pelataran depan akademi dan berhenti di depan gedung induk, murid-murid langsung mengamati mereka dengan takjub dan heran yang menguat. Tidak ada bangsawan biasa di Wathura yang memiliki kereta berwarna putih kapur dengan pahatan ornamen emas seperti itu, tepatnya memiliki benteng sihir seperti yang sedang melingkupi kereta itu. Hanya ada satu keluarga yang harus dilindungi seperti itu di negeri ini.

Seketika, para murid menempatkan diri lebih dekat, tetapi merasa segan untuk mengerumuni kereta itu tanpa izin.

Ialah pintu kereta terdepan yang dibuka paling pertama oleh sang kusir dengan gelagat penuh hormat. Yang turun terlebih dahulu adalah seorang anak lelaki berusia empat belas tahun yang memiliki rambut emas jabrik pendek serta mata beriris sewarna yang langsung mengamati lingkungan sekitar dengan penasaran.

Menyusul di pintu lain, seorang lelaki berusia dua puluh tahun dan memiliki rambut emas sedada yang juga sedikit jabrik dan dikucir rendah, kemudian lelaki itu tangkas berjalan ke sebelah sang adik sehingga mempertegas perbedaan tinggi mereka. Sang adik hanya setinggi bahu lelaki itu.

Mereka mengenakan setelan pakaian dan jubah yang sama perak dan memiliki ornamen emas. Mirip seragam akademi, tetapi ada lambang Negeri Wathura, yakni phoenix emas yang tercetak di punggung jubah dan dada kiri kemeja. Dengan lambang yang tercetak itu, serta warna rambut dan mata mereka yang sama, siapa pun akan tahu bahwa mereka berasal dari klan Purabha. Mendapati para murid di kejauhan yang menatap mereka tercengang, sang adik tersenyum dan melambai canggung-yang langsung disambut sorak tertahan.

"Fokus, Dik." Sang kakak menyeretnya pergi, tak peduli pada murid-murid perempuan yang menatapnya berbinar. Ia datang ke hadapan Master Loradias yang menunggu di pintu masuk gedung induk. Pria dengan rambut panjang dikucir rendah itu mudah dikenali karena mengenakan jubah perak berornamen emas semata kaki yang juga merupakan jubah kebesarannya sebagai Kepala Akademi. "Maaf, Tuan Loradias. Kami ada kendala cuaca."

"Tidak masalah. Saya lebih senang mendapati Anda berdua sampai dengan selamat." Master Loradias menunduk sopan. "Selamat datang, Pangeran Samuel, Pangeran Luckania."

***

"Anda mengatakan akan datang ke sini sebagai utusan Kesatuan Prajurit untuk urusan penyelidikan." Master Loradias duduk di belakang mejanya sebagai Kepala Akademi Wathura. "Kalau aku boleh tahu, penyelidikan tentang apa?"

Samuel duduk di sofa beludru berwarna biru pucat yang berada di tengah ruang kepala akademi. Lelaki itu sekilas melihat-lihat isi ruangan yang terdiri atas lemari berkaca berisi buku-buku dan perkamen-perkamen tebal, beberapa pajangan patung para master terdahulu, globe Araverse, denah Akademi Wathura, termasuk meja kecil di sudut ruangan dengan ukiran pentagram di atasnya lengkap dengan serbuk perak di dalam ukirannya dan empat tongkat kayu kecil yang membentenginya-pasti merupakan sarana setiap Kepala Akademi sebagai pencipta mantra-mantra yang melindungi Akademi Wathura. Ruangan itu juga tersusun dari dinding pualam putih, lantai marmer krem, dan pilar-pilar gipsum yang mengandung sirkuit sihir sang Master-seperti semua konstruksi di akademi ini juga.

Mata emas Samuel mengilap oleh cahaya dari jendela di belakang Master Loradias saat beralih menatap pria itu. "Ini tentang murid misterius yang Anda maksud. Sepuluh murid yang sudah kusebutkan di surat juga akan dimintai keterangan lagi. Kesatuan Prajurit ingin melakukan usaha terakhir sebelum benar-benar menutup penyelidikan atas tragedi enam tahun lalu."

Dua Penyihir [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang