Chapter 7: the number you are trying to reach says 'russell' not 'ransel'

242K 19.2K 2.7K
                                    

chapter 7: the number you are trying to reach says 'russell' not 'ransel'





Hari ini adalah hari terakhir MOS, dan menurut Kalila, hari ini adalah hari di mana anak OSIS bersikap sok judes--dan memang benar.

Tadi, sewaktu aku baru sampai sekolah, aku menginjak keset yang ada di depan koperasi. Tiba-tiba, salah satu anak OSIS datang dan meneriakiku. "WOY! Punya mata enggak lo? Ini keset apa enggak kasihan lo injek-injek? Punya hati enggak, sih?!"

"Oh, maaf. Keset kan, enggak boleh diinjek, ya?" balasku.

Anak OSIS itu mencibir kemudian berlalu pergi.

Kalila juga baru saja selesai mengoceh soal bagaimana dia diteriaki oleh salah satu anak OSIS cuma gara-gara dia menginjak jejak kaki si anak OSIS.

Aku masih tertawa gara-gara cerita itu, ketika Kalila tiba-tiba bertanya, "Ra, sore ini, lo enggak ada acara apa-apa, kan?"

"Enggak."

"Ke rumah gue, kuy," kata Kalila.

"Apa kata lo? Kuy?" ulangku sambil mengerutkan kening. "Kuykuyruyuk?"

Kalila memasang wajah datar. "Haha."

Aku tertawa. "Kuykuy gue panjang, belum dipotong."

"Enggak lucu, woy. Receh!" seru Kalila, tapi ujung bibirnya sedikit terangkat. "Kuy itu yuk. Dibalik."

"Aneh."

"Jadi, lo mau ke rumah gue, enggak?" tanya Kalila, mengembalikan topik semula.

"Buat apa?" tanyaku.

"Nyokap masak banyak buat makan malam. Dan Viara mau dateng. Daripada gue mati kebosenan, gue ajak lo aja. Lagian, lo emang enggak mau lihat nasib rambutnya Viara? Gue belum lihat rambutnya sejak di salon kemarin--gue enggak mau ketawa-ketawa sendiri nanti."

Aku memikirkan tawaran itu. Mama biasanya pulang malam, jadi dia tidak perlu tahu aku main ke rumah teman untuk melihat rambut orang, bukannya belajar.

"Oke," kataku. "Tapi gue enggak bisa ikut makan malam. Soalnya Mama biasanya udah masak di rumah."

"Oke. Enggak apa-apa."

[.]

Rambut Viara ternyata normal-normal saja. Maksudnya, aku tahu, semua bahan yang dicampurkan Kalila itu bisa dibersihkan, tapi kan, siapa tahu saja, Viara syok berat, lalu memutuskan untuk memotong rambutnya secara ekstrem.

Tapi, raut wajah Viara ketika melihat Kalila... oke, mungkin dia pikir rautnya itu menyeramkan. Tapi bagiku dan Kalila, dia seperti ingin buang air besar.

Untungnya, dia segera menghampiri Reza--meninggalkanku dan Kalila di ruang tamu. (Kami sedang tertawa dengan puas sekarang.)

Tapi tidak lama kemudian, Tante Anisa--ibunya Kalila--menghampiri kami, lalu memintaku dan Kalila untuk bergabung di ruang keluarga. Jadi, beberapa saat kemudian, aku duduk di salah satu kursi di antara orang-orang yang baru kukenal.

Satu-satunya orang yang kukenal agak lama di sini adalah Kalila. Tapi dia pun, baru kukenal selama dua hari.

Kalau Mama tahu soal ini, dia pasti langsung mengajakku ke rumah sakit untuk tes DNA.

"Reza, gimana perkembangan klub futsal kamu?" tanya Om Taufik--ayahnya Kalila--kepada Reza.

Reza mengangguk-angguk sambil memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya. "Baik-baik aja."

"Klub IPA?" tanya Tante Anisa.

"Baik banget, Tante!" sahut Viara tanpa diminta.

Tante Anisa tersenyum. "Kamu juga masuk klub IPA?"

The Number You Are Trying to Reach is Not ReachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang